Kasus penembakan terhadap 6 (enam) laskar Front Pembela Islam (FPI0 di Km 50 tol Cikampek mulai terkuak setelah Komnas HAM melaporkan hasil penyidikannya kepada publik. Kesimpulan laporan tersebut, tidak pelanggaran HAM berat.
Dari laporan tersebut terungkap, klaim FPI bahwa laskar mereka tak bersenjata api ternyata bohong, baik kepolisian dan Komnas HAM melaporkan pihak FPI bersenjata api. Awalnya pihak FPI diwakili Munarman menantang Kepolisian menunjuk nomor registrasi senjata api dari laskar, di lapangan terbukti senjata itu berupa senjata api (senpi) rakitan.
Menurut UU N. 8 tahun 1948 dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 definisi senjata api bisa berupa rakitan atau pabrikan, jelas dengan ketentuan ini laskar FPI sudah melanggar hukum, apalagi ditambah aksi mereka melawan penegak hukum yang dilindungi negara.