Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Administrasi

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Video Artikel Utama

Mural-mural Menawan di Kota Bengawan, dari Gus Mus hingga Jokowi

17 September 2019   15:36 Diperbarui: 18 September 2019   00:15 136 8 3

Kota Surakarta atau Solo lebih dari sekadar wisata kuliner. Bicara tentang Solo juga bicara tentang api kreativitas yang senantiasa dijaga tetap menyala di segala tempat. Tak hanya hadir di dalam ruang-ruang galeri elit, kreativitas juga hidup di gang-gang pemukiman dan di pinggir jalan.

Koridor kawasan pertokoan di Jalan Gatot Subroto itu panjangnya hanya sekitar 400 meter. Namun, deretan tempat usaha tersebut mampu memikat banyak mata. Tidak hanya menonjolkan bisnis, koridor ini juga berfungsi rangkap sebagai kanvas seni.

Sejak akhir 2017 aneka mural menghiasi dinding-dinding dan pintu bangunan di sepanjang koridor. Dibuat oleh sekitar 100 seniman, mural-mural tersebut merupakan bagian dari kampanye "Solo is Solo" yang dikerjakan menjelang peringatan Sumpah Pemuda. 

Oleh karena itu, salah satu mural yang mencolok adalah mural Mohammad Yamin, tokoh penting di balik Sumpah Pemuda 1928. Mural Mohammad Yamin bersanding dalam satu bidang lukisan dengan mural Bung Tomo, pejuang pertempuran 10 November Surabaya. 

Selain mural Mohammad Yamin dan Bung Tomo, ada puluhan mural lainnya yang bisa disimak dengan tema nasionalisme, sosial, budaya, hingga musik. 

Melihat bentuknya yang menawan, tampak bahwa semua mural dibuat dengan konsep yang baik dan tidak sembarangan. Hasilnya berupa karya seni yang menarik, edukatif, dan inspiratif.

Beberapa mural yang menonjol antara lain mural seorang pembatik wanita. Mural ini seolah menyuarakan pesan betapa besar dan berharganya sebuah warisan budaya adiluhung seperti batik di tengah derap modernitas yang semakin deras. 

Kehadiran mural pembatik di jantung kota dan di kawasan bisnis menjadi pengingat bagi kita semua untuk terus menjaga dan melestarikan batik.

Ada juga mural KH. A. Mustofa Bisri atau yang dikenal dengan Gus Mus. Mural Gus Mus disertai kutipan yang berbunyi: "Mereka yang hanya tahu hitam dan putih tak mengherankan bila terkaget-kaget melihat warna-warni yang lain". 

Jelas bahwa mural tersebut mengingatkan kita pada kondisi masyarakat yang akhir-akhir ini mudah retak karena masalah perbedaan, intoleransi, dan diskriminasi. Dengan demikian mural Gus Mus juga menjadi pesan kepada bangsa Indonesia agar tetap setia dan bersatu pada fitrah kebangsaan yang majemuk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2