Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Guru

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Air Mata Di Atas Huruf Braille

5 November 2025   13:41 Diperbarui: 5 November 2025   13:41 143 4 2

Di depan saya duduk sekitar dua puluh orang peserta. Ada yang mengidap skizofrenia afektif, ada yang berjuang melawan anxiety, ada yang pengidap bipolar, dan lebih dari lima orang adalah tunanetra. Namun wajah mereka tak menampakkan beban. Justru memancarkan ketenangan dan semangat yang tak bisa saya temukan di tempat lain.

Beberapa di antara mereka bahkan berprofesi sebagai pemusik, penyair, pembuat anime, hingga pengacara. Dunia mungkin melihat mereka sebagai "berbeda", tapi saya melihat mereka sebagai manusia-manusia luar biasa.

Menulis dengan Luka dan Cinta

Saya membuka sesi dengan kalimat yang selama ini menjadi pegangan saya dalam menulis:

"Tulisan yang bagus bukan lahir dari kepala, tapi dari hati."

Tulisan yang menyentuh bukan diukur dari seberapa indah kata-katanya, tetapi dari seberapa dalam ia menggugah rasa.
Tulisan yang abadi adalah tulisan yang berani menguliti luka, menelusuri kenangan, dan jujur pada emosi sendiri.

Saya lalu menjelaskan bahwa emosi adalah energi penggerak dalam menulis. Tanpa emosi, tulisan menjadi dingin dan tak bernyawa. Tapi ketika hati ikut bicara, setiap kata menjadi jendela menuju jiwa.

Setelah saya berbagi, giliran Kang Asep membimbing peserta untuk menyusuri alam bawah sadar (unconscious mind) mereka. Ia memandu mereka bernapas tenang, menutup mata, lalu membiarkan kenangan masa lalu datang perlahan.

Asep juga memperkenalkan konsep "anchor relax", tombol tenang yang bisa ditanamkan di tubuh kita. Dengan menekan titik itu, rasa damai bisa hadir kapan saja.

Ketika mereka menulis, suasana mendadak hening. Hanya terdengar suara pena yang menggores kertas, sesekali diselingi isak kecil.

Saya berjalan pelan di antara meja-meja, memperhatikan wajah-wajah yang larut dalam kenangan. Ada yang tersenyum, ada yang menunduk dengan mata basah, ada pula yang menatap kosong sambil tersenyum---mungkin baru saja berdamai dengan dirinya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6