Isson Khairul
Isson Khairul Jurnalis

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Video Artikel Utama

Anak-anak Tahan Banting di Musim Hujan

13 Januari 2025   22:19 Diperbarui: 14 Januari 2025   18:00 328 9 3

anak sekecil itu
berkelahi dengan waktu

Sepotong lirik dari Iwan Fals tersebut, berkelebat di ingatan. Di depan saya, melintas anak kecil. Benar-benar anak kecil. Tubuhnya dibungkus oleh plastik, agar tak kuyup oleh hujan. Ia melangkah tergesa, di aspal jalanan yang basah. Tanpa alas kaki. Ia memegang payung besar, sangat besar bila dibanding ukuran tubuhnya.

Anak-anak bermental kuat, tahan banting, di musim hujan. Foto: Isson Khairul
Anak-anak bermental kuat, tahan banting, di musim hujan. Foto: Isson Khairul

Meski badannya dibungkus plastik, meski ia memegang payung, sesungguhnya ia sudah kuyup oleh hujan. Payung yang ia bawa, bukan untuknya. Tapi, untuk siapa saja yang membutuhkannya. Dan, atas dasar itu, ia mendapatkan uang sewa payung tersebut. Sekali jalan dari stasiun ke jalan raya, ia dapat Rp 5.000.-

Dari jalan raya, ia kembali bergegas ke stasiun, berharap ada lagi orang yang menyewa payungnya. Ia tentu saja tak sendiri. Ada anak-anak lain, yang juga menjadi penyedia jasa sewa payung. Ada sekitar 10 orang anak yang menyewakan payung, di pintu timur Stasiun Depok, Jawa Barat, tersebut.

Secara usia, mereka tentulah anak-anak sekolah. Pada Rabu, 8 Januari 2025 lalu itu, hari sudah cukup larut untuk ukuran anak-anak. Sudah lewat pukul 10 malam. Padahal besok pagi mereka harus ke sekolah. Namun, malam itu, mereka masih sangat bersemangat berburu penyewa payung. Berharap dapat uang lebih banyak. Mumpung musim hujan.

Bagi mereka, hujan adalah berkah. Aktivitas musiman yang mendatangkan uang. Orang tua mereka tinggal di seputar stasiun, di sejumlah petak kontrakan. Area stasiun adalah kawasan tempat mereka bermain sehari-hari. Karena itu, mereka enjoy saja berlari-lari tanpa menggunakan alas kaki.

Saya bangga dengan anak-anak tersebut. Di usia yang masih sangat dini, mereka sudah menemukan jalan yang produktif, yang bisa menghasilkan pendapatan. Jalan produktif itu ada di sekitar mereka, hingga mereka tidak perlu pergi jauh-jauh untuk mengeksplorasi peluang.

Sejak usia dini, mereka sudah ditempa oleh kehidupan. Langsung bertarung dengan realitas. Mereka secara langsung paham, bahwa untuk mendapatkan uang ya harus berbuat, bekerja. Dengan menyewakan payung, mereka mendapatkan uang yang lebih, lebih banyak dari uang jajan yang mereka peroleh dari orang tua masing-masing.

Bahwa untuk itu harus berhujan-hujan. Bahwa karena itu mereka kedinginan. Semua itu adalah risiko dari suatu aktivitas. Di usia dini, mereka secara langsung sudah belajar menghadapi risiko. Setidaknya, mereka sudah mengenal segala risiko, dari aktivitas yang mereka lakukan.

Capek, tentu iya. Berlari dari stasiun ke jalan raya, bolak-balik berkali-kali. Juga, berdiri kehujanan untuk mendapatkan penyewa. Andai mereka adalah anak-anak yang lembek, yang gampang mengeluh, tentu mereka tak akan menyewakan payung di musim hujan.

Sekali lagi, saya bangga dengan anak-anak tersebut. Mereka bukanlah anak-anak yang merengek-rengek minta ini-itu kepada orang tua. Mereka menyadari, orangtua mereka bukanlah orang kaya. Dari percakapan dengan beberapa orang, mereka mengaku uang jajan mereka sehari-hari hanya pas-pasan.

Nah, ketika musim hujan tiba, makanya mereka memanfaatkan momentum tersebut secara maksimal. Mereka riang-gembira menyambut hujan. Itu adalah peluang untuk meraih pendapatan. Meski beberapa hari berturut-turut berhujan-hujan menyewakan payung, mereka mengaku baik-baik saja. Tidak flu, juga tidak demam.

Di satu sisi, mungkin kegiatan itu mereka lakukan karena terpaksa. Dipaksa oleh keadaan ekonomi. Di sisi lain, mereka secara real telah belajar menghadapi kehidupan secara nyata. Mereka menemukan solusi jangka pendek untuk mengatasi tekanan ekonomi. Dan, secara mental, itu sangat berharga bagi mereka untuk jangka panjang.

Boleh jadi, mereka akan menjadi bagian dari generasi yang kelak tidak pilih-pilih pekerjaan. Tidak gengsi melakukan pekerjaan ini-itu. Dan, siap mental menghadapi kondisi yang sulit. Tidak gampang menyerah. Tidak cepat putus asa. Serta, memiliki rasa percaya diri yang kuat.

kecil, aku memang kecil
tapi aku bertolak pinggang
di bawah matahari

Potongan lirik dari Kelompok Kampungan itu, menyembul dalam ingatan. Anak-anak itu tidak ambruk secara mental, meski mereka hidup di batas garis kemiskinan. Mereka bertolak pinggang menghadapi nasib, bukan bermaksud pongah. Mereka justru penuh percaya diri menghadapi, meski mungkin nasib mereka belum tentu berubah.

Dari spirit hidup mereka yang militan, saya belajar banyak tentang artinya kepedulian. Mencermati anak-anak itu, memandang arus air yang menderas di aspal jalanan, saya menggumamkan sajak WS Rendra:

Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.

Jakarta, 13 Januari 2025

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2