Ikrom Zain
Ikrom Zain Tutor

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Makan di Dalam Bus BRT, Antara Tak Kuat Menahan Rasa Lapar dan Ikut Aturan

10 November 2022   09:03 Diperbarui: 10 November 2022   09:13 3170 5 1


Baru-baru ini, saya menemukan fenomena unik sekaligus menggelitik.

Setelah peluncuran bus Trans Jatim pada akhir Agustus lalu, saya menemukan sebuah kegiatan di dalam bus yang bisa jadi menuai pro kontra di kalangan pengguna bus terutama pengguna Trans Jatim. Fenomena tersebut adalah banyaknya para penumpang bus Trans Jatim yang makan dan minum di dalam bus.

Penumpang Trans Jatim yang membeludak. - Dokpri
Penumpang Trans Jatim yang membeludak. - Dokpri

Mereka tak sekadar makan permen, camilan, atau roti tetapi makan makanan berat lain. Kebanyakan makanan yang dimakan adalah nasi bungkus dengan aneka lauk. Mulai nasi kuning, nasi rames, nasi krawu, dan lain sebagainya. Uniknya, kegiatan makan ini tidak dilakukan oleh satu orang saja melainkan beberapa orang terutama yang naik Trans Jatim bersama rombongan.

Pro kontra pun segera muncul terkait fenomena ini. Banyak yang kontra terhadap kegiatan makan tersebut karena sudah jelas ada aturan dilarang makan dan minum di dalam bus BRT Trans Jatim. Larangan ini diberikan bersamaan dengan beberapa larangan lainnya, semisal larangan merokok, membawa benda tajam dan bau menyengat, serta kegiatan yang dapat mengganggu penumpang lain.

Jika dilihat secara saksama, sebenarnya larangan ini bertujuan baik. Bau makanan yang menyengat membuat penumpang lain terganggu dan menyebabkan perjalanan menjadi tidak nyaman. Belum lagi, kondisi bus yang penuh sesak membuat penumpang di sebelahnya bisa terkena noda makanan. Kalau penumpang tersebut hanya tinggal pulang tentu tidak seberapa efeknya. Kalau mereka sedang dalam menuju perjalanan kerja dan memakai baju kerja, tentu hal ini sangat mengganggu.

Tidak hanya itu, sampah yang bisa timbul dari aktivitas makan di dalam bus ini juga cukup membuat perjalanan tak nyaman. Walau para penumpang yang makan ini sudah menyimpan sampah mereka, bukan berarti dipastikan tidak ada sampah. Tentu, potensi menimbulkan sampah akan tetap ada dan membuat penumpang selanjutnya yang duduk di bangku penumpang tersebut menjadi tak nyaman.

Aktivitas naik turun penumpang yang padat juga bisa membuat potensi makanan tercecer cukup besar karena penumpang yang makan bisa saja tersenggol. Saya pernah mendapati seorang ibu yang sedang menyuapi anaknya di dalam bus dan tak sengaja tersenggol penumpang lain yang baru naik. Sontak beberapa bagian nasinya tercecer di bangku penumpang dan itu membuat tidak nyaman.

Aturan bus Trans Jatim. - Dok. Trans Jatim
Aturan bus Trans Jatim. - Dok. Trans Jatim

Meski peraturan ini sudah diberikan, nyatanya belum ada tindakan tegas dari kondektur Trans Jatim saat ada penumpang yang makan. Jika ada penumpang lain yang mengingatkan tentu akan terjadi kesalahpahaman. Saya sempat ingin menegur beberapa rombongan ibu-ibu yang malah langsung membuka bungkusan makanan saat awal pengoperasian bus ini dulu. Untung saja, saat itu ada seorang bapak-bapak yang dengan tegas langsung mengingatkan bahwa di dalam bus tidak boleh makan atau minum.

Walau demikian, kondisi bus yang cukup penuh membuat sang kondektur tidak bisa leluasa untuk memantau seluruh kegiatan penumpang. Asal semua penumpang tertib dan membayar tiket, itu sudah cukup. Toh juga ada suara pengumuman mengenai aturan di dalam bus ketika bus tidak sedang mendekati halte. Pengumuman tersebut diputar berulang dan salah satu diantaranya berisi larangan untuk makan dan minum di dalam bus.

Berbeda dengan Trans Jatim, penumpang akan ditegur langsung oleh kondektur Suroboyo Bus jika ketahuan makan atau minum. Saya pernah sekali melihat kondektur Suroboyo Bus menegur keras anak-anak SMA yang makan cilok di dalam bus. Kondektur tersebut meminta mereka membaca aturan yang sudah tertempel di kaca dalam bus. Sontak, mereka pun menghentikan kegiatan makan tersebut dan menyimpan makanan mereka.

Meski begitu, ada beberap orang yang menganggap bahwa makan dan minum di dalam bus BRT tak masalah asal tidak mengganggu penumpang lain. Alasannya, tak semua orang memiliki waktu untuk makan dan minum sebelum mereka naik bus. Mereka hanya punya waktu saat melakukan perjalanan di dalam bus. Maka dari itu, melarang penumpang makan atau minum di dalam bus merupakan tindakan yang kurang tepat.

Berbicara mengenai waktu makan yang tidak sempat digunakan sebelum naik bus tentu tergantung pada pribadi masing-masing. Saya sendiri sudah memiliki kebiasaan untuk mengestimasi kapan saya harus makan, minum, dan pergi ke kamar mandi sebelum naik bus semacam Trans Jatim ini. Biasanya, saya melakukan semuanya sebelum naik bus atau mengunyah permen dan meminum minuman penunda lapar terlebih dahulu jika tidak keburu.

Jujur, saya juga kerap kelaparan ketika melakukan perjalanan semacam ini. Kalau tidak, saya membeli makan dulu dan membungkusnya untuk saya makan saat baru turun dari bus. Biasanya, saya mencari kursi taman di sekitar halte untuk memakan makanan yang saya bawa setelah turun.

Sebenarnya, saya masih bisa menahan lapar untuk beberapa saat. Namun, saya paling tidak bisa menahan haus. Makanya, setelah turun dari bus, saya kerap melipir sebentar untuk minum air mineral yang saya bawa. Berdiri cukup lama di dalam bus dengan kondisi sesak cukup menguras energi dan cairan di dalam tubuh. Untuk itu, mengisi sebelum naik bus dan saat baru turun dari bus adalah kunci.

Saya menyadari bahwa untuk ukuran tubuh saya yang masih prima saja sering merasa lapar dan haus ketika naik bus. Bagaimana dengan mereka yang memiliki ketahanan fisik yang lebih rendah di bawah saya?

Meski begitu, bukan berarti alasan ini menjadikan penumpang boleh makan di dalam BRT. Kenyamanan perjalan adalah hal utama. Terlebih, saat ini masih ada kasus covid-19 dan ada aturan bahwa perjalanan kurang dari 2 jam dilarang makan dan minum serta wajib memakai masker.

Sebenarnya, bisa saja pihak BRT memberikan saran dan informasi untuk mengatasi rasa lapar dan haus selama perjalanan. Hingga sekarang, saya belum menemukan satu pun informasi terkait hal ini di berbagai BRT. Hanya Transjakarta yang biasanya mengunggah kuliner di sekitar Halte Transjakarta untuk bisa digunakan penumpang makan dan  minum sebelum atau sesudah naik bus.

Pihak BRT sebenarnya juga bisa menggandeng pihak ketiga untuk menyediakan stan makanan dan minuman di sekitar halte yang masih memungkinkan. Jadi, penumpang bisa makan dan minum terlebih dahulu sebelum naik bus.

Jika langkah tersebut terlalu jauh, sebenarnya pihak pengelola BRT bisa memberi informasi mengenai posisi bus di setiap halte. Dengan begini, penumpang bisa mengestimasi ketika ingin makan atau minum. Informasi mengenai pengecekan posisi bus ini sayangnya kurang tersosialisasi dengan baik padahal bagi saya amat penting. Saya kerap terbantu bisa makan, minum, atau ke kamar mandi dahulu setelah mengetahui bahwa jarak bus dengan halte tempat saya menunggu masih cukup jauh.  

Larangan makan dan minum di dalam transportasi umum terutama BRT ini memang menimbulkan pro dan kontra. Tidak hanya di Indonesia, di Inggris sendiri juga sempat mengalami penolakan karena dianggap merugikan penumpang terutama perumpang tertentu yang harus makan tepat waktu. Yang jelas, ketertiban penumpang tetap harus menjadi prioritas jika nanti ada pelonggaran mengenai makan dan minum ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2