Sepatu Mewah; Sandal Jepit dan Kaki
Bertatap wajah dengan penjelajah gagah bersepatu mewah.
Ada sejarah yang dipenggalnya jadi kisah untuk ditiru.
Ketika rindu pada belajar jadi bahan bakar api berkobar,
Niscaya takan ada ruang bara yang panasnya mereda.
Berkali jatuh; menempa sungguh,
Memadat kuatkan niat hingga setangguh bilah tersepuh.
Maka bukan menipu;
jika tajamnya kini mampu menembus pintu berlapis batu.
Berpaling sasar pada selasar yang dihuni berpasang sandal jepit.
Mahirnya ia berkarib dekat; dengan banyak pasang kaki. Karena gelagat menjungjung fungsi lebih tinggi dari gengsi.
Menyederhanakan rumitnya tinggi rendah selera.
Jenjang tautan yang memanjang cukup jadi sebuah pencapaian.
Jejak penikmat yang terpikat fatamorgana.
Jiwanya demam isi kepala latah berjongkok.
Menghadap jinak lidah menjilat;
lepas berpaling lidah menjulur.
Membagi muka; menari dilingkaran api melegamkan nama sendiri,
Lalu pergi tanpa beralas kaki.
Belumlah semua; lipatan penanda lembar-lembar buku terbaca.
Sekilas saja mencerna tekad adalah hak milik yang senantiasa butuh wujud,
Tetapi setiap wujud adalah pinjaman.
Meminjam tak berarti memiliki,
Serupa titipan yang selayaknya dijaga.
Sebelum nanti pemilik menagih; datang mempertanyakan,
Mulailah menyiapkan semua jawaban.
Draft Puisi'23
