Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.
Menikmati Mi Goreng Nyemek di Kafe Kamboja Klaten
Ada sebuah tempat nongkrong di malam hari yang berlokasi tidak jauh dari rumah ibunda kami. Pada hari Kamis (14/8/25) saya minta diantarkan ke kafe atau kedai tersebut. Nama Kamboja tidak terkait dengan sebuah negara tetapi sejenis pohon yang biasa ditemukan di pemakanan (kuburan).
Jalan agak gelap menuju ke kedai tersebut. Namun, kami tidak perlu khawatir karena pengguna jalan masih banyak. Jalan itu merupakan jalan alternatif dari Klaten menuju Boyolali dan Semarang.
Dari luar, kedai itu agak seram karena batang-batang pohon kamboja berserakan di pinggir jalan dan berfungsi sebagai pagar hidup. Sebagian batang pohon kamboja sudah tumbuh daunnya.
Ketika masuk ke dalam, setelah area parkir, kami mendapati suasana yang syahdu. Banyak lampu menyala di atas meja untuk pengunjung. Lantai masih berupa tanah berpasir.
Pada sisi kiri terlihat pohon kamboja ditanam cukup berdekatan. Sebagian pohon sudah berbunga. saya pun berkesempatan untuk berswafoto dengan salah satu pohon yang sudah berbunga.
Menu Sederhana Harga Merakyat
Setelah kami duduk pada posisi yang nyaman, segera memesan minuman dan makanan. Daftar menu makanan beserta harganya tertera dengan jelas.
Untuk minuman saya memesan kopi hitam karena jenis minuman lain yang saya inginkan tidak tersedia karena sesuatu dan lain hal. Satu cup kopi hitam sudah cukup.
Kemudian, untuk makanan saya memilih mi goreng nyemek. Jenis mi (bakmi) ini merupakan perpaduan antara mi goreng dan mi kuah. Jika mi kuah banyak airnya (kuahnya), dan mi goreng tanpa kuah, maka mi nyemek merupakan mi goreng yang diberi sedikit kuah.
Saat pesanan sedang diracik, saya mempunyai kesempatan untuk berkeliling area kedai Kamboja. Pengunjung bukan hanya kaum muda-mudi. Terlihat ada sebagian keluarga inti (keluarga kecil) yang ikut ngafe. Ada sepasang suami istri dan dua anaknya yang masih kecil.
Tidak lama berselang, pesanan minuman pun diantarkan ke meja kami. Untuk teman ngopi, kami memesan pula gorengan berupa pisang goreng.
Saya mengira kopi yang saya pesan akan dimasukkan dalam cangkir porselin. Rupanya perkiraan saya salah. Kopi yang disajkan dalam kemasan cup seperti yang dijual di bandara, stasiun, atau pedagang keliling.
Pisang goreng yang kami pesan terlihat cukup berminyak.Kondisi pisang cukup lembek dan minyak menyelimuti pisang yang tidak terlalu tebal tersebut.
Hidangan Mi Goreng Nyemek
Hidangan bakmi (mi) goreng nyemek atau mi nyemek goreng pun akhirnya dihidangkan. Porsinya cukup. Tidak terlalu banyak dan bukan minimalis.
Saya pun mengaduk-aduk mi nyemek tersebut. Postur mi saya yakini bukan dari mi basah. Saya menduga bakmi itu berasal dari bakmi kering semacam mi instan.
Ada potongan sayur sawi dan suwiran daging ayam. Berhubung masih hangat, saya pun tidak sabar menikmati bakmi goreng nyemek tersebut.
Soal rasa tidak jauh berbeda dengan olahan mi instan di rumah. Di atas piring hanya ada satu sendok. Saya mencari garpu tidak saya temukan. Adik Tarti yang mengetahui hal itu mengatakan bahwa ada sepasang sumpit yang masih terbungkus atau tersegel plastik.
Saya pun tersenyum. Tidak biasa saya makan bakmi menggunakan sumpit. Sendok dan garpu yang biasa saya gunakan untuk makan makanan berat.
Ditulis di Klaten, 21 Agustus 2025