Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family
Di balik deretan angka dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terdapat proses administratif yang tak kalah penting dari penyusunan dan pelaksanaannya.
Salah satu proses krusial yang jarang mendapat sorotan publik adalah tahapan pengujian dan pembayaran tagihan atas beban APBN. Di sinilah integritas keuangan negara diperlukan.
Tanpa mekanisme yang transparan dan akuntabel, belanja negara akan rawan disusupi praktik moral hazard, bahkan korupsi.
Pengujian dan pembayaran tagihan bukan sekadar aktivitas teknis administratif. Ia adalah benteng terakhir sebelum uang rakyat benar-benar berpindah dari kas negara ke pihak ketiga atau rekanan.
Dengan demikian, penguatan literasi publik terhadap proses ini menjadi keharusan, bukan pilihan.
Mengapa Pengujian Itu Penting?
Pasal 18 dan Pasal 21 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara secara eksplisit menegaskan bahwa Bendahara Pengeluaran memiliki tanggung jawab hukum untuk melakukan pengujian dan pembayaran tagihan yang menjadi kewenangannya. Ini artinya, setiap rupiah yang dikeluarkan dari APBN harus melalui proses verifikasi berlapis.
Pengujian dilakukan melalui tiga pendekatan hukum dan akuntabilitas:
Wetmatigheid – legalitas tagihan, apakah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
Rechmatigheid – keabsahan pihak yang mengajukan tagihan;
Doelmatigheid – kesesuaian output kegiatan dengan target yang tercantum dalam DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran).
Tiga konsep ini menegaskan bahwa pengeluaran negara bukan hanya soal teknis pembayaran, tapi tentang efektivitas, efisiensi, dan kepatuhan terhadap hukum. Di sinilah wajah integritas anggaran dipertontonkan secara nyata.
Prosedur yang Tertib dan Tersistem
Setiap tagihan atas beban APBN hanya bisa dibayar jika telah memenuhi syarat administrasi dan substantif, mulai dari dokumen kontrak, Surat Perintah Kerja (SPK), berita acara penyelesaian pekerjaan, hingga kuitansi sah. Semua itu diverifikasi terlebih dahulu oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), lalu diajukan kepada Bendahara Pengeluaran untuk diuji kembali sebelum dilakukan pembayaran.
Jika menggunakan mekanisme Uang Persediaan (UP), bendahara melakukan pengujian terhadap Surat Permintaan Pembayaran (SPBy) dari PPK. Sedangkan untuk tagihan yang besar dan langsung dibayar ke rekening pihak ketiga, mekanisme yang digunakan adalah Pembayaran Langsung (LS) melalui penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN.
Rantai birokrasi ini memang panjang, namun dibutuhkan demi menjamin tidak ada pengeluaran negara yang lepas dari prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ini adalah pengingat bahwa pengelolaan APBN bukan hanya domain teknokratik, melainkan wujud nyata dari good governance.
Masyarakat Perlu Tahu
Sayangnya, hingga kini, masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana uang negara dibelanjakan dan bagaimana proses verifikasi atas tagihan dilakukan. Hal ini kadang-kadang membuka celah bagi kecurigaan publik, bahkan persepsi bahwa uang negara mudah dicairkan tanpa prosedur yang ketat.
Mengedukasi masyarakat tentang proses pengujian dan pembayaran tagihan adalah bagian dari membangun budaya literasi fiskal. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan anggaran perlu tahu bahwa belanja negara tidak serta-merta dibayarkan begitu saja, tetapi melalui tahapan yang diawasi dan dapat diaudit.
Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap APBN akan meningkat. Bukan hanya percaya bahwa anggarannya tersusun baik, tetapi juga yakin bahwa pelaksanaannya terkawal dengan benar.
Menatap Masa Depan: Digitalisasi dan Integrasi
Kementerian Keuangan terus berinovasi melalui sistem digitalisasi pengelolaan keuangan negara, seperti SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara) danSAKTI. Transformasi ini menegaskan komitmen pemerintah dalam membangun sistem yang transparan, terintegrasi, dan bebas intervensi.
Namun digitalisasi bukanlah jawaban tunggal. Kunci utamanya tetap ada pada manusia: pada integritas pejabat anggaran, akurasi dokumen pengadaan, dan tanggung jawab penuh dari setiap pemangku kepentingan yang terlibat dalam belanja negara.
Saatnya Transparansi Menjadi Kultur
Jika kita menginginkan APBN yang benar-benar pro rakyat dan berdampak nyata, maka transparansi dalam setiap rupiahnya menjadi syarat mutlak. Proses pengujian dan pembayaran tagihan bukan semata soal prosedur, melainkan cerminan dari etika pengelolaan uang negara.
Sudah saatnya kita semua, sebagai warga negara, memahami bahwa APBN bukan hanya milik teknokrat di Kementerian Keuangan, tapi milik kita semua. Dan dengan memahami proses pengujiannya, kita ikut menjaga marwah dan martabat uang rakyat.