Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com
Saya memutuskan untuk menyeberang jalan yang berada di sisi jembatan yang dekat dengan waduk. Di sini, mulai ada beberapa pengunjung yang berhenti untuk duduk-duduk sambil berfoto. Ada pengunjung yang berasal dari Blitar dan ada yang dari Malang. Itu terlihat dari nomor plat motor mereka. Ada yang yang plat motornya AG dan ada yang N. Tak hanya itu, dari logat bicara saja, sudah ketahuan mana yang berasal dari Blitar dan mana yang berasal dari Malang.
Mereka yang berasal dari Blitar akan berbicara dengan logat Mataraman yang kental. Seperti piye, kowe, dan sebagainya. Sementara mereka yang berasal dari Malang akan terlihat jelas dari logat Kawasan Arek seperti kata koen, yokopo, dan lain sebagainya. Unik juga mendengar dua logat bahasa itu berkumpul di Jembatan Lahor ini.
Walau sekolah sudah masuk dengan pembelajaran online, tetapi ternyata masih bisa disambi ya dengan jalan-jalan. Entah kapan ini bisa terus berlangsung yang pasti sekarang anak-anak masih bisa bersekolah sembari berekreasi ke waduk, mall, pasar, atau pun tempat olahraga. Yang penting bukan ke sekolah ya.
Sayangnya, hampir 90 persen fasilitas umum tersebut tutup. Tidak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali. Sebuah hotel yang cukup besar pun terlihat mangkrak. Wabah covid-19 benar-benar memukul dunia pariwisata.
Terlebih, di Bendungan Lahor ini yang menjadi pintu gerbang dari dua kota. Mau tak mau akan pengecekan di tiap sisi gerbangnya. Walau PSBB sudah dilonggarkan, tetap saja ada petugas, baik dari Pemkab Malang atau pun Pemkab Blitar yang berjaga.
Mereka menanyakan tujuan pengendara, apakah akan berwisata ke waduk atau hanya lewat saja. Meski banyak penglaju yang kurang nyaman, ini tentu untuk kebaikan bersama. Mengingat, penularan wabah covid-19 masih tinggi.
Saya tidak tahu kapan wisata di Bendungan Lahor ini akan normal kembali. Memang akan sangat lama tetapi akan ada saja penglaju dari Malang dan Blitar yang singgah di sini. Sebuah ritual yang rasanya sulit ditinggalkan meski sebentar. Menikmati suguhan alam diantara dua kota yang memiiki logat Bahasa Jawa berbeda tetapi tidak bisa dipisahkan antara satu dan lainnya.