Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Guru

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Air Mata Di Atas Huruf Braille Budiman Hakim yang Mengharukan dan Menyentuh Hati Pembaca

3 November 2025   13:22 Diperbarui: 3 November 2025   13:22 112 4 1

Saya terpaku. Ujung jarinya menari, seolah setiap sentuhan adalah kata, setiap titik adalah makna.
Seumur hidup, baru kali itu saya menyaksikan seseorang menulis dengan cara yang begitu hening namun penuh getar.

Saya sadar, Yadi tidak buta. Ia hanya melihat dengan cara yang berbeda --- bukan dengan mata, tapi dengan hati.
Ia menulis bukan dengan pandangan, melainkan dengan perasaan yang jernih.
Saat banyak orang dengan mata sehat kehilangan arah karena ego dan sibuk mengejar dunia, Yadi justru menulis dengan keikhlasan yang luar biasa.

Saya terharu, nyaris menangis di tempat.
Hari itu saya belajar, bahwa menulis bukan soal huruf yang terbaca, melainkan tentang keberanian untuk merasakan.

Kisah yang Menggetarkan Ruang

Sesi presentasi dimulai.
Suasana ruangan Museum HB Jassin berubah menjadi ruang penuh emosi.
Ada tawa yang pecah, tangis yang mengalir, dan suara-suara lembut yang menembus hati.

Seorang gadis remaja tunanetra membacakan puisinya menggunakan screen reader.
Nada suaranya tenang, tapi dalam. Puisinya tentang kehilangan dan penerimaan. Tentang takut, tapi juga tentang harapan.
Saya menatapnya dengan kagum. Mata saya berkaca-kaca.

Lalu Yadi maju ke depan. Dengan langkah pelan namun pasti, ia mulai berbicara.
Ia menceritakan bagaimana pada tahun 2003, dunia gelap total baginya. Ia kehilangan penglihatan karena penyakit yang tak bisa disembuhkan. Ia marah, ia kecewa, ia sempat ingin menyerah. Tapi waktu dan cinta keluarganya perlahan mengubah segalanya.

Suara Yadi bergetar namun tegas.

"Saya memang kehilangan mata, tapi saya menemukan hati. Saya tak bisa lagi melihat dunia, tapi saya bisa merasakannya."

Ruangan hening. Banyak yang menunduk, menahan air mata.
Saya tak kuasa lagi. Saya berdiri dan memeluk Yadi erat-erat.
Tangis saya pecah. Di pelukannya saya merasa kecil. Ia bukan sekadar peserta, ia guru kehidupan saya hari itu.

Menulis Adalah Penyembuhan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6