"Belum. Itu kan masih 2065 mdpl. Puncak tertingginya 2194 mdpl!" Kata Ayah. Aku meringis. Secara teori, dari 2065 mdpl ke 2194 mdpl hanya kurang 129 m lagi. Sudah dekat.
Tapi sebentar. Ini Medannya menjebak, sebab dari puncak candi 2065 mdpl, turun dulu, setelah itu naik, turun lagi, barulah naik bukit lagi menuju puncak bukit Mongkrang 2194.
Hohoho.... ternyata rutenya pun ngeprank.
Dari puncak 2065, rutenya turun cukup curam, tanpa undak-undakan, jadi harus hati-hati dan berpegang pada batang pohong yang tumbuh di sepanjang jalur pendakian. Saat itu tiba-tiba perutku mulas mendapat panggilan alam. Padahal dari pagi berangkat belum sarapan. Agak aneh, sepertinya ini efek tadi malam makan banyak. Padahal sebelum berangkat aku sudah bertapa di toilet sampai lega.
Tapi ternyata penderitaanku tidak sampai di situ. Tiba-tiba aku merasa mual ingin muntah. Astaghfirullah. Semoga tidak terjadi apa-apa pada diriku. Aku komat-kamit berdoa. Sebuah kontradiksi. Di satu sisi aku kebelet ke belakang, di lain sisi aku mual. Kata Ayah karena perutku kosong. Tapi kenapa rasanya pengin ke belakang?
Akhirnya sampai di Pos Bayangan. Katanya sudah dekat. Ayah mengajak ku beristirahat, dan menyuruh ku makan bekal Snack yang diberikan panitia tadi malam.
Ayah makan lempernya, aku ambil roti nya. Tapi baru beberapa suap, aku hoak hoek nyaris muntah. Kata ayah aku mengalami hipotermia, dan memarahiku karena terlalu banyak minum. Padahal sampai di sini, minumku belum ada setengah botol. Masak dibilang banyak minum.
Ayah mengajak ku melanjutkan perjalanan.
"Ayuk, ini rutenya turun. Lebih mudah dan ringan!"
Aku mengikuti Ayah. Tapi baru beberapa langkah, mualku semakin menjadi. Kulihat di kejauhan, ternyata rute ke puncak masih panjang dan lama. Masih harus turun lama,baru naik lagi. Aku bimbang. Tubuhku tiba-tiba terasa ngilu, dan mual mau muntah. Aku khawatir pingsan kalau melanjutkan perjalanan.