Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.
Tanggal 27 Oktober 2025 banyak guru swasta akan demo ke depan gedung DPR. Pemerintah Didesak Buka Seleksi PPPK Lebih Inklusif dan Hidupkan Kembali Inpassing untuk Kesejahteraan Guru. Pemerintah diharapkan berlaku adil untuk guru swasta yng ingin menjadi PPPK atau ASN.
Isu kesejahteraan guru kembali mencuat menjelang seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2025. Banyak guru, khususnya dari sekolah swasta, menyuarakan harapan agar pemerintah membuka seleksi secara lebih inklusif dan menghidupkan kembali program Inpassing.
Aspirasi ini muncul karena adanya ketimpangan yang cukup nyata antara guru negeri dan guru swasta, baik dari sisi kesejahteraan maupun akses terhadap kesempatan menjadi aparatur sipil negara.
Kesenjangan Guru Swasta dan Negeri
Sudah menjadi rahasia umum, perbedaan kesejahteraan guru swasta dan guru negeri bagaikan bumi dan langit. Guru negeri dengan status PNS maupun PPPK relatif lebih aman secara finansial karena adanya gaji tetap dari negara, tunjangan profesi, serta jaminan kesejahteraan lainnya.
Sementara itu, guru swasta masih banyak yang menerima gaji jauh di bawah upah minimum regional. Tidak sedikit pula yang harus mengajar di beberapa sekolah sekaligus hanya untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Dalam situasi seperti ini, program Inpassing pernah hadir sebagai angin segar. Program tersebut memungkinkan guru swasta dengan sertifikat pendidik mendapatkan kesetaraan gaji yang lebih layak. Namun, sejak dihentikan beberapa tahun lalu, banyak guru swasta merasa kehilangan harapan untuk bisa mendapatkan penghasilan yang setara dengan guru negeri.
Tuntutan Seleksi PPPK yang Lebih Adil
Selain Inpassing, tuntutan besar lainnya adalah terkait seleksi PPPK. Hingga kini, kebijakan pemerintah masih cenderung lebih mengutamakan lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan, sementara lulusan PPG Dalam Jabatan (Daljab) atau jalur lain sering kali tersisihkan.
Padahal, semua jalur PPG adalah kebijakan resmi pemerintah. Para guru tidak memiliki pilihan bebas menentukan jalur yang mereka ikuti. Mereka hanya menjalankan kewajiban sesuai aturan yang berlaku pada masanya. Maka, menjadi tidak adil bila hanya satu jalur PPG yang diberi kesempatan mengikuti seleksi PPPK, sementara jalur lainnya terpinggirkan.
Guru-guru mendesak agar pemerintah membuka ruang seleksi PPPK 2025 untuk semua guru bersertifikat pendidik, tanpa memandang jalur PPG yang ditempuh. Prinsipnya jelas: semua guru memiliki hak yang sama untuk memperjuangkan masa depan mereka.
Luka Guru Swasta: Intimidasi dan Diskriminasi
Hal yang lebih menyedihkan, masih ada laporan intimidasi kepada guru swasta untuk tidak ikut seleksi ASN PPPK pada tahun sebelumnya. Akibatnya, banyak guru yang akhirnya hanya bisa "gigit jari" karena kesempatan emas itu terlewatkan.
Ditambah lagi dengan kebijakan rekrutmen ASN yang kemudian ditempatkan kembali ke sekolah swasta. Ironisnya, guru swasta yang sebelumnya enggan ikut PPPK karena intimidasi kini justru harus menerima kenyataan bahwa sekolah mereka diisi oleh guru ASN yang baru lulus seleksi. Kondisi ini menambah rasa perih dan ketidakadilan bagi guru swasta yang sudah lama mengabdi.
Kisah Nyata: Bu Sari, Guru Swasta yang Bertahan
Ambil contoh kisah Bu Sari, seorang guru swasta di daerah pinggiran Jawa Barat. Selama 15 tahun ia mengajar dengan gaji hanya Rp900 ribu per bulan. Untuk menutupi kebutuhan hidup, ia membuka warung kecil di depan rumahnya.
Ketika ada seleksi PPPK, Bu Sari sebenarnya ingin ikut. Namun ia mengaku mendapat tekanan dari pihak yayasan agar tidak mendaftar karena dianggap "tidak loyal" jika meninggalkan sekolah. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya. Kini, sekolah tempatnya mengajar justru kedatangan guru ASN baru hasil seleksi PPPK. Hatinya terasa perih, karena kesempatan itu sudah lewat.
"Kadang saya menangis sendiri, Pak. Rasanya seperti tidak dihargai. Padahal saya juga punya sertifikat pendidik dan sudah lama mengabdi. Saya hanya ingin keadilan, bukan belas kasihan," ujar Bu Sari lirih.
Kisah Bu Sari hanyalah satu dari ribuan kisah serupa yang dialami guru swasta di berbagai daerah. Mereka loyal, mereka mengabdi, namun sering kali terpinggirkan oleh sistem.
Fleksibilitas Status PPPK
Selain keadilan dalam seleksi, muncul juga aspirasi tentang fleksibilitas status kepegawaian. Beberapa guru menyatakan bersedia jika SK PPPK tidak langsung penuh waktu. Mereka rela bekerja dengan status paruh waktu asalkan tetap diakui sebagai PPPK. Bagi mereka, yang terpenting adalah adanya kesempatan setara untuk berpartisipasi dalam seleksi.
Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan guru bukan semata soal gaji besar, melainkan juga soal pengakuan negara atas pengabdian mereka di dunia pendidikan.
Komentar Omjay guru blogger Indonesia: Guru Harus Diperlakukan Adil
Menanggapi aspirasi para guru, Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Omjay), Guru Blogger Indonesia, menegaskan pentingnya keadilan dalam seleksi ASN.
"Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang setiap hari berjuang di ruang kelas. Jangan sampai perjuangan mereka dipandang sebelah mata hanya karena jalur PPG yang berbeda. Semua guru yang sudah bersertifikat seharusnya punya kesempatan sama untuk ikut seleksi PPPK. Pemerintah harus mendengar suara ini, sebab tanpa guru, tidak akan ada profesi lain di negeri ini," ujar Omjay.
Beliau juga menambahkan agar program Inpassing segera dihidupkan kembali.
"Inpassing adalah bentuk penghargaan kepada guru swasta yang sudah lama mengabdi. Jangan biarkan mereka terus hidup dalam kesenjangan. Jika kita ingin pendidikan maju, kesejahteraan guru harus jadi prioritas. Guru sejahtera, pendidikan pun akan bermutu," tambahnya.
Suara PGRI: Negara Harus Hadir untuk Semua Guru
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pun angkat bicara. Organisasi profesi guru terbesar di tanah air ini menekankan pentingnya pemerintah mendengar aspirasi dari semua lapisan guru, baik negeri maupun swasta.
Dalam berbagai kesempatan, PGRI selalu menegaskan bahwa guru swasta adalah bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Karena itu, hak-hak mereka tidak boleh diabaikan.
"Kami di PGRI terus memperjuangkan agar kesejahteraan guru swasta mendapat perhatian serius. Seleksi PPPK harus inklusif dan tidak diskriminatif. Pemerintah tidak boleh membeda-bedakan jalur PPG. Selain itu, kami mendesak agar program Inpassing dihidupkan kembali. Guru swasta sudah lama mengabdi, mereka juga layak disejahterakan," tegas pengurus PGRI.
Menatap Seleksi 2025 dengan Harapan Baru
Tahun 2025 menjadi momentum penting. Pemerintah dituntut hadir dengan kebijakan yang lebih manusiawi, adil, dan berpihak pada semua guru.
Tidak boleh lagi ada diskriminasi antara jalur PPG. Tidak boleh ada intimidasi terhadap guru swasta. Dan yang paling penting, program Inpassing perlu dihidupkan kembali agar kesenjangan kesejahteraan guru dapat diperkecil.
Guru adalah pilar pendidikan bangsa. Mereka berjuang di kelas setiap hari, mendidik generasi penerus tanpa kenal lelah. Sudah selayaknya negara memberikan ruang yang adil bagi mereka untuk memperjuangkan nasib.
Harapan besar kini tertuju pada pemerintah. Akankah suara para guru ini didengar? Ataukah mereka kembali hanya akan menjadi "pahlawan tanpa tanda jasa" yang selalu menunggu kebijakan yang tak kunjung berpihak? Mari kita tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay - Kakek Jay
Guru blogger Indonesia
Blog https://wijayalabs.com