Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Guru

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Omjay Blusukan Digital di Promosi OTN 2025

13 Oktober 2025   05:03 Diperbarui: 13 Oktober 2025   07:26 160 2 3

Logo otn/dokpri
Logo otn/dokpri

Om Jay Blusukan Digital. Sebuah cerita hunur eh humor menjelang pelaksanaan olimpiade TIK dan informatika nasional di ice BSD Serpong Tangerang pada 23-26 Oktober 2025. Pendaftaran OTN untuk siswa masih dibuka sampai 20 Oktober 2025.
Oleh: Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Om Jay), Sekjen IGTIK PGRI, Guru Blogger Indonesia, Pegiat Literasi Digital dan penyuka cerdas cermat informatika lomba otn 2024 lalu. Alhamdulillah SMP Labschool Jakarta juaranya.


Saat lagi menonton siaran ulang olimpiade tik nasional atau OTN ada telpon masuk.

"Om Jay, minggu depan bisa isi pelatihan di daerah terpencil ya. Tapi harap maklum, sinyal suka malu-malu... kadang muncul, kadang ngambek."

Saya pun mengangguk penuh semangat, padahal belum tanya di mana lokasinya. Begitu lihat alamat lengkapnya: "Dusun Cipatok Luhur, RT 03/RW 99, seberang kali, belok kiri ketemu pohon jambu, jalan dikit sampai."

Saya langsung cari Google Maps  dan yang malah menjawab: "Maaf, kami juga bingung."

Hari Pertama: Nyalain Laptop, Nyari Colokan
Begitu sampai di lokasi, sambutannya luar biasa. Anak-anak melambai, ayam berkotek, dan sapi menyapa dengan pandangan penuh selidik: "Ini orang kok bawa laptop ke kandang?"

Saya buka tas: laptop, proyektor, kabel HDMI, modem, mouse nirkabel, dan... nasi bungkus.
Karena saya tahu, colokan bisa dicari, tapi perut kalau lapar, seminar bisa bubar.

Masalah pertama muncul saat mau colokin proyektor. Ternyata, colokannya satu---dan itu pun sudah dipakai buat kipas angin. Akhirnya, pilihan hidup pun muncul:
Proyektor atau angin?
Karena suhu ruangan sudah mencapai level "sauna tropis", maka saya pilih: angin.

Saya pun mengganti presentasi dengan gaya orkestra. Slide diganti dengan gerakan tangan. Pointer diganti dengan ranting pohon. Hasilnya? Peserta tertawa semua, bukan karena materi saya lucu... tapi karena saya mirip dalang wayang yang lagi kesurupan WiFi!

Hari Kedua: Ketika AI Bertemu Ayam
Materi saya hari kedua adalah: "Pengantar Artificial Intelligence."
Saya buka dengan pertanyaan, "Siapa yang tahu AI itu apa?"
Seorang siswa angkat tangan dengan semangat:
"AI itu... Ayam India, Om!"

Saya pun ngakak. Tapi anak itu tidak salah sepenuhnya. Karena waktu saya googling "AI", yang muncul justru resep masakan Ayam India berempah kari.

Akhirnya, saya jelaskan bahwa AI adalah kecerdasan buatan. Tapi mereka lebih tertarik ketika saya tunjukkan robot bisa menggambar ayam. "Wah, canggih ya... Tapi Om Jay, bisa nggak robotnya bantu metik rambutan?"

Saya jawab, "Belum bisa... Tapi kalau dimodifikasi dengan tangan emak-emak, pasti bisa panen sambil ngedumel!"

Hari Ketiga: Coding Ala Kampung
Saya ajarkan coding sederhana. Anak-anak buka laptop. Tapi yang muncul bukan Python atau Scratch, melainkan... Free Fire dan Mobile Legends!

"Om Jay, codingnya pakai skin epic ya?"

Saya hanya bisa senyum: "Nak, mari kita pelajari dulu logika 'jika-maka'... bukan 'jika kalah, maka marah'."

Untung ada satu anak yang serius. Dia berhasil membuat program sederhana: kalau tombol diklik, muncullah kalimat, "Selamat datang di Dusun Cipatok Luhur!"
Saya terharu. Ini bukan sekadar coding, tapi cinta kampung halaman yang dituangkan dalam bahasa digital.

Hari Terakhir: Koneksi Hati, Bukan Sekadar WiFi
Meski sinyal suka ngambek dan modem lebih sering buffering daripada bekerja, saya merasa justru inilah esensi blusukan digital: mendekatkan teknologi dengan kearifan lokal.
Bukan memaksa kampung menjadi kota, tapi menjadikan teknologi sebagai jembatan untuk saling belajar.

Saya pun pamit. Anak-anak melambaikan tangan. Seorang nenek berkata, "Om Jay, kapan ke sini lagi? Tapi nanti bawa kipas sendiri ya, biar colokan bisa buat proyektor."

Saya tertawa sambil menjawab, "Siap, Nek. Lain kali Om Jay bawa panel surya dan colokan cadangan. Sekalian bawa sambal terasi digital!"

https://youtu.be/TERKZhPhIy8?si=xB3bQGLH3VRBQVqK: 

Tertawa Adalah Bahasa Universal

Blusukan digital bukan tentang hebat-hebatannya alat. Tapi tentang mendekatkan diri ke hati anak-anak bangsa, sambil tertawa bersama. Di tengah tawa, belajar jadi lebih ringan. Dan dari kelucuan, seringkali lahir kebijaksanaan.

Jadi kalau nanti Om Jay viral karena masuk kampung bawa laptop, modem, dan nasi bungkus, jangan heran ya. Karena di situlah letak perjuangan literasi: bukan hanya menghubungkan sinyal, tapi menyambungkan hati.

Ayi kita ramaikan ice BSD Serpong Tangerang tanggal 23-26 Oktober 2025 untuk mensukseskan olimpiade tik dan informatika nasional atau otn 2025 yang ketujuh.

Lomba otn 2025/dokpri
Lomba otn 2025/dokpri

Salam hangat dan tawa dari Om Jay, sang Blusukan Digital!

Kisah humor berikutnya:

Om Jay Blusukan Digital: Antara Sinyal Ngambek dan Laptop Ngadeprok
 Oleh: Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Om Jay)
Sekjen IGTIK PGRI | Guru Blogger Indonesia | Pegiat Literasi Digital

“Om Jay, minggu depan bisa isi pelatihan di daerah terpencil ya. Tapi harap maklum, sinyal suka malu-malu… kadang muncul, kadang ngambek.”

Saya jawab mantap, “Siap, saya berangkat!”
Padahal saya belum tanya, terpencilnya seberapa terpencil?

Begitu lihat alamatnya:

Dusun Cipatok Luhur, RT 03/RW 99, seberang kali, belok kiri ketemu pohon jambu, jalan dikit sampai.

Saya langsung buka Google Maps, dan yang muncul malah:

“Maaf, kami juga menyerah.”

---

🧳 Hari Pertama: Colokan Adalah Segalanya

Begitu sampai, suasana kampungnya adem, asri, dan aesthetic banget.
Anak-anak melambai, ayam berkokok, sapi menatap saya penuh tanda tanya:

 “Ini orang kok bawa laptop, bukan rumput?” 🐄💻

Saya buka tas: laptop, proyektor, kabel HDMI, modem, mouse, dan… nasi bungkus.
Karena pengalaman mengajarkan: colokan bisa dicari, tapi perut kalau kosong, seminar bisa chaos.

Masalah muncul saat mau nyolok proyektor.
Colokan cuma satu, dan itu pun dipakai kipas angin yang dari tadi setia berputar nyemangatin.
Akhirnya, saya harus memilih: proyektor atau angin.

Karena suhu ruangan sudah level “sauna tropis + bonus aroma peternakan”,
saya pilih: angin dulu, presentasi belakangan.
Akhirnya saya mengajar tanpa slide, tapi pakai gaya bebas:

Gerakan tangan jadi pointer,
Ranting pohon jadi alat bantu,
Dan ekspresi wajah jadi animasi 3D.

Peserta ketawa semua — bukan karena materinya lucu, tapi karena saya mirip dalang wayang yang tersesat sinyal. 😄

Hari Kedua: Ketika AI Bertemu Ayam

Materi hari kedua: “Pengantar Artificial Intelligence.”
Saya buka dengan penuh gaya:

“Siapa yang tahu apa itu AI?”

Seorang siswa angkat tangan dengan yakin, “AI itu... Ayam India, Om!” 🐓

Saya ngakak sampai modem jatuh.
Tapi setelah saya googling (pakai sinyal 1 bar), hasilnya malah resep kari Ayam India!
Anak itu ternyata visioner — cuma salah konteks, bukan salah konsep.

Saya jelaskan bahwa AI itu Artificial Intelligence, bukan Ayam India.
Tapi mereka baru semangat lagi waktu saya tunjukkan robot menggambar ayam.
Langsung ada yang nanya:

“Om Jay, bisa nggak robotnya bantu metik rambutan?”

Saya jawab:

“Belum bisa, Nak. Tapi kalau disambung sama tangan emak-emak, dijamin bisa metik sambil ngomel.”

Hari Ketiga: Coding vs Gaming

Hari ketiga, giliran saya ngajarin coding.
Begitu saya bilang, “Ayo buka laptop!”
Anak-anak langsung sigap… tapi yang muncul bukan Python atau Scratch,
melainkan Mobile Legends dan Free Fire! 🎮🔥

“Om Jay, coding-nya pakai skin epic, ya?”

Saya tarik napas panjang, lalu jawab:

“Nak, yang kita pelajari ini logika ‘jika–maka’, bukan ‘jika kalah–maka marah’.” 😄

Untung ada satu anak serius.
Dia bikin program sederhana:

 Saat tombol diklik, muncul tulisan “Selamat Datang di Dusun Cipatok Luhur!”

Saya tepuk bahunya dan berkata,

>“Kamu bukan cuma bikin kode, kamu bikin sejarah!”

Karena bagi saya, coding terbaik adalah ketika cinta kampung halaman diketik dengan jari sendiri. ❤️

Hari Keempat: WiFi Lemah, Tapi Koneksi Hati Kuat

Sinyal?
Kadang muncul, kadang hilang kayak mantan yang suka PHP.

Modem saya lebih sering buffering daripada bekerja,
tapi di situlah makna blusukan digital —
mendekatkan teknologi ke pelosok tanpa kehilangan rasa kemanusiaan.

Anak-anak belajar bukan hanya tentang internet, tapi tentang semangat.
Bukan hanya klik dan enter, tapi tentang berani mencoba meski tak semua tombol berfungsi.

Saat saya pamit, seorang nenek berkata,

“Om Jay, kapan ke sini lagi? Tapi nanti bawa kipas sendiri, ya. Biar colokan bisa buat proyektor.”

Saya jawab sambil tertawa,

“Siap, Nek! Lain kali Om Jay bawa panel surya, kipas portable, dan sambal terasi digital!”

Lomba otn masih dibuka pendaftaran/dokpri
Lomba otn masih dibuka pendaftaran/dokpri

Penutup: Tertawa Adalah Bahasa Universal

Blusukan digital bukan soal seberapa canggih alatnya,
tapi seberapa besar senyum dan tawa yang tersambung.

Di tengah sinyal yang tersendat,
ada semangat yang menyala.
Di antara tawa bocah dan lelahnya perjalanan,
saya belajar bahwa literasi digital bukan hanya urusan WiFi tapi urusan hati.

Jadi kalau nanti Om Jay viral karena masuk kampung bawa laptop, modem, dan nasi bungkus,
jangan kaget.
Karena di situlah perjuangan literasi sebenarnya:
menghubungkan yang tak tersambung, dengan tawa dan cinta.

Salam Blogger Persahabatan!
Omjay – Guru Blogger Indonesia
Blog: https://wijayalabs.com

Jadwal acara otn 2025/Indocomtech 
Jadwal acara otn 2025/Indocomtech 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2