Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Administrasi

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Asyiknya Becak-becakan dengan Suami di Jerman

23 Juli 2020   23:14 Diperbarui: 23 Juli 2020   23:04 709 15 8

Zaman saya masih kecil, saya sering naik becak. Misalnya ketika diajak ibu dan almarhum bapak jalan-jalan atau pergi ke pasar. Kangen sekali masa-masa indah yang tak terlupakan itu. Saya kangen bapak. Hiks.

Naik becak kala itu? Seru, lho, bertumpukan duduk di bangku becak. Abang becak mengayuh dengan semangat 45. Berharap rezeki yang cukup untuk mengepulkan asap tungku di dapur rumah.

Ya. Angin begitu semilir menampar pipi dan membuang rambut ke segala penjuru tapi tetap kembali ke akarnya.

Becak memang dikatakan sebagai alat transportasi yang ramah lingkungan karena bahan bakarnya adalah nasi atau makanan pokok lainnya di tanah air. Modalnya hanya kaki nggenjot pedal.

Sayangnya, karena dianggap sebagai eksploitasi manusia terhadap manusia lainnya, serta dituding sebagai penyebab kecelakaan di jalanan sebab keretanya lamban berjalan, operasi becak mulai dilarang.  Di Jakarta, misalnya pada tahun 1980 an.

Di daerah pedesaan atau di Semarang tempat saya tinggal, alat beroda tiga ini sudah mulai kalah dengan angkota lain. Sangat sulit untuk menemukannya. Sekali ketemu langsung deh, naik. Ada segelintir yang sudah dimodifikasi dengan motor. Menambah polusi, ya.

Habisnya, kasihan melihat para abang becak menunggu dengan sabar di bawah terik matahari seharian tapi pelanggan tak kunjung tiba. Doa saya semoga banyak rejeki, sehat, bahagia dan panjang umur.

Kompasianer, terakhir kali saya naik becak di Indonesia adalah di Makassar. Dengan bentor alias becak motor, kami berempat pulang dari makan malam ke tempat penginapan. Murah, cuma Rp 25.000,00 selama 10 menit.


Terakhir kali naik becak di Jerman adalah minggu lalu. Lho, kok bisa?

Iya karena sebelum kami mengadakan pameran tentang Indonesia selama sebulan di Museum Seitingen-Oberflacht, Jerman, suami saya membelikan saya becak asli Semarang. Becak biru bertuliskan "Satu hati, Kodya Dati II Smg" itu dibeli dari orang Jerman yang pernah pergi ke Semarang dan membelinya sebagai oleh-oleh, dipajang di toko sepedanya. Ketika meninggal, ia mewariskan pada sang anak tapi anak tidak mau dan dijual kepada kami. Kondisinya tip-top seperti baru!

Beruntung sekali harganya bagus, 500 euro atau Rp 8juta. Padahal biasanya sekali ada di penjualan online, harganya ribuan euro. Konon, karena sudah 10 tahun nggak ada yang beli, becak dijual segitu saja.

Becak berhasil menarik perhatian para pengunjung dalam pameran. Mulai dari tamu lokal sampai tamu dari KJRI Frankfurt dan KBRI Berlin sudah mencoba naik di dalamnya.

Nah, bagaimana serunya kami becak-becakan? Abang becaknya orang Jerman, makannya roti sama keju. Kadang kalau saya lagi gemes, saya masakin oseng-oseng pedes isi pare sama tempe supaya becak larinya kencang. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2