Banyak pencipta lagu yang hidupnya bergantung pada royalti, terutama mereka yang tidak sering tampil di panggung besar. Sistem ini seharusnya menjadi jaring pengaman finansial yang membantu mereka terus berkarya.
Namun, sistem yang ada saat ini sering dianggap belum efektif. Banyak musisi merasa bahwa uang royalti yang mereka terima tidak sebanding dengan seberapa sering lagu mereka diputar. Distribusi yang tidak transparan dan birokrasi yang rumit menjadi keluhan umum.
Di sisi lain, ada jeritan Hati Para Pengusaha Kafe dan Restoran. Para pengusaha kafe dan restoran menghadapi tantangan yang berbeda. Mereka diwajibkan membayar royalti atas musik yang diputar di tempat usaha mereka. Besaran biaya ini sering kali terasa memberatkan, terutama bagi pengusaha kecil.
Banyak pemilik kafe merasa bahwa mereka tidak mendapatkan manfaat yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan. Mereka juga belum paham tentang prosedur pembayarannya. Bagaimana jika tiba-tiba ada pihak yang datang menagih tanpa penjelasan yang memadai, membuat mereka merasa tertekan. Jika tidak membayar, mereka terancam sanksi hukum.
Fenomena ini menciptakan dilema. Di satu sisi, musik memang menciptakan suasana yang menyenangkan dan menarik pelanggan. Namun, di sisi lain, biaya royalti dirasa menggerus keuntungan yang sudah tipis, terutama di tengah persaingan bisnis yang kian ketat.
Polemik antara pemusik dan pengusaha kafe ini menunjukkan bahwa sistem yang ada perlu diperbaiki.
Berikut adalah beberapa solusi yang dapat menjadi jalan tengah:
1. Transparansi dan Efisiensi dalam Pengelolaan Royalti
Lembaga manajemen kolektif Nasional (LMKN) harus lebih transparan dalam mendistribusikan royalti. Selama ini, pengelolaan royalti dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) berdasarkan Permenkumham No. 36/2018, PP No. 56/2021, dan Permenkumham No. 9/2022(finance.detik.com)
Mereka bisa menggunakan teknologi, seperti aplikasi atau dashboard online, agar pencipta lagu bisa memantau secara real-time seberapa banyak lagu mereka diputar dan berapa royalti yang seharusnya mereka terima.
Pengusaha kafe juga akan lebih yakin untuk membayar jika mereka tahu uangnya benar-benar sampai ke tangan pencipta lagu.
2. Tarif Royalti yang Lebih Adil dan Berjenjang
Tidak semua kafe memiliki pendapatan yang sama. Tarif royalti harus dibuat lebih fleksibel dan berjenjang, sesuai dengan ukuran kafe, kapasitas, atau jumlah pengunjung rata-rata. Misalnya, kafe kecil dengan kapasitas 20 orang bisa dikenakan tarif yang lebih rendah daripada kafe besar yang sering mengadakan konser.
Pemerintah atau lembaga terkait bisa menetapkan kategori ini untuk memberikan keringanan bagi UMKM tanpa mengurangi hak para pemusik.
3. Paket Lisensi yang Sederhana dan Terjangkau
Pemerintah dapat membuat paket lisensi yang lebih sederhana dan terjangkau, mirip seperti paket langganan bulanan.
Pengusaha kafe cukup membayar satu kali untuk mendapatkan izin memutar musik dari semua LMK yang ada. Ini akan menghilangkan kerumitan harus berhadapan dengan banyak pihak dan memberikan kepastian hukum.