Pukul 05.21 Kami mulai melangkah penuh antusias. Berusaha mempelajari situasi dan memperhatikan kondisi alam meski masih gelap dan butuh bantuan senter untuk menapaki rute pendakian yang di awal perjalanan masih membawa vibes jalan perdesaan.
Tak lama alam terang, dan kondisi jalan terlihat jelas. Kami berbondong naik bersama pendaki lain yang jumlahnya cukup banyak, membuat kami merasa tenang banyak teman.
Di beberapa tempat ada larangan untuk tidak membuang puntung sembarangan dan larangan membuat api unggun.
Rute yang terus menanjak membuat nafasku tersengal-sengal, maklum aku hampir tidak pernah melakukan pendakian. Berbeda dengan Ayah, meski sudah lansia, tapi terbiasa melakukan pendakian membuat stamina nya masih fit.
Ayah memberiku sebutir permen coklat sebesar kelereng. Untuk memberi energi butuh makanan yang manis seperti coklat atau permen. Lumayan bisa memberi sedikit energi dan semangat ditambah beberapa teguk air.
Perjalanan masih jauh, tapi kakiku mulai linu. Undak-undakan yang dibuat untuk memudahkan pendaki, justru sulit kulalui, apalagi jika undakan nya terlalu tinggi, kakiku tidak bisa menjangkau. Ditambah lututku yang pernah cedera, tidak berani menahan beban terlalu berat, apalagi untuk meloncat.
Rasanya pengin menyerah, tapi jarak yang dicapai baru beberapa ratus meter. Akhirnya aku melangkah pelan-pelan. Bahkan tas Selempang yang hanya berisi dompet dan ponsel pun akhirnya dibawakan ayah, seperti Potter pribadi saja. Hehehe.
" Katanya bukit Mongkrang ramah untuk pendaki pemula. Ini sih rute suhu!" Ada pendaki yang menggerutu. Hihihi...
Mungkin dianggap ramah pemula karena rutenya jelas, jadi tidak khawatir tersesat. Meski begitu rutenya cukup berat. Harus mempunyai stamina prima dan kondisi fit untuk mendaki bukit Mongkrang ini.