agus hendrawan
agus hendrawan Guru

Guru di SMAN 9 Kota Bekasi yang tertarik menulis di Kompasiana. Penulis reflektif, dan pengamat kehidupan sosial sehari-hari. Menulis bagi saya adalah cara merekam jejak, menjaga kenangan, sekaligus mengolah ulang pengalaman menjadi gagasan yang lebih jernih. Saya tumbuh dari kisah pasar tradisional, sawah, dan gunung yang menjadi latar masa kecil di Cisalak-Subang. Kini, keseharian sebagai guru membuat saya dekat dengan cerita murid, dunia pendidikan, serta perubahan sosial yang terjadi di sekitar kita. Di Kompasiana, saya banyak menulis tentang: pendidikan yang manusiawi, dinamika sosial budaya, kenangan kecil yang membentuk cara pandang, serta fenomena keseharian seperti kafe, pasar, hujan, dan keluarga. Saya punya prinsip tulisan yang baik bukan hanya menyampaikan pendapat, tetapi juga mengajak pembaca berhenti sejenak untuk merenung, tersenyum, atau tergerak untuk berubah.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Waglo Sanghyang Tikoro

20 Juli 2024   02:17 Diperbarui: 20 Juli 2024   08:40 1439 12 7


Pendahuluan

dokpri
dokpri

Sebenarnya tempat ini masih belum layak dikatakan sebagai desa wisata meski di awal pembangunannya dirintis ke arah sana, "Waglo Sanghyang Tikoro" tertletak di desa Sukakerti, Desa dan Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang, Jawa Barat.




Waglo sendiri adalah singkatan dari Wahana Global, karena tempat ini menyediakan berbagai wahana pendidikan seperti tempat kamping, berenang, arena permainan tradisional, plying fox, dan lain-lain.

Sejarah Legenda Rakyat Setempat

Sedangkan Sanghyang Tikoro adalah sebuah cerita legenda yang berkembang di desa kami karena tempat ini menyerupai Sanghyang Tikoro yang sebenarnya ada di wilayah Rajamandala Bandung Barat yang kini sudah menjadi danau buatan (bendungan Saguling).

Tikoro (bahasa Sunda) dalam bahasa Indonesia berati kerongkongan, Sanghyang bisa diartikan sebagai dewa. Ini mengacu pada sebuah lubang air besar yang menembus dasar gunung yang terbentuk dari letusan gunung Tangkuban Perahu pada masa purba.

Desa kami sendiri awalnya adalah sebuah danau pada tahun 50an, kemudian pemerintah memutuskan untuk menjebolnya melalui pembangunan sebuah jembatan dan menguras seisi danau sehingga kini menjadi area pesawahan yang dikenal dengan Sawah Situ.

Sawah situ menyerupai Sanghyang Tikoro karena kalau tanggul jembatan yang dijebol dahulu kami tutup kembali maka daerah Sawah Situ dan beberapa kampung yang berada disekitarnya akan kembali terendam dan menjadi sebuah danau seperti dulu.

Sawah situ sendiri kini menjadi area pesawahan yang subur dengan beberapa kampung disekitarnya, Waglo Sanghyang Tikoro kami bangun dihulu sungai kecilnya sehingga mata air dengan mudah didapatkan disini.

Kendala

Sebetulnya konsep pembangunannya sudah kami rancang sedemikian rupa untuk menjadi desa wisata yang ideal, tapi faktor  biaya dan lain hal membuat tempat ini hanya cocok sebagai tempat pertemuan keluarga dalam skala kecil.

kesimpulan

Kini Waglo Sanghyang Tikoro hanya kami jadikan sebagai tempat perkumpulan keluarga seperti perayaan Iedul Adha kemarin atau tempat pelarian kami disaat merasa jenuh dari hiruk-pikuknya kota. 

Tapi,  tidak menutup kemungkinan seandainya ada Pemirsa yang berminat berkunjung dan menikmati suasananya kami terima dengan tangan terbuka.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2