"Enaknya kita makan malam ke mana, nih?" Om Agus dan Tante Enok mengajak kami makan malam. Sebagai orang yang tinggal di Madiun, kami sebaiknya yang memilih tempat karena dianggap lebih paham kondisi kota dan tempat yang nyaman untuk nongkrong.
Om Agus dan Tante Enok adalah sahabat yang kami kenal lewat acara camping. Dari situ kami tahu kalau Om Agus suka menyanyi dan menyumbangkan suara merdunya di setiap acara musik. Karena itu, suamiku mengajak makan malam di kafe Ueno yang berlokasi di jalan Pahlawan. Musik di kafe tidak bisa dipisahkan dengan kenyamanan hidangan yang disajikan.
Kami memasuki suasana cafe yang nyaman dan santai dengan kursi outdoor di bawah naungan pohon besar. Di situ ada hiburan musik sebuah band lokal dengan penyanyi nya. Musik di kafe memang menjadi menu wajib di samping menu makan dan minum tentunya.
Sepertinya ini pas dengan selera Om Agus dan Tante Enok yang suka menyanyi dan menikmati musik. Kalau Aku dan Ayah lebih suka menjadi pendengar dan penikmat musik dan lagu. Musik di kafe selalu menjadi daya tarik sendiri bagi sebuah kafe.
Tapi kini, musik di kafe tidak lah gratis, tapi dikenakan biaya royalti sebesar 120 ribu/kursi/ per tahun. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi keberlangsungan musik di kafe.
Di satu sisi, ada musisi yang karyanya dinikmati oleh banyak orang, namun kesulitan untuk mendapatkan penghasilan yang layak. Sedang di sisi lain, ada para pengusaha kafe dan restoran yang harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membayar royalti, yang sering kali dianggap memberatkan.
Persoalan ini bukan hanya tentang hukum, tetapi juga tentang etika, keberlanjutan ekonomi, dan keseimbangan yang sulit ditemukan.
Mari kita bicarakan tentang permasalahan royalti musik di Indonesia, mencari tahu kenapa sistem ini menjadi polemik, dan bagaimana solusi yang diharapkan bisa menjadi jalan tengah yang adil bagi semua pihak.
Royalti adalah pembayaran yang diberikan kepada pencipta lagu dan pemegang hak cipta lainnya atas penggunaan karya mereka di ruang publik.
Di Indonesia, dasar hukumnya jelas, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Tujuannya adalah memastikan bahwa para seniman mendapatkan imbalan yang layak atas kreativitas mereka.
Bagi seorang musisi, royalti adalah salah satu sumber penghasilan utama, selain dari manggung atau penjualan album fisik.
Banyak pencipta lagu yang hidupnya bergantung pada royalti, terutama mereka yang tidak sering tampil di panggung besar. Sistem ini seharusnya menjadi jaring pengaman finansial yang membantu mereka terus berkarya.
Namun, sistem yang ada saat ini sering dianggap belum efektif. Banyak musisi merasa bahwa uang royalti yang mereka terima tidak sebanding dengan seberapa sering lagu mereka diputar. Distribusi yang tidak transparan dan birokrasi yang rumit menjadi keluhan umum.
Di sisi lain, ada jeritan Hati Para Pengusaha Kafe dan Restoran. Para pengusaha kafe dan restoran menghadapi tantangan yang berbeda. Mereka diwajibkan membayar royalti atas musik yang diputar di tempat usaha mereka. Besaran biaya ini sering kali terasa memberatkan, terutama bagi pengusaha kecil.
Banyak pemilik kafe merasa bahwa mereka tidak mendapatkan manfaat yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan. Mereka juga belum paham tentang prosedur pembayarannya. Bagaimana jika tiba-tiba ada pihak yang datang menagih tanpa penjelasan yang memadai, membuat mereka merasa tertekan. Jika tidak membayar, mereka terancam sanksi hukum.
Fenomena ini menciptakan dilema. Di satu sisi, musik memang menciptakan suasana yang menyenangkan dan menarik pelanggan. Namun, di sisi lain, biaya royalti dirasa menggerus keuntungan yang sudah tipis, terutama di tengah persaingan bisnis yang kian ketat.
Polemik antara pemusik dan pengusaha kafe ini menunjukkan bahwa sistem yang ada perlu diperbaiki.
Berikut adalah beberapa solusi yang dapat menjadi jalan tengah:
1. Transparansi dan Efisiensi dalam Pengelolaan Royalti
Lembaga manajemen kolektif Nasional (LMKN) harus lebih transparan dalam mendistribusikan royalti. Selama ini, pengelolaan royalti dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) berdasarkan Permenkumham No. 36/2018, PP No. 56/2021, dan Permenkumham No. 9/2022(finance.detik.com)
Mereka bisa menggunakan teknologi, seperti aplikasi atau dashboard online, agar pencipta lagu bisa memantau secara real-time seberapa banyak lagu mereka diputar dan berapa royalti yang seharusnya mereka terima.
Pengusaha kafe juga akan lebih yakin untuk membayar jika mereka tahu uangnya benar-benar sampai ke tangan pencipta lagu.
2. Tarif Royalti yang Lebih Adil dan Berjenjang
Tidak semua kafe memiliki pendapatan yang sama. Tarif royalti harus dibuat lebih fleksibel dan berjenjang, sesuai dengan ukuran kafe, kapasitas, atau jumlah pengunjung rata-rata. Misalnya, kafe kecil dengan kapasitas 20 orang bisa dikenakan tarif yang lebih rendah daripada kafe besar yang sering mengadakan konser.
Pemerintah atau lembaga terkait bisa menetapkan kategori ini untuk memberikan keringanan bagi UMKM tanpa mengurangi hak para pemusik.
3. Paket Lisensi yang Sederhana dan Terjangkau
Pemerintah dapat membuat paket lisensi yang lebih sederhana dan terjangkau, mirip seperti paket langganan bulanan.
Pengusaha kafe cukup membayar satu kali untuk mendapatkan izin memutar musik dari semua LMK yang ada. Ini akan menghilangkan kerumitan harus berhadapan dengan banyak pihak dan memberikan kepastian hukum.
4. Edukasi dan Sosialisasi yang Masif
Baik musisi maupun pengusaha kafe perlu diberikan edukasi tentang pentingnya royalti dan cara kerjanya.
Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui seminar, workshop, atau kampanye publik. Dengan pemahaman yang lebih baik, para pengusaha kafe akan melihat pembayaran royalti bukan sebagai beban, melainkan sebagai bentuk apresiasi dan dukungan terhadap industri kreatif.
Masalah royalti musik bukan sekadar persoalan siapa yang benar dan siapa yang salah. Ini adalah tantangan untuk menciptakan ekosistem yang sehat dan adil.
Musisi berhak mendapatkan apresiasi finansial atas karyanya, dan pengusaha kafe berhak menjalankan usahanya tanpa beban yang berlebihan.
Dengan adanya transparansi, tarif yang adil, prosedur yang sederhana, dan edukasi yang menyeluruh, kita bisa membangun sebuah sistem yang harmonis. Para pengusaha kafe dapat terus menyediakan suasana yang nyaman dengan musik yang bagus, dan para musisi bisa terus berkarya tanpa harus khawatir tentang kelangsungan hidup mereka.
Yuk nikmati musik nya .
Sumber: YouTube @Isti Yogiswandani channel
Referensi :
berita-ekonomi-bisnis/d-8048447/pengusaha-mal-buka-suara-soal-royalti-musik-kami-sudah-bayar-tapi#webview=1