Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.
Dengan hanya menyaksikan cuplikan video rekaman, tentu kurang afdol tanpa didukung oleh bahan bacaan atau referensi. Selain menonton ulang cuplikan video, saya juga membaca hal-hal terkait lakon cerita wayang orang berjudul Prahasta Gugur. Dengan beberapa referensi, akhirnya saya mempunyai gambaran secara utuh bagaimana duduk perkara sebenarnya.
Hal itu terjadi karena tidak semua babak dan adegan dalam pertunjukan malam itu dapat saya rekam semuanya. Tidak semua bagian cerita yang ditampilkan di atas pentas dapat dipahami dengan cepat karena pergantian babak dan adegan sering berlangsung cukup cepat.
Di samping itu, terkadang suara pemain kurang jelas terdengar karena ada gangguan sound system pada saat suara pemain diucapkan. Audio atau suara pemain dalam pertunjukan wayang orang Sriwedari memang sering kurang terdengar (kurang nyaring) sehingga penonton kurang mengerti apa yang diucapkan oleh seorang tokoh kepada tokoh yang lain.
Tulisan ini juga bermaksud untuk memberikan masukan kepada pengelola pertunjukan Wayang Orang Sriwedari Solo agar ada pembenahan sound system agar penonton merasa nyaman ketika duduk menyaksikan pertunjukan tersebut.
Perlu Renovasi Gedung agar Penonton Lebih Nyaman
Pada saat menyaksikan pertunjukan wayang orang Sriwedari untuk kesekian kali, saya sempat memotret sebuah prasasti yang terdapat di dekat loket penjualan karcis (tiket).
Prasasti itu menginformasikan tentang pemugaran (renovasi) gedung atas bantuan pemerintah Jepang yang ditandatangani atau diresmikan pada 24 Desember 1994. Itu berarti sudah hampir tiga puluh tahun. Kalau pemugaran atau renovasi tahun 1994 merupakan pemugaran terakhir, berarti sudah cukup lama gedung wayang orang Sriwedari Solo tidak dipugar atau diperbaiki.
Dengan semakin banyak minat kawula muda untuk menyaksikan pertunjukan wayang orang, sudah waktunya untuk berbenah diri. Hal itu bisa dibandingkan dengan pertunjukan sendratari Ramayana di kawasan candi Prambanan. Kalau menilik dari jenis pakaian yang digunakan, sebenarnya sendratari Ramayana, termasuk lakon Legend of Roro Jonggrang dan Shinta Obong juga merupakan pertunjukan wayang orang yang dikemas lebih modern.
Jika sendratari Ramayana yang dipentaskan di kawasan Candi Prambanan dapat menjual tiket dengan "mahal" (minimal harga tiket Rp 100.000), mengapa wayang orang Sriwedari baru sanggup menjual tiket dengan harga Rp 20.000 (dua puluh ribu rupiah).
Perlu ada pemugaran atau renovasi besar-besaran jika ingin pertunjukan wayang orang diminati lebih banyak wisatawan. Selain bangunan fisik yang dibenahi, teknologi pementasan juga perlu dimodernisasi.
Pada cuplikan video yang disertakan pada bagian awal artikel ini terlihat perbedaan antara ending (akhir cerita) pertunjukan wayang orang dengan lakon Prahasta Gugur (21 Juni 2024) dengan akhir cerita pada pertunjukan sendratari Legend of Roro Jonggrang (14 Juni 2024).