Ikrom Zain
Ikrom Zain Tutor

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Video Artikel Utama

Konsep yang Lebih Tertata, Jurus Jitu agar Kya-Kya Kembang Jepun Tak Lagi Mati Suri dan Merana

24 November 2022   16:06 Diperbarui: 25 November 2022   17:15 2920 11 2

Mana dulu yang harus saya jelajahi? Saya harus membeli kuliner apa dulu? Di mana saya bisa duduk untuk menikmati suasana?

Pertanyaan itu segera berputar di kepala saya ketika melihat ramainya pengunjung malam itu. Semuanya tumpek blek dengan kegiatan mereka. Ada yang makan di kursi yang dipasang di tengah jalan. Ada yang sibuk berfoto, membuat video, berjalan, dan bercengkrama. Pendek kata, Sebagian besar orang yang saya temui larut dalam euforia.

Setelah sempat bingung, akhirnya saya pun mencoba untuk menikmati jengkal demi jengkal Kya-Kya Kembang Jepun. Dimulai dari sebuah bangunan bertuliskan Pasar Terang. Bangunan ini dulunya menjadi salah satu pasar yang ramai di sekitar Jembatan Merah. 

Akan tetapi, sejak adanya Pasar Atom dan Pasar Turi, pasar ini pun surut. Kondisi pun semakin tidak menguntungkan dengan adanya konflik atas lahan di sekitar pasar tersebut.

Bangunan Pasar Terang. - Dokumentasi pribadi
Bangunan Pasar Terang. - Dokumentasi pribadi

Walau kini hanya menyisakan bekas bangunan, tetapi dengan sorot sinar lampu terang yang menyala membuat bangunan pasar tersebut terlihat menyala. Seakan kembali bangkit dari kuburnya dan menyapa para penikmat Kya-Kya Kembang Jepun untuk mengambil foto atau video di dekatnya. 

Saya merasakan tarikan itu begitu nyata ketika banyak pengunjung yang melakukannya. Terbukti dengan reaktivasi wisata malam ini membuat bangunan yang terabaikan menjadi hidup kembali.

Saya pun berjalan dan mencari kuliner apa yang kira-kira cocok untuk saya santap. Namun, kebingungan saya lebih kepada tidak adanya tempat duduk untuk menyantap berbagai hidangan tersebut. Padahal, saya sudah ingin sekali berbagai kuliner yang dijual seperti ayam panggang, makanan Chinese food semacam bakmi dan kawan-kawannya, hingga aneka minuman hangat.

Tak jua mendapatkan apa yang saya inginkan, saya pun memilih menikmati lampion merah yang ada. Walau saya masih bingung mau menjelajah bagian mana, setidaknya saya masih melihat usaha untuk mengonsep kawasan ini lebih baik. Pun dengan aneka meja dan kursi yang ditata sedemikian rupa. Pada beberapa meja, tampak terjadi interaksi antara warga keturunan Tionghoa dengan non-Tionghoa.

Pengunjung berfoto di sebuah ikon Kya-Kya. Dokumentasi pribadi
Pengunjung berfoto di sebuah ikon Kya-Kya. Dokumentasi pribadi

Beberapa bahkan saya menemukan warga yang bercakap-cakap dalam bahasa Madura satu meja dengan keluarga Tionghoa. Mungkin, pemandangan ini baru kali saya temukan di Surabaya di Kya-Kya yang menyatukan berbagai latar masyarakatnya. Terbukti, meski nuansa Tionghoa sangat khas, tetapi Kya-Kya Kembang Jepun bisa dinikmati oleh siapa saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4