Sultani
Sultani Freelancer

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Ekonomi Sirkular: Sampah Jadi Rejeki

10 September 2025   07:23 Diperbarui: 10 September 2025   07:23 79 2 0

Ilustrasi transaksi produk daur ulang dari sampah plastik (Sumber: Screenshot Kanal YouTube All Salam)
Ilustrasi transaksi produk daur ulang dari sampah plastik (Sumber: Screenshot Kanal YouTube All Salam)

Pernahkah kita berpikir, berapa banyak sampah yang kita hasilkan hanya dalam sehari? Kantong plastik, botol sekali pakai, sisa makanan---semuanya menumpuk tanpa nilai. Namun, bagaimana jika setiap benda yang kita anggap remeh itu justru menyimpan potensi cuan? Inilah inti dari gagasan ekonomi sirkular, sebuah cara pandang baru yang mengubah sampah menjadi rejeki "nomplok".

Setiap hari, ribuan kantong plastik berpindah tangan di pasar, di warung, di mall. Sekilas, itu hanyalah bagian dari rutinitas. Kita belanja, bawa pulang, lalu buang. Selama ini, sampah selalu kita anggap beban. Sesuatu yang harus dibuang jauh-jauh.

Tapi, coba bayangkan. Bagaimana kalau kantong plastik, botol minuman, atau sisa makanan itu bukan sekadar sampah? Bagaimana kalau itu bisa berubah menjadi cuan?

Pertanyaan tersebut selaras dengan semangat ekonomi modern yang mulai populer di masyarakat, yaitu ekonomi sirkular. Inti dari konsep ekonomi sirkular ini sederhana: barang yang sudah tidak terpakai jangan langsung dibuang, tapi diputar kembali dalam siklus ekonomi. Botol plastik bisa jadi bahan baku industri, sisa makanan bisa jadi kompos, kain bekas bisa jadi produk kreatif.

Konsep ini sudah banyak dipraktikkan. Misalnya, UMKM yang mengolah limbah kopi jadi pupuk organik, atau anak-anak muda yang membuat tas keren dari spanduk bekas. Yang tadinya dianggap tak berharga, justru membuka peluang usaha baru. Menurut data, Indonesia menghasilkan jutaan ton sampah per tahun. Bayangkan kalau 20 persen saja bisa masuk ke sistem ekonomi sirkular. Itu bukan lagi mimpi, tapi pasar yang sangat besar.

Masalahnya, sering kali kita berhenti di mimpi. Banyak orang masih menganggap kecil nilainya, tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan. Pangkal masalah dari ekonomi sirkular ini tidak saja pada nilainya, tetapi juga pada kreativitas dan skala. Satu botol plastik mungkin sepele. Tapi kalau terkumpul ribuan botol, itu bisa jadi modal bisnis.

Mengubah sampah menjadi cuan ini sebenarnya sudah jadi realita di banyak tempat. Artinya, ekonomi sirkular bukanlah sesuatu yang utopis apalagi mimpi. Mislanya, ada komunitas yang mengubah ban bekas jadi kursi modern;  UMKM yang membuat sabun ramah lingkungan dari minyak jelantah; start-up yang membangun aplikasi penukaran sampah. Semua ini menunjukkan bahwa ekonomi sirkular bukan utopia. Ia nyata, dan bisa jadi pintu masuk bagi anak muda dan UMKM untuk berinovasi.

Untuk mendapatkan cuan dari sampah, kuncinya sederhana: ubah cara pandang, mulai dari langkah kecil. Pilah sampah, kumpulkan, cari komunitas bank sampah, atau bahkan berani bikin usaha kecil dari limbah. Karena siapa tahu, rupiah berikutnya yang masuk ke kantong kita, datang dari sesuatu yang hari ini kita buang.