Sustainable lifestyle learner | Book sniffer | another me : irerosana.com | email : irerosana@gmail.com
Di suatu pagi, Partner in crime saya tiba-tiba ingin makan ayam Palekko khas Makassar. Saya bingung, jangankan tahu resepnya, istilah "ayam palekko" saja baru saya dengar pagi itu.
Rupanya bolak balik dinas ke Makassar membuatnya mulai merindukan aneka kuliner di sana. Tanpa berpikir panjang, saya pun langsung mengadu kepada Mbah google. Tak hanya aplikasi masakan saya juga streaming untuk mencari tahu cara memasak kuliner khas Bugis tersebut.
Ternyata ayam Palekko ini juga dikenal dengan nama Nasu Palekko yang bahan baku aslinya adalah itik. Kata Palekko sendiri berasal dari Bahasa Bugis yang artinya kuali tanah sementara Nasu artinya masak, sehingga Nasu Palekko bisa diartikan memasak dengan kuali tanah.
Tapi tentu saja kali ini saya memasak tidak menggunakan itik tapi ayam biasa serta tidak menggunakan kuali tanah tapi wajan biasa layaknya resep-resep ayam palekko rumahan yang ada di cookpad.
Melihat dari komposisi bumbu yang diperlukan, rupanya ayam Palekko ini kaya sekali dengan bumbu-rempah. Bisa dibayangkan, untuk memasak 1 ekor ayam kita perlu kurang lebih 10 siung bawang merah, 8 siung bawang putih serta 6 batang serai. Belum lagi tambahan bumbu seperti lengkuas, jahe, merica serta asam jawa yang mana semakin memperkaya aroma serta rasanya.
Cara memasaknya sendiri tak begitu sulit. Pertama, ayam yang dicuci bersih dan dipotong-potong dilumuri dengan air asam jawa. Setelahnya beberapa resep menganjurkan untuk didiamkan selama 15 menit tapi ada juga yang menganjurkan untuk dimasak terlebih dahulu dengan api kecil. Saya pun mengikuti cara yang ke dua.
Cara memasak boleh berbeda tapi pasti ada ciri khas yang sama dan bisa jadi panduan seperti penggunaan asam, serai dalam jumlah yang lumayan banyak, lengkuas yang dihaluskan serta pemakaian cabe yang banyak. Tak heran jika rasanya selain beraroma rempah juga sangat pedas.
Alhamdulillah, suami bilang hasilnya cukup menghibur dan tidak terlalu mengecewakan. Tentu saja saya tidak cuma-cuma memasaknya alias dengan catatan kelak saya diajak pula ke Makassar atau ke daerah lain agar lidah saya peka terhadap berbagai kuliner nusantara, hehe.
Bisa menguasai aneka kuliner nusantara pastinya menjadi kebanggaan tersendiri tapi, untuk itu lidah juga perlu diasah secara terus menerus agar memiliki tingkat kepekaan rasa yang baik. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan sering mengecap dan membandingkan antara masakan yang satu dengan yang lain secara langsung.
Semakin sering diasah akan semakin peka. Sayangnya tidak semua orang beruntung dan punya kesempatan untuk menjajaki daerah di Indonesia satu per satu dan mencicipi kulinernya.
Memang ada banyak masakan Indonesia yang sudah tersebar di mana-mana tanpa harus mendatangi tempat asalnya seperti contohnya masakan padang, tapi rupanya masih banyak menu nusantara lain yang tak kalah enak tapi tidak sepopuler masakan padang. Kalaupun ada di berapa titik tempat rasanya tentu berbeda jika dibandingkan dengan mencicipinya langsung di daerah asalnya, kan?