Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331
"Program sampah menjadi sampah di Kilometer Nol, pada Kantor Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebuah Instalasi Pengolahan Sampah Kawasan (IPSK) menjadi macet karena tidak ikuti UU No. 18.Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, padahal penulis sudah berikan petunjuk melalui proposal pada Biro Umum KLHK, (2016)."
Hari ini, Jumat (14/10) Ada meeting di Kantor Sekolah Sampah Nusantara (SSN), yang berada di Gedung Kantor Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), di Manggala Wanabakti, Slipi Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Sempat penulis survey TPST KLHK yang ada dalam area Kantor Menteri LHK tersebut, ternyata sejak 2016-2017 dibangun sarana dan prasarana olah sampah organik di TPST ini, alatnya masih baru sampai sekarang alias mangkrak.
Baca juga: Meluruskan Arah Bank Sampah sebagai Perekayasa Sosial dan Bisnis
Artinya sapras olah sampah organik itu hanya seperti pajangan saja. Sayang sekali, namun penulis harap Menteri LHK cq: Dirjen PSLB KLHK Ibu Rosa Vivin Ratnawati, sedapatnya melakukan revitalisasi agar jangan mangkrak seperti sekarang itu.
Ayo mari kita ikuti regulasi UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, serta PP No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Regulasi mutlak dan absolut diikuti oleh stakeholder, khususnya pejabat elit KLHK di Kilometer Nol.
Baca juga: Bank Sampah, EPR, dan Kantong Plastik Berbayar
Pertanyaannya kenapa tidak digunakan? Penulis sebenarnya yang seharusnya mendampingi TPST itu, sejak awal sampai beroperasi. Karena memang konsep dan ide awal teknologi itu datang dari penulis, atas permintaan Biro Umum KLHK pada ahir 2016.
Ide dasar dan konsep serta pilihan teknologi Green Phosko itu dari penulis ke Biro Umum KLHK. Tapi dalam perjalanannya, terjadi wanprestasi dan jalan sendiri.
Baca juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia
Nah itulah resikonya, bila ikuti teknologi yang tanpa menjalankan arah sesuai suprastruktur yang penulis rekomendasi. Ahirnya mangkrak sampai sekarang dari tahun 2017-2022.
Baca juga: "Human Error Birokrasi" Penyebab Darurat Sampah Indonesia
Nah, coba bayangkan cara kerja KLHK, di Kantor Menteri LHK saja, yang bisa disebut kilometer nol atau pusat kendali pengelolaan sampah di Indonesia tidak beres, apalagi di Papua, Aceh, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan lainnya. Dipastiksn juga pasti macet dan stag.
Baca juga: Menjawab WALHI Cs: Solusi Sampah Bukan Melarang Plastik Sekali Pakai dan Kemasan Sachet, Tapi EPR?
Solusi
Kunci utama pengelolaan sampah adalah kepemilikan dalam satu kawasan, harus ada lembaga sosial yang menjadi payung bersama dalam rekayasa sosial dan ada lembaga ekonomi sebagai rekayasa teknologi, manajemen, pasar dan lainnya.
Ayo Bu Rosa, mari kita bersama aktifkan IPSK tersebut, jangan sampai keluar dari azas manfaatnya. Ini bisa jadi temuan penelusuran masalah bila aparat penegak hukum masuk memantau dan menemukan masalah alat mangkrak ini.
Baca juga: Apa Kabar Peta Jalan Pengurangan Sampah Plastik Produsen?
Diperkirakan bahwa IPSK itu mungkin harus kembali ke pemilik ide atau gagasan bila ingin beraktifitas, kami siap bantu Bu Dirjen, agar bisa berhasil guna menjadi tempat percontohan pengelolaan sampah untuk Indonesia, disiapkan saja timnya, nanti kami advis dan dampingi sampai produksi normal sesuai peruntukan sapras.
Gratis untuk rakyat, bangsa dan negara, guna mengaktifkan sapras yang sangat bagus itu. Karena teknologinya menjadi pilihan dan rekomendasi penulis. Jangan biarkan mangkrak, sayang. Nanti jadi temuan aparat hukum, KPK, Polisi, Jaksa.
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 18 Oktober 2022