Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Guru

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Dimana Ada Guru Disitulah Ada PGRI yang Siap Membantu

3 Desember 2025   10:47 Diperbarui: 3 Desember 2025   10:47 135 0 0

Seragam pgri/asep wahyudin
Seragam pgri/asep wahyudin

Info pgri di hut pgri ke-80 dan dimana ada guru disitulah ada guru pgri yang siap membantu. Inilah kisah omjay kali ini dikompasiana tercinta.

Di Mana Ada Guru, Di Situ Ada PGRI yang Siap Membantu

Ada ungkapan yang tak pernah lekang di dunia pendidikan Indonesia: "Di mana ada guru, di situ ada PGRI." Ungkapan ini bukan sekadar kalimat manis, tetapi sebuah realitas yang hidup dalam denyut perjuangan para pendidik sejak 25 November 1945. PGRI bukan hanya organisasi profesi, tetapi rumah tempat guru mengadu, berkumpul, dan dilindungi ketika menghadapi berbagai tantangan di lapangan.

Di setiap daerah, dalam berbagai keadaan, PGRI selalu hadir untuk memastikan bahwa guru tidak pernah berjalan sendirian. Ketika guru mengajar di desa terpencil, PGRI ada. Ketika ada pendidik yang tersandung masalah hukum, PGRI turun tangan. Ketika guru menjadi korban kekerasan atau fitnah, PGRI berdiri paling depan memberikan perlindungan. Itulah makna sejati dari PGRI bagi para pendidik: kehadiran yang nyata, bukan sekadar organisasi struktural.

Guru Mengajar, PGRI Mengawal

Setiap hari ribuan guru di Indonesia menunaikan tugas mulia mencerdaskan bangsa. Ada yang mengajar dengan sarana terbatas, ada yang menembus medan berat, dan ada pula yang tetap bertahan meski gaji belum memadai. Di tengah perjuangan itu, PGRI menjadi pelindung yang memastikan guru dihormati, dihargai, dan dilindungi.

Bahkan dalam situasi paling sulit, PGRI hadir untuk mengawal martabat profesi guru. Banyak kasus guru dikeroyok, diintimidasi, atau dituduh tanpa dasar yang jelas. Dalam situasi seperti itu PGRI bukan hanya hadir, tetapi bersuara lantang.

Seperti kata Omjay (Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd)---Guru Blogger Indonesia yang aktif memperjuangkan marwah pendidik:

> "Jika guru disakiti, itu artinya masa depan bangsa disakiti. Maka PGRI wajib hadir sebagai benteng yang menjaga kehormatan pendidikan. Dimanapun ada guru yang teraniaya atau diperlakukan tidak adil, di situ PGRI harus berdiri paling depan."

Omjay menegaskan bahwa guru tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri. Guru adalah cahaya di ruang kelas, dan PGRI adalah penjaga cahaya itu agar tidak padam.

Solidaritas dari Sabang sampai Merauke

Solidaritas adalah identitas PGRI. Dari Aceh hingga Papua, ketika satu guru mengalami masalah, seluruh keluarga besar PGRI merasakannya. PGRI bergerak tak hanya secara hukum, tetapi juga secara moral, sosial, dan psikologis.

Ketua Umum PB PGRI, Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd, dalam banyak kesempatan selalu menyampaikan pesan tegas:

> "PGRI akan selalu berdiri di depan untuk melindungi guru. Negara tidak boleh membiarkan pendidik menjadi korban kekerasan, fitnah, dan perlakuan sewenang-wenang. Guru adalah pilar peradaban. Menyakiti guru sama saja meruntuhkan nilai kemanusiaan."

Beliau selalu menegaskan bahwa PGRI bukan organisasi biasa, tetapi organisasi perjuangan. Guru adalah pusatnya, dan kehormatan profesi adalah komitmennya.

Ketika kasus-kasus kekerasan terhadap guru mencuat, PB PGRI selalu bereaksi cepat. Pendampingan hukum diberikan, dialog dengan pemerintah dilakukan, dan penguatan psikologis disalurkan. Semua itu adalah bukti nyata bahwa PGRI bekerja bukan untuk simbol, tetapi untuk kemanusiaan.

PGRI sebagai Rumah Besar Para Pendidik

Kekuatan PGRI tidak terletak pada struktur organisasinya, tetapi pada kenyataan bahwa organisasi ini benar-benar menjadi rumah besar bagi para pendidik. Rumah tempat guru bertanya, belajar, bertumbuh, dan merasa aman.

Melalui berbagai kegiatan seperti webinar, seminar nasional, bimtek, lomba karya ilmiah, dan pelatihan teknologi berbasis AI, PGRI menyediakan wadah bagi guru untuk meningkatkan kualitas diri. Di sini para guru bertemu, saling menguatkan, dan saling mendorong untuk mencapai standar profesional yang lebih baik.

Seperti yang sering dikatakan Omjay dalam berbagai kegiatan literasi:

> "Guru yang hebat tidak lahir sendirian. Ia lahir dari ekosistem belajar yang kolaboratif. PGRI menyediakan ekosistem itu."

Dan itu benar. PGRI membuka ruang luas bagi guru untuk berkarya, berbicara, belajar teknologi baru, berbagi pengalaman, dan memperkuat jejaring antarpendidik.

Peran PGRI di Era Digital dan AI

Di era kecerdasan buatan, guru menghadapi tantangan baru: bagaimana menguasai teknologi tanpa kehilangan nilai kemanusiaan. PGRI hadir mendampingi guru menghadapi era baru ini melalui pelatihan, pendampingan digital, hingga penguatan literasi informasi.

Ketua Umum PB PGRI, Prof. Unifah Rosyidi, selalu menekankan bahwa teknologi harus menjadi alat, bukan ancaman. Beliau berkata:

> "Teknologi berkembang, AI berkembang, tetapi nilai kehangatan manusia yang dibawa guru tidak akan terganti. PGRI mengajak guru untuk siap menyongsong masa depan tanpa kehilangan jati diri pendidik."

PGRI memastikan bahwa guru tetap menjadi sumber karakter, nilai moral, dan inspirasi bagi generasi muda.

Menjaga Rasa Aman Guru: Tugas Utama PGRI

Guru yang aman adalah guru yang mampu mengajar dengan sepenuh hati. Masalahnya, tidak sedikit guru yang merasa takut, cemas, atau tidak dilindungi ketika menjalankan tugas. Kasus intimidasi, kekerasan, dan laporan sepihak masih sering terjadi.

Itulah sebabnya PGRI terus memperjuangkan hadirnya perlindungan hukum yang lebih kuat bagi guru. Bukan untuk membuat guru kebal kesalahan, tetapi untuk memastikan bahwa pendidik diperlakukan secara adil.

Prof. Unifah Rosyidi menegaskan:

"Guru tidak boleh dijadikan sasaran pelampiasan. Jika ada masalah, mari duduk bersama, bukan melakukan kekerasan atau fitnah. PGRI akan selalu membela guru yang benar."

Kata-kata itu menjadi peneguh bahwa PGRI merupakan tameng bagi guru yang sedang menghadapi situasi sulit.

Penutup: Guru dan PGRI, Dua Jiwa dalam Satu Perjuangan

Pada akhirnya, kalimat "Di mana ada guru, di situ ada PGRI" adalah kenyataan sejarah dan kenyataan masa kini. Guru dan PGRI adalah dua jiwa dalam satu perjuangan: mencerdaskan kehidupan bangsa.

Seperti kata Omjay:

> "Selama guru masih berdiri di depan kelas, PGRI harus terus berdiri di belakang mereka."

Dan seperti pesan Prof. Unifah Rosyidi:

 "PGRI akan terus menjadi rumah yang aman, hangat, dan kuat bagi seluruh guru Indonesia."

Selama guru ada, PGRI akan tetap hadir --- menjaga, mendampingi, dan memperjuangkan martabat profesi pendidik Indonesia.

Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Blog https://wijayalabs.com