Isson Khairul
Isson Khairul Jurnalis

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Puisi Jerman dari Remy Sylado

4 Februari 2022   13:31 Diperbarui: 4 Februari 2022   13:40 1518 6 0


Spirit hidup Remy Sylado memang mengagumkan. Di usia 77 tahun dan dalam kondisi terbaring sakit lebih dari setahun, ia tetaplah seniman tulen. Bagaimana Remy Sylado merawat daya ingat?

Puisi Penyair Jerman

Jose Rizal Manua (kiri) membacakan sajak untuk Remy Sylado. Foto: Isson Khairul
Jose Rizal Manua (kiri) membacakan sajak untuk Remy Sylado. Foto: Isson Khairul

Pada Kamis, 3 Februari 2022, saya kembali membesuk Remy Sylado yang terbaring sakit di rumahnya, di kawasan Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur. Dibanding sebelumnya, hari itu ia nampak lebih bersemangat. Wajahnya segar, fresh. Sorot matanya tajam.

Hari itu, sembari tetap berbaring, Remy Sylado membacakan sajak karya penyair Jerman. Lebih tepatnya, menyanyikan sang sajak, setelah dimusikalisasikan oleh komponis Inggris. Suara Remy Sylado jelas dan tegas. Suaranya sama sekali tak mencerminkan bahwa ia sedang sakit.

Padahal, ia sudah beberapa kali dapat serangan stroke dan pekan lalu baru saja menjalani operasi hernia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, Jakarta Pusat. Ekspresinya keren serta penghayatannya sangat mencerminkan bahwa Remy Sylado memang aktor teater berkarakter.

Ya, Remy Sylado adalah seniman multi talenta. Karya sastranya berupa puisi dan novel, bertaburan. Demikian pula dengan karya lukis, musik, dan naskah teater. Esei serta telaahnya tentang sosial-budaya sudah di-publish banyak media. Yang sudah dibukukan pun banyak.

Karya Remy Sylado, antara lain, Ca Bau Kan, Kembang Jepun, serta Kerudung Merah Kirmizi yang menghantarkannya menerima penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2002. Ada petikan Remy Sylado di Kembang Jepun yang relevan banget untuk kita cermati kini: kelak ia sadar, bahwa perasaan takut terhadap maut, berarti berani terhadap hidup.

Di kondisi sakit kini, takut kah Remy Sylado terhadap maut? Puisi karya penyair Jerman yang ia nyanyikan itu, dimulai dengan kata-kata I Walk with God. Hmm ... demikian dekatnya ia dengan Tuhan. Melangkah beriringan dengan Tuhan. Bersisian. Senantiasa bersama Tuhan.

Remy Sylado pertama kali mengenal puisi karya penyair Jerman tersebut, ketika ia berusia 15 tahun. Gurunya di sebuah gereja di Semarang, Jawa Tengah, yang memperkenalkan puisi itu kepadanya. Dalam sekejap, puisi itu menyerap ke dalam jiwa dan nadinya.

Karena itulah, ketika usianya menginjak 77 tahun kini, sang puisi tersebut meluncur deras dengan artikulasi yang sangat meyakinkan. Sesekali Remy Sylado mengerjapkan kedua matanya, seakan hendak menyerap seluruh nafas puisi tersebut: I Walk with God.

Jakarta, 4 Februari 2022