Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Penulis

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Sekali Menonton Pertunjukan Wayang Orang, Sembilan Artikel Tercipta, Kok Bisa, ya?

16 Juli 2024   09:25 Diperbarui: 16 Juli 2024   09:31 1253 21 14

Sekali Menonton Pertunjukan Wayang Orang, Sembilan Artikel Tercipta, Kok Bisa, Ya?

Review atau ulasan usai menonton sebuah pertunjukan, umumnya hanya satu artikel atau satu ulasan yang dibuat (ditulis). Beberapa kompasianer yang usai menyaksikan film Sekawan Limo, misalnya, umumnya hanya membuat sebuah artikel review atau ulasan. Mereka dengan  penuh semangat mengulas dari berbagai sisi.

Berswafoto di depan gedung WO Sriwedari (dokpri)
Berswafoto di depan gedung WO Sriwedari (dokpri)
Sebagian tulisan (artikel) mereka memperoleh label AU (Artikel Utama). Sebagian yang lain memperoleh label AP (Artikel Pilihan). Sebagian yang lain belum mendapatkan label. 

Sekali Menonton Sembilan Artikel Tercipta

Ini adalah pengalaman pertama yang saya alami. Saya juga tidak menyangka bahwa ada sembilan artikel yang sudah ditayangkan terkait sebuah pertunjukan wayang orang yang sudah saya saksikan pada hari Jumat, 21 Juni 2024. Pertunjukan itu memang luar biasa. Sepanjang waktu petunjukan hampir diisi oleh adegan peperangan atau perkelahian yang enak ditonton karena seni berkelahi dalam pertunjukan itu adalah seni tari, bukan perkelahian brutal seperti dalam film-film laga.

Untuk dapat menciptakan sembilan artikel, saya membagi sesuai jumlah video yang saya peroleh. Ada sebuah video yang dapat berdiri sendiri untuk dijadikan satu artikel, ada pula beberapa video yang perlu digabungkan dalam sebuah artikel.

Pada artikel pertama, saya menceritakan pra-pertunjukan. Sebelum pertunjukan wayang orang dimulai, saya menceritakan situasi saat kami datang. Berapa orang yang menonton, berapa harga tiket, dan situasi awal sebelum pertunjukan dimulai. Kebetulan ada satu lagu atau gendhing yang dikumandangkan. Nah, sebuah video pendek tercipta dan dapat dijadikan satu judul artikel seperti tertera di bawah ini (nomor artikel pertama).

Untuk membuat judul artikel berikutnya, saya perlu menyaksikan ulang cuplikan video yang saya rekam pada saat wayang orang dimulai (babak pertama). Demikian seterusnya hingga semua rekaman video dapat digunakan untuk ditampilkan dalam artikel.

Silakan menikmati satu demi satu artikel yang sudah tayang di blog kesayangan kita ini, Kompasiana. Semoga cara ini dapat menjadi inspirasi bagi Anda yang merasa kesulitan membuat artikel. 

1. Menikmati Gethuk sebelum Menyaksikan Pertunjukan Wayang Orang Sriwedari di Solo
2. Babak Pertama Wayang Orang Sriwedari dengan Judul Cerita Prahasta Gugur
3. Raja Rahwana Menitipkan Kembang Dewa Retna kepada Patih Prahasta untuk Dijaga
4. Kapi Pramuja Diutus Dewa untuk Menyelamatkan Kembang Dewa Retna
5. Perkelahian Dua Kera yang Artistik dan Atraktif sehingga Enak Ditonton
6. Selingan Pertunjukan Wayang Orang Ada Penonton Naik Pinggir Pentas
7. Kapi Pramuja Diperintahkan untuk Menemukan Kembang Dewa Retna
8. Prahasta Patih Kerajaan Alengka Menemui Istrinya di Taman Purwadikaran
9. Akhir Cerita Tragis Wayang Orang Sriwedari Solo Demi Kembang Dewa Retna

Perlu Referensi untuk Mendukung Artikel

Dengan hanya menyaksikan cuplikan video rekaman, tentu kurang afdol tanpa didukung oleh bahan bacaan atau referensi. Selain menonton ulang cuplikan video, saya juga membaca hal-hal terkait lakon cerita wayang orang berjudul Prahasta Gugur. Dengan beberapa referensi, akhirnya saya mempunyai gambaran secara utuh bagaimana duduk perkara sebenarnya.

Hal itu terjadi karena tidak semua babak dan adegan dalam pertunjukan malam itu dapat saya rekam semuanya. Tidak semua bagian cerita yang ditampilkan di atas pentas dapat dipahami dengan cepat karena pergantian babak dan adegan sering berlangsung cukup cepat.

Di samping itu, terkadang suara pemain kurang jelas terdengar karena ada gangguan sound system pada saat suara pemain diucapkan. Audio atau suara pemain dalam pertunjukan wayang orang Sriwedari memang sering kurang terdengar (kurang nyaring) sehingga penonton kurang mengerti apa yang diucapkan oleh seorang tokoh kepada tokoh yang lain.

Tulisan ini juga bermaksud untuk memberikan masukan kepada pengelola pertunjukan Wayang Orang Sriwedari Solo agar ada pembenahan sound system agar penonton merasa nyaman ketika duduk menyaksikan pertunjukan tersebut.     

Perlu Renovasi Gedung agar Penonton Lebih Nyaman

Pada saat menyaksikan pertunjukan wayang orang Sriwedari untuk kesekian kali, saya sempat memotret sebuah prasasti yang terdapat di dekat loket penjualan karcis (tiket).

Prasasti pemugaran gedung WO Sriwedari (dokpri)
Prasasti pemugaran gedung WO Sriwedari (dokpri)
Prasasti itu menginformasikan tentang pemugaran (renovasi) gedung atas bantuan pemerintah Jepang yang ditandatangani atau diresmikan pada 24 Desember 1994. Itu berarti sudah hampir tiga puluh tahun. Kalau pemugaran atau renovasi tahun 1994 merupakan pemugaran terakhir, berarti sudah cukup lama gedung wayang orang Sriwedari Solo tidak dipugar atau diperbaiki.

Dengan semakin banyak minat kawula muda untuk menyaksikan pertunjukan wayang orang, sudah waktunya untuk berbenah diri. Hal itu bisa dibandingkan dengan pertunjukan sendratari Ramayana di kawasan candi Prambanan. Kalau menilik dari jenis pakaian yang digunakan, sebenarnya sendratari Ramayana, termasuk lakon Legend of Roro Jonggrang dan Shinta Obong juga merupakan pertunjukan wayang orang yang dikemas lebih modern.

Jika sendratari Ramayana yang dipentaskan di kawasan Candi Prambanan dapat menjual tiket dengan "mahal" (minimal harga tiket Rp 100.000), mengapa wayang orang Sriwedari baru sanggup menjual tiket dengan harga Rp 20.000 (dua puluh ribu rupiah).

Perlu ada pemugaran atau renovasi besar-besaran jika ingin pertunjukan wayang orang diminati lebih banyak wisatawan. Selain bangunan fisik yang dibenahi, teknologi pementasan juga perlu dimodernisasi.

Pada cuplikan video yang disertakan pada bagian awal artikel ini terlihat perbedaan antara ending (akhir cerita) pertunjukan wayang orang dengan lakon Prahasta Gugur (21 Juni 2024) dengan akhir cerita pada pertunjukan sendratari Legend of Roro Jonggrang (14 Juni 2024).

Sekali-sekali sutradara dan para pemain wayang orang Sriwedari perlu menyaksikan secara langsung pertunjukan sendratari Ramayana di kawasan candi Prambanan. Mungkin secara bergantian atau dalam rombongan kecil mereka dapat berwisata menyaksikan sendratari Ramayana baik di atas panggung maupun di belakang pangung untuk melakukan studi banding.

Dengan melakukan studi banding, wawasan atau ide-ide positif akan muncul dan dapat diterapkan untuk pembenahan pertunjukan wayang orang pada masa-masa yang akan datang.***

Penajam Paser Utara, 16 Juli 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3