Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Guru

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Keteguhan Seorang Jokowi Sebagai Pemimpin Menghadapi Caci Maki Netizen di Media Sosial

20 November 2025   16:46 Diperbarui: 20 November 2025   16:46 162 1 1


Keteguhan Seorang Pemimpin: Belajar dari Cara Jokowi Menghadapi Caci Maki Publik di media sosial. Inilah kisah Omjay kali ini di kompasiana tercinta dan semoga kita dapat menghargai jasa presiden Jokowi sebagai mantan presiden Republik Indonesia.

Kegiatan pak Jokowi di Singapura/Herry Tjahyono
Kegiatan pak Jokowi di Singapura/Herry Tjahyono

Pagi ini linimasa media sosial kembali ramai oleh sebuah tulisan yang menyentuh dan menggugah pikiran. Sebuah refleksi dari Hery Tjahyono tentang bagaimana Presiden Joko Widodo---selama dua periode kepemimpinannya---menghadapi kritik, hinaan, dan serangan yang datang bertubi-tubi. 

Banyak yang menyebut tulisannya sebagai tamparan halus bagi masyarakat agar lebih jernih dalam menilai pemimpin dan lebih dewasa dalam menyampaikan pendapat.

Tulisan itu bukan sekadar pembelaan terhadap seorang tokoh, melainkan pengingat bahwa menjadi pemimpin di era digital bukan hanya soal visi dan kerja nyata, tetapi juga tentang kekuatan hati. 

Di tengah arus informasi yang bergerak cepat, setiap keputusan bisa dipelintir, setiap langkah bisa ditafsirkan ulang, dan setiap kebijakan rawan dihantam opini ekstrem.

Sebagai penulis dan pendidik, saya---Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd., atau biasa disapa Omjay---membaca tulisan itu dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, kagum atas keteguhan Jokowi. 

Di sisi lain, prihatin melihat bagaimana budaya berdiskusi kita semakin sering terperangkap pada ujaran bernada merendahkan, bukan kritik konstruktif.

Tulisan ini mencoba mengajak pembaca untuk merenung lebih dalam: mengapa seorang pemimpin tetap bertahan teguh meski dihina, dan apa makna keteguhan itu bagi kita sebagai bangsa?

Ketegaran Jokowi: Bekerja Dalam Sunyi, Diserang Dalam Ramai

Ada satu kutipan yang paling banyak dibagikan dari unggahan Hery Tjahyono:

"Saya dihina sehina-hinanya, saya direndahkan serendah-rendahnya. Tapi saya tidak akan berhenti bekerja. Karena saya percaya, rakyat bisa melihat dan merasakan apa yang saya lakukan."

Kalimat itu sederhana, tetapi getir. Kita mungkin lupa bahwa pemimpin juga manusia. Mereka punya keluarga, punya perasaan, punya batas kesabaran. Namun Jokowi tampaknya memilih untuk "tidak melawan dengan kata-kata", melainkan bekerja tanpa banyak bicara.

Bagi dunia pendidikan, contoh seperti ini sangat relevan. Seorang guru sering kali menghadapi kritik, tuntutan, bahkan kadang direndahkan. Tapi guru tetap mengajar, tetap membimbing, tetap menyalakan cahaya di kelasnya. Dalam konteks itulah kita bisa memahami bahwa keteguhan hati adalah salah satu kualitas moral paling penting yang bisa diteladani.

Komentar Omjay (Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd.) Ketua Umum KOGTIK

Sebagai Ketua Umum Komunitas Guru TIK dan Informatika (KOGTIK), saya melihat fenomena ini bukan hanya sebagai cerita tentang seorang presiden, melainkan potret dinamika sosial kita hari ini.

Saya berkomentar begini:

"Di era digital, fitnah bisa menyebar lebih cepat daripada fakta, dan hinaan bisa viral lebih mudah daripada prestasi. Namun saya selalu percaya, ketenangan dan konsistensi adalah senjata terbaik seorang pemimpin. Jokowi menunjukkan itu.

Para guru TIK dan Informatika setiap hari juga menghadapi dunia digital yang gaduh, penuh informasi palsu dan ujaran kebencian. Keteladanan Jokowi dalam menahan diri dan tetap bekerja adalah pelajaran moral penting bagi kita semua---bahwa integritas tidak perlu dibuktikan dengan berkelahi di media sosial, tetapi dengan karya nyata dan hati yang tenang."

pak Jokowi bersama Ceo Franklin Templeton/Herry Tjahyono
pak Jokowi bersama Ceo Franklin Templeton/Herry Tjahyono

Bagi saya, komentar ini penting ditegaskan karena para guru, khususnya yang berkecimpung di dunia literasi digital, sering kali menjadi benteng terakhir bagi anak-anak bangsa agar tidak ikut terseret dalam arus kebencian online.

Masyarakat Kita Butuh Keteladanan, Bukan Perang Kata

Kecenderungan sebagian masyarakat Indonesia yang mudah terprovokasi patut menjadi perhatian kita bersama. Kita sering melihat:

  • kritik berubah menjadi cemoohan,

  • diskusi berubah menjadi perdebatan penuh amarah,

  • perbedaan pendapat berubah menjadi permusuhan personal.

Padahal kritik yang sehat sangat dibutuhkan dalam demokrasi. Namun ketika kritik jatuh menjadi hinaan tanpa etika, kita kehilangan ruang dialog yang produktif.

Jokowi memilih diam bukan karena lemah, tetapi karena paham: perang kata tidak pernah memenangkan siapa pun. Yang menang hanyalah waktu dan pembuktian.

Ini pelajaran bagi kita semua: ketika emosi menguasai, akal sehat pergi. Dan bangsa yang kehilangan akal sehatnya akan mudah dipecah belah oleh isu-isu dangkal.

Pak Jokowi ke Singapura/Herry Tjahyono
Pak Jokowi ke Singapura/Herry Tjahyono

Belajar Memanusiakan Pemimpin

Tulisan ini bukan ajakan memuja siapa pun. Bukan pula pembelaan buta. Tetapi ajakan sederhana: marilah kita memanusiakan pemimpin.

Karena pemimpin, seperti halnya guru, orang tua, atau siapa saja yang bekerja untuk kepentingan publik, tetaplah manusia. Mereka punya beban yang tidak selalu terlihat.

Jika kita ingin bangsa ini maju:

  • berikan kritik yang jujur dan membangun,

  • bukan cemoohan yang merendahkan martabat orang lain.

Setiap kata yang kita ucapkan di dunia digital adalah cerminan dari kualitas hati kita.

Penutup: Keteguhan Adalah Cahaya

Ada satu hal yang layak kita renungkan:
Pemimpin besar sering kali diuji bukan oleh kekurangan orang lain, tetapi oleh keteguhan dirinya sendiri.

Jokowi telah menunjukkan itu.
Dan kita pun bisa belajar melakukan hal yang sama dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai guru, sebagai orang tua, sebagai warga negara---marilah kita belajar menjadi pribadi yang lebih teduh, lebih dewasa, dan lebih bijaksana. Dunia digital sudah cukup gaduh; tugas kita adalah menghadirkan kedamaian.

Semoga tulisan ini bisa membuka ruang refleksi dan memperkaya cara pandang kita terhadap makna kepemimpinan di era penuh dinamika informasi.

Salam Blogger Persahabatan

Omjay/Kakek Jay

Guru Blogger Indonesia

Blog https://wijayalabs.com

Omjay Guru Blogger Indonesia/dokpri
Omjay Guru Blogger Indonesia/dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5