Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.
Sumber: https://www.youtube.com/@gnafanu
Petani itu menjadi bos untuk diri sendiri. Tidak diperintah oleh orang lain karena petani menjadi manajer sekaligus pekerja di lahan yang ia miliki.
Jika dulu ada semboyan bahwa petani harus bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka semboyan tersebut kini harusnya berubah menjadi bekerja cerdas.
Bekerja secara cerdas dapat menghasilkan output yang besar. Tentunya, petani juga perlu membuat perencanaan, lalu konsisten untuk menjalankan apa yang telah direncanakan, dan melakukan evaluasi terhadap kegiatan pertanian yang dilaksanakan.
Dalam kaitan dengan manajemen kebun, kali ini kita bersama rekan petani ngebolang ke kebun kopi sambil mendiskusikan good agricultural practices (GAP) dan manajemen kebun kopi, di salah satu kebun petani di Gunung Katun, WayKanan.
Mumpung petani sudah mulai panen kopi dengan perkiraan panen raya terjadi pada bulan Juni dan Juli 2025, kali ini kegiatan Sekolah Petani Lapangan difokuskan pada panen dan perlakuan pasca panen kopi.
Ada beberapa hal penting yang didiskusikan petani dalam kegiatan Farmer Field School (FFS ) terkait persiapan panen, panen, dan perlakukan pasca panen kopi.
Petani telah mampu mengungkapkan apa saja yang harus dipersiapkan sebelum panen kopi di kebun. Setidaknya, petani sudah memahami 4 hal berikut.
1. Identifikasi kematangan buah
Panen kopi harus dilakukan ketika buah kopi sudah matang, ditandai dengan warna buah yang berubah menjadi merah cerah atau kuning.
Petani sudah memahami bahwa memanen buah yang tepat akan meningkatkan kualitas biji kopi sehingga harga jualnya pun lebih tinggi.