Mahasiswa aktif dari Program Studi S1 Statistika Universitas Airlangga Tahun 2023
Fenomena ini bukan cuma terjadi pada satu atau dua mahasiswa. Kami menyadari bahwa ini adalah kebiasaan umum, bahkan seperti "budaya baru" di kalangan mahasiswa generasi sekarang. Maka dari itu, kami---empat mahasiswa Statistika Universitas Airlangga---memutuskan untuk meneliti hal ini secara lebih sistematis.
Kami melakukan survei terhadap mahasiswa aktif Program Studi Statistika UNAIR angkatan 2022 hingga 2024. Dengan total 42 responden, hasilnya cukup membuka mata: rata-rata mahasiswa menonton video pendek selama 2,5 jam per hari. Lebih dari tiga per empat responden mengaku bahwa kebiasaan ini mengganggu manajemen waktu mereka.
Bahkan, dari analisis korelasi yang kami lakukan, terlihat bahwa makin tinggi frekuensi menonton short video, makin buruk pula kemampuan mereka dalam mengatur waktu. Artinya, ini bukan sekadar asumsi atau perasaan---tapi fakta yang bisa diukur.
Dari Hiburan Jadi Kecanduan
Pada awalnya, short video memang hadir sebagai bentuk hiburan yang ringan dan cepat. Sangat cocok untuk mahasiswa yang sedang suntuk belajar atau ingin rehat sebentar dari padatnya jadwal kuliah. Tapi algoritma di balik aplikasi seperti TikTok, Reels, dan Shorts membuat pengguna terus dipancing untuk menonton lebih banyak. Video yang ditampilkan makin relevan dengan minat kita, makin sulit ditolak. Lalu muncullah kalimat sakti itu: "satu video lagi".
Masalahnya, tidak ada akhir dalam "satu video lagi". Kita terus menunda tugas, menunda tidur, dan lama-lama menunda hidup.
Dalam konteks akademik, dampaknya nyata. Mahasiswa jadi sulit fokus saat belajar. Banyak yang mengeluh mudah terdistraksi, bahkan saat mengerjakan tugas atau membaca bahan kuliah. Rentang perhatian jadi lebih pendek. Otak seolah terbiasa dengan kepuasan instan, sehingga kesulitan saat harus menghadapi proses yang panjang, seperti membaca jurnal, menulis makalah, atau mengerjakan tugas hitungan.
Ini bukan lagi soal "kurang disiplin". Ini soal bagaimana teknologi membentuk ulang kebiasaan dan perhatian kita.
Manajemen Waktu: Korban Utama
Salah satu keterampilan penting yang dibutuhkan mahasiswa adalah kemampuan mengatur waktu. Tugas, jadwal kuliah, kegiatan organisasi, hingga kehidupan sosial dan pribadi---semuanya perlu diatur dengan baik agar seimbang. Namun, dengan kehadiran short video, waktu yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk produktivitas justru hilang tanpa terasa.
Waktu menjadi kabur. Kita merasa sudah seharian sibuk, padahal sebagian besar waktu dihabiskan untuk menatap layar, tertawa sesaat, lalu melupakan apa yang sebenarnya ingin kita kerjakan hari itu.
Yang lebih berbahaya adalah ketika ini dianggap normal. Ketika mahasiswa merasa wajar jika baru mulai mengerjakan tugas tengah malam karena "scroll dulu sebentar", atau ketika mereka merasa kehilangan motivasi tapi tidak sadar penyebabnya adalah kebiasaan digital yang tak terkendali.
Kami Juga Mengalaminya
Sebagai peneliti, kami juga bagian dari kelompok yang terpengaruh. Kami tahu rasanya kehilangan waktu karena scrolling. Kami tahu betapa menundanya satu jam bisa berdampak ke keseluruhan jadwal kuliah seminggu. Kami tidak menulis ini dari menara gading, tapi dari ruang belajar yang sama---dengan godaan yang sama.
Namun melalui proses penelitian ini, kami justru makin sadar bahwa kita tidak bisa mengandalkan "niat baik" saja untuk mengubah kebiasaan. Butuh sistem. Butuh komitmen. Butuh komunitas yang saling mengingatkan.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Menolak teknologi bukan solusi. Kita tetap butuh hiburan. Kita tetap butuh ruang untuk rehat. Yang perlu diubah adalah bagaimana kita menempatkan teknologi dan hiburan digital dalam hidup kita.
Berikut beberapa langkah kecil yang bisa dicoba oleh mahasiswa (dan mungkin juga oleh siapa saja yang merasakan hal serupa):
Buat batas waktu screen time harian. Aktifkan fitur pengingat di ponsel untuk memberi notifikasi ketika waktu menonton melebihi batas yang ditentukan, misalnya satu jam per hari.
Gunakan short video secara sadar. Jangan buka TikTok tanpa tujuan. Jika ingin mencari hiburan, tentukan durasi dan patuhi batasnya.
Isi waktu jeda dengan aktivitas alternatif. Misalnya jalan kaki singkat, membaca ringan, atau ngobrol dengan teman. Tidak semua istirahat harus digital.
Diskusikan ini dengan teman. Kadang, dengan berbicara soal kebiasaan ini, kita bisa saling menyadari dan membantu satu sama lain untuk lebih bijak.
Tulis jurnal waktu. Catat ke mana saja waktu kita pergi setiap hari. Ini sangat membantu membuka mata bahwa ternyata "scrolling bentar" bisa jadi dua jam.
Penutup: Kendali Kembali ke Tangan Kita
Kami tidak anti-TikTok. Kami juga bukan ingin "menghakimi" siapapun yang menikmati konten video pendek. Yang ingin kami sampaikan adalah pentingnya kesadaran---bahwa waktu adalah sumber daya yang tidak bisa diulang, dan terlalu berharga untuk dihabiskan tanpa kendali.
Jika hari-hari kita dipenuhi oleh scroll tanpa arah, bagaimana kita bisa membangun masa depan dengan sadar?
Sebagai mahasiswa, kita punya tanggung jawab bukan hanya untuk lulus, tapi juga untuk menjaga kualitas hidup dan produktivitas kita. Teknologi boleh berkembang, tapi kendali atas hidup harus tetap ada di tangan kita.
Short video bisa jadi teman hiburan yang menyenangkan. Tapi jika kita tak hati-hati, ia bisa berubah jadi perusak waktu yang diam-diam menggerogoti mimpi kita.