Isson Khairul
Isson Khairul Jurnalis

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Video

Tony Wenas: Saingi K-Pop, Mimpi Terbesar Musik Indonesia

10 Maret 2024   22:10 Diperbarui: 10 Maret 2024   22:15 800 2 0


Sabtu, 9 Maret 2024, kita memperingati Hari Musik Nasional yang ke-21. Ada kabar yang menggembirakan: 60 persen penggemar musik di Indonesia, mendengarkan musik internasional, dan 40 persen mengonsumsi musik lokal. Lima tahun lalu, 70 persen internasional dan 30 persen lokal. Sekuat apa daya saing musik Indonesia?

K-Pop Merajai Kuping Indonesia

Tony Wenas, Ketua Umum Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia. Foto: Isson Khairul
Tony Wenas, Ketua Umum Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia. Foto: Isson Khairul

Peningkatan 10 persen orang kita yang mengonsumsi musik lokal, tentulah menumbuhkan harapan. Itu dengan sendirinya akan meningkatkan industri musik dalam negeri. Termasuk, meningkatkan pendapatan musisi serta pelaku musik lainnya, dari royalti.

Data tersebut dirilis tahun 2022 oleh International Federation of the Phonographic Industry (IFPI), yang merupakan organisasi nirlaba yang mewakili industri musik rekaman di seluruh dunia. Di Indonesia, data itu mengacu ke pasar musik yang dominan di ranah streaming musik, yaitu Spotify, YouTube (termasuk YouTube Musik dan Shorts), Resso, Tiktok, Apple Music, juga Langit Musik.

Yang dimaksud dengan musik lokal adalah pop Indonesia dan berbagai musik pop dengan bahasa daerah, seperti pop Jawa, pop Minang, musik Batak, Papua, juga Ambon. Saya mencoba menelusuri, berapa jumlah total streaming musik lokal tersebut. Saya belum menemukan datanya.

Yang dimaksud dengan musik internasional, tentulah musik asing, termasuk K-Pop, akronim Korean Pop, musik pop asal Korea Selatan. Di tahun 2023 lalu, jumlah streaming musik K-Pop di Indonesia, meningkat pesat 55,8 persen, dibandingkan tahun 2022.

Detailnya, sampai 5 Oktober 2023 lalu, tercatat sudah 7,48 miliar jumlah streaming musik K-Pop di Indonesia. Agaknya, itu adalah bagian dari 70 persen penggemar musik di Indonesia, yang mendengarkan musik internasional.  

Karena itulah, mimpi terbesar industri musik Indonesia adalah menyaingi K-Pop. Meningkatkan daya saing musik kita terhadap K-Pop. Itu diungkapkan Tony Wenas selaku Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI).

Jumlah penggemar K-Pop di Indonesia, luar biasa. Bahkan, jumlah streaming musik K-Pop di negeri ini, sudah mencapai 7,48 miliar streaming. Dan, dari 7 negara yang paling banyak streaming K-Pop tahun 2023, Indonesia menempati ranking 3, di bawah Jepang dan Amerika Serikat. Korea Selatan sebagai negara asal K-Pop di ranking 4.

Pada Sabtu, 9 Maret 2024 lalu, di tengah peringatan Hari Musik Nasional yang ke-21, saya mendiskusikan hal tersebut dengan Tony Wenas. "Talenta musisi Indonesia, sebenarnya luar biasa. Tidak kalah dengan musisi luar negeri. Untuk menyaingi K-Pop, yang sesungguhnya diperlukan adalah sinergi para pemangku kepentingan di tanah air," ujar Tony Wenas di Auditorium Radio Republik Indonesia (RRI), Jalan Medan Merdeka Barat No.4-5, Jakarta Pusat.

Setidaknya, ada tiga stakeholder yang harus bersinergi untuk meningkatkan daya saing terhadap dominasi K-Pop di Indonesia, yaitu para musisi, organisasi musisi, dan pemerintah. Sejauh ini, program para pihak tersebut belum sepenuhnya terintegrasi, hingga belum cukup ampuh untuk menghadapi serbuan K-Pop ke tanah air.

Harus Sukses Seperti K-Pop

Tony Wenas menyadari, dibanding Singapura, Malaysia, dan Filipina misalnya, industri musik Indonesia masih yang terdepan. Dengan potensi musisi Indonesia yang luar biasa, peluang untuk memasuki kancah internasional, sesungguhnya sangat terbuka. Apalagi di era digital kini, dengan tersedianya beragam digital platform, ruang untuk mengembangkan strategi marketing makin terbuka.

"Sinergi dan integrasi antar stakeholder, sangat diperlukan," ungkap Tony Wenas lebih lanjut. Dengan kata lain, musisi, organisasi musisi, dan pemerintah tidak mungkin berjalan sendiri-sendiri untuk menjangkau pasar internasional, international audience. Talenta yang bagus saja, tidak cukup untuk menembus dunia.

Pada Kamis, 9 Maret 2017 lalu, bertepatan dengan Hari Musik Nasional 2017, Presiden Joko Widodo mengundang sejumlah musisi ke Istana Negara Jakarta. Di kesempatan tersebut, Jokowi menceritakan percakapannya dengan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye, ketika ia berkunjung ke sana tahun 2016.

Ternyata, Korea Selatan membutuhkan waktu sekitar 13 tahun untuk menyiapkan K-Pop sebagai diplomasi antar bangsa dengan musik, diplomasi dengan budaya. Artinya, yang dibutuhkan bukan hanya waktu dan sumber daya manusia, tapi juga dana yang sangat besar.

Sebagai perbandingan, di tahun 2023, pemerintah Korea Selatan mengalokasikan dana sekitar 790 miliar won, setara Rp 9,6 triliun, untuk meningkatkan ekspor konten budaya Korea ke penjuru dunia. Itu untuk anggaran 1 tahun. Alangkah besarnya dana yang dialokasikan, jika dikorelasikan dengan 13 tahun masa untuk menyiapkan K-Pop.

Hasilnya pun tak tanggung-tanggung. Pada tahun 2021 misalnya, nilai ekspor konten budaya Korea mencapai rekor tertinggi sepanjang masa, sebesar 12,4 miliar dolar Amerika Serikat. Setara dengan Rp 193 triliun. Di Hari Musik Nasional tahun 2017 tersebut, Presiden Joko Widodo mengungkapkan keinginannya, agar industri musik Indonesia bisa sesukses K-Pop.

"Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama, untuk membawa karya para musisi Indonesia ke international audience," tutur Tony Wenas, yang optimis dengan perkembangan musik di tanah air.

Jakarta, 10 Maret 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2