Pejuang Mimpi Episode 33
Sulit Mana? Mencari Kerja atau Cipta Lapangan Kerja?
Kita hidup dizaman..., __karyawan susah cari kerja, pengusaha susah cari karyawan. Lucu sebenernya. Tapi memang kenyataannya begitu, kan?
Saya selalu perlu waktu lama untuk mendapatkan karyawan yang sesuai. Terutama yang karakternya sesuai dengan nilai saya dan kompetensinya pas nurut saya, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Kondisi ini sebetulnya terjadi karena tidak ketemunya ekspektasi karyawan dan pemilik usaha. Yang karyawan kompetensinya terbatas tapi mau gajinya besar. Yang pemilik usaha maunya gaji sesuai dengan tanggung jawabnya. Tapi ada juga sih, owner yang mau gaji karyawannya kecil tapi tanggung jawabnya banyak bener. Saya bukan yang itu, ya. Mau gaji kecil tapi mau yang berkualitas, padahal if you pay peanut, then you only get monkey. Bagaimanapun, saya pernah diposisi kedua-duanya, baik itu mencari kerja ataupun cipta lapangan kerja.
*Banyak pernyataan perihal judul diatas.*
Semacam sekarang, pengangguran meningkat. Apakah benar-benar pekerjaan yang tidak ada? Apakah benar-benar pengusaha yang kurang di bangsa kita? Tidak juga kan? Banyak kok, orang yang punya mental dan daya juang tinggi masih mau cipta lapangan kerja, tapi dalam waktu bersamaan pula ada banyak pengusaha yang susah mencari pekerja. Bayangkan, ditengah banyaknya yang nganggur, yang punya usaha juga susah cari pekerja, lucu kan. Kenaknya dimana ini xixixi?
Kayak ada semacam dilema yang berkepanjangan, jika ini tidak segera dituntaskan, ya akan begini-begini aja persoalan bangsa kita ini. Dilema yang bangsa kita miliki, talent mulai shortage. Pemilik usaha kesulitan cari orang. Jadi lucu, orangnya banyaak, masih ada yang nganggur..., __tapi nyari orang mulai susah. Kenapa? Mari kita kupas tuntas di episode ini.
*Sulit mana? Mencari Kerja atau Cipta Lapangan Kerja?*
Saya jawab dengan jawaban nanggung, ya.
"Gampang-gampang susah". Susahnya mencari kerja itu, hanya susah mencari yang sesuai dengan passion kita. Mencari kerja itu gampang kok, tinggal cari-cari kerja apa yang bisa kita kerjakan, entah itu sendiri maupun bekerja pada orang lain. Yang penting menghasilkan. Ya kan?
Sedangkan susahnya cipta lapangan kerja itu, ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Itulah kenapa, menjadi pengusaha itu tidaklah mudah, bapaaak. Dan jika ditanya sulit mana? Mencari kerja atau cipta lapangan kerja? Ya sulit cipta lapangan kerja lah, bapaak.
Pengalaman Pribadi;
Banyak motivator menganggap bahwa, wirausahawan atau mereka yang buka usaha sendiri itu lebih hebat dibandingkan karyawan. Saya mau tertawa kalau cerita ini, tapi emang ini kenyataan.
Jadi dulu teman saya suka sekali nonton motivator, terus beli bukunya, baca artikelnya tiap hari, dia ajak saya untuk keluar dari kerja dan memulai bisnis, terus berkata "KS, kamu harus jadi bos KS..., jangan mau jadi jongos terus!". Hhmm, saya cuman bilang ketika itu,"ya nanti, saya akan jadi bos, tapi sekarang jongos duluuu, karena jadi bos butuh modal, wkwka". Terus teman saya bilang gine,"bisnis gak perlu modal KS, tapi otak kanan...". "Otak kanan, ndasmu! Lu pikir sewa ruko, pake otak kanan apa?". "asem tenan...", cuma tu bales KS ketika tu, simpel sih, ga semua orang bisa.
Waktu berlalu..., teman saya semakin gila, setiap hari update statusnya, mengolok-olok para karyawan karena nggak mau jadi wirausaha, lama nggak saya pantengin. Denger-denger, usahanya bangkrut dalam 1 tahun, karena beberapa hal. Gak paham bisnis sebenarnya, dia buka bengkel motor, tapi gak paham mesin, alhasil dikibulin mekaniknya sendiri, xixixi. Modal 100% utang, ee rupanya modal otak kanan itu maksudnya hutang. Kalau berhutang gak usah pake otak. Bermain bisnis dengan hutang, yang dimana dia masih meraba-meraba dan Nol skill disana.
Dalam hati saya waktu tu, apa ya. Oh gine. "Selamat datang di dunia nyata, teman". Dia terlalu berandai-andai..., bisnis itu dunia nyata, itu bukan bermain game yang bisa ulang dari awal, kalau salah langkah, ya wassalam. Teman saya itu lupa, dia bukan putri tanjung yang duitnya unlimited. Sekali masuk lobang, susah keluarnya karena kan enggak ada daya pengungkit.
Saya sebenernya waktu itu, juga pengen sih jadi pengusaha. Tapi kalau gegabah, saya waktu itu sempat mikir besok bisa-bisa tidur dikolong jembatan. Begitulah dulu saya berpikir saat masih muda belia, karena itu saya bekerja dulu di kota ketimbang langsung buat usaha di kota. Lha, saya kan bukan anak konglomerat. Jadi, punya mimpi memiliki usaha dan bisa diwujudkan adalah hal yang ingin saya lakukan. Tapi gak perlu buru-buru, apalagi tidak sadar diri.
Akhirnya. Antara bekerja dan ingin memiliki usaha? Saya pun memilih keduanya. Saya ngerasa gaji saja tidak cukup untuk mewujudkan impian-impian saya yang berbau kemanusiaan itu. Saya jujur, kalo saya cuman makan gaji, saya ga bisa lho bantu orang, apalagi gaji orang. Hanya dengan saya memiliki usaha lah, saya bisa memberi orang lain pekerjaan. Diawali rasa itu pula lah, saya ngotot ingin memiliki usaha. Alasan lainnya, saya aslinya emang anak pedagang sih, jadi ya saya senang aja yang namanya aktifitas perdagangan. Saya bisa menjual produk teman tanpa modal hanya dengan jualan ke teman kerja saya, pakaian misalnya, sepatu, tas, pernak-pernik lucu, aksesoris dan sebagainya. Jualan itu saja membuat saya tidak cukup relasi. Namun kerja di orang lain atau sebuah lembaga/instansi menjadikan saya juga bertumbuh karena saya juga mau ada peningkatan karir.
Kalau mau memiliki usaha waktu itu dirantau orang, saya tentu harus rekrut orang-orang yang kompeten di bidang yang saya butuhkan. Harus sewa asetlah, tanah, atau bangunan. Ya saya sadar dirilah, orang belum punya apa-apa, pacaran aja belum jelas mau ngajak nikah.
Saya sebenernya bekerja tu awalnya cari pengalaman aja. Dari pada dibawah ketiak keluarga kan, ga bisa memutuskan apa-apa. Paling juga disuruh mondar mandir, kesana-kesana, kemari-kemari. Sudah pasti saya tu kebagian yang begituan. Soalnya ga bakal dikasih lepas usaha sendiri. Jadilah saya bekerja keluar dari usaha keluarga. Yaaah. Biar mandiri ajalah ceritanya.
Pengen punya usaha sendiri? Iyaa. Tapi ya cari taulah gimana caranya, biar kayak orang-orang. Enggak yang ngadu sama orang tua. Gimana caranya? Ya kerja dulu kan? Sambil mikir buat usaha apa ya nyambi juga lah jualan produk apa. Ini penting ya saudara-saudara. Demi untuk menambah pemasukan bulanan kita diluar yang sudah jelas. Demi untuk melatih diri kita agar bisa mandiri juga. Demi untuk meraih impian-impian kita yang klo cuma bekerja doang, sudah pasti tidak akan pernah tercapai.
Kenapa dua-duanya? Ya Karena impian tadi, kan? Itulah kenapa saya always melakukan itu sejak tahun 2006 hingga sekarang. Mulai dari yang belum menjadi pengusaha yang real, hingga profit net penjualan saya juga udah menyentuh dua digit. Sampai saya punya trust issue pun, tetap ada keberanian juga untuk menghire orang yang kompeten untuk membantu usaha saya.
Rasanya saya pribadi sebagai yang "cipta lapangan kerja", tentu saya punya standar bagaimana orang-orang yang akan diterima, mulai dari kesan pertama saat pertama kali berinteraksi sama calon pekerja, kemampuan hard skill, dan lain-lain. Selain itu kemampuan usaha saya memberi upah yang mau kerja tentu saja terbatas sebagai pemula. Bisa jadi ga sesuai ekspektasi yang nyari kerja juga. Pun nampaknya, emang ga mudah menemukan kecocokan.
Jangankan cari karyawan, cari pembantu rumah tangga aja susahnya minta ampun. Kan harus cocok-cocokkan. Sehingga muncul semacam gosip-gosip tetangga, saya tu suka betul gonta-ganti karyawan. Kata...., mereka. Jangan-jangan karena inilah..., itulah, cerewet, galak, jutek, kejam, gaji paling ga di bayar, pelitlah, kebanyakan ngatur, dan seenak jidatnya yang komentar. Ewww. Emang gue pikirin? Sepersepsinya mereka aja, hh. Padahal ya, ada banyak macam alasan dan cerita KS dibalik itu semua, yang enggak semuanya harus diceritakan pada sembarang orang. Tak penting. Ga harus jadi pembahasan orang lain. Dan, apakah bagi orang lain, apa yang dilakukan KS itu berat atau aneh? Kan enggak. Biasa aja tuh, laalaalalaala..., yeeyeyeeyee.
Di dunia ini, ga ada yang mudah ya cuk, atas nama kita menggaji orang, meski cuma pembantu rumah tangga. Sebagai ibu-ibu muda yang bekerja waktu itu, orang yang pertama yang akan saya gaji tentulah pembantu rumah tangga, baik menjaga anak, dan urusan kebersihan rumah. Soal gonta ganti pembantu rumah tangga itu ya urusan saya yang gaji lah. Kalo orang yang kerja cuma niatnya makan tidur makan tidur dirumah kita, masa sih kita mau menggaji? Sementara kita nya mulai dari subuh sudah harus siapin ini siapin itu, sebelum berangkat kerja. Masa sih, kita bela-belain gaji orang yang begituan. Masa sih, kita mau bayar gaji orang bodoh yang malah niatnya malah mau mbodoh-bodohin orang pintar, wkwkka. Dia es teller kita S2, kan kita ga bodoh, cuk. Masa sih, kita mau gaji orang yang kalo nyapu rumah arah debunya di sapu ke bawah lemari, atau seenak jidatnya menumpuk piring kotor dan bahkan cucian kering di mesin cuci. Oh no...no ..no.... Jangan komentar dapur orang lah kallen...!
Btw, pengalaman saya waktu pertama kali rekrut pembantu lewat yayasan cukup mengernyitkan dahi. Ada orang luar kota yang sudah kirim biodata via yayasan. Saya sudah kasih ongkos untuk datang ke tempat saya, karena dia dari luar kota. Eh, waktu hari harusnya pembantu itu sampai, sulit sekali dihubungi. Berjam-jam lewat, beberapa hari kemudian dia mengirim pesan di messenger Facebook saya. Dia menyampaikan HP nya jatuh sewaktu berangkat. Ceritanya agak naas memang. Saya hubungi yayasan tetap bisa memastikan akan sampai beberapa hari lagi. Lah, begimana hp udah hilang kenapa ini malah tim yayasan tersambung sama dia dan bisa messenger saya. Duh. Pingin suudzon tapi mungkin entah nomornya terpisah sama HP yang jatuh, atau bagaimana. Dia juga menghubungi kembali via messenger, katanya nanti dikembalikan dan uang transport nanti diganti. Mungkin sebetulnya dia enggan aja datang karena udah dapet kerjaan yang lebih sesuai dengan dia.
Kasus kedua, ada cewek ngelamar di KS Caferesto dulunya. Dan setelah ngobrol-ngobrol, ada chat whatsapp masuk, mengakulah seseorang sebagai suami dari cewek ini. Saya iyakan saja, saya kan hanya buka lowongan karena emang perlu sih ya, bukan mau gimana-gimana. Saya sampaikan ke cewek ini, suami menghubungi dan tidak mengizinkan. Eh, dia malah klarifikasi katanya itu pacarnya belum jadi suami. Ini koq saya yang jadi pusiing. Ya udah, akhirnya saya cut aja daripada udah keterima dia kerja, saya dilabrak sama sang "suami".
Ada juga Ibu-ibu yang sudah minta kerja datang tiap hari karena ia butuh banget pekerjaan. Saya kasian, bolehlah coba dulu, rumah sudah pernah ia datangi dan diminta datang ke rumah jam setengah 7. Eh di hari H mau kerja, malah dengan santainya datang jam 11. Ya saya kunci lah rumah saya, saya harus keluar rumah jam setengah 7 pagi, cuk. Saya telp untuk keesokan harinya dipukul 6 pagi, lalu ia menjawab"Ga jadi ya Mbak KS, jauh". Last but not least, besoknya ya saya SMS lagi abis shubuh, maunya gimana, bener mau kerja apa kagak? Sore baru berkabar "Sebentar ya mbak, saya obrolin lagi sama suami". Alhamdulillah, dia taat suami, hihihi.
Itu beberapa pengalaman saya sih ya, baru sedikit pembantu yang saya ceritakan. Belum cerita karyawan. Artinya ada banyak cerita yang belum dan tidak mungkin untuk dituliskan semuanya. Kadang ya, saya memudahkan tapi orang-orangnya yang bikin ribet sendiri. Dari secuil cerita pengalaman receh-receh saya pribadi diatas, bisa dipahami. Saya yang paham kondisi, kadang bisa jadi uang transport ga mencukupi, tapi ya jangan janjikan "siap siap dong" kalau memang masih dipikir-pikiir. Saya juga waktu itu masih terlalu polos mungkin jadi owner, atau majikan rumah tangga.
Pokoknya ya, cuk. Banyak pengalaman banyak yang mau diceritakan. Ngalamin juga lah yang namanya Bad Hire karena diajukan sama yang udah kerja disini (at KS Garden), anak dan mantunya sendiri. Pas kerja, aduh ga cocok bukan main, bahkan bapaknya sendiri ngerasa malah jadi ribet ada anak dan mantunya. Ya suudah. Saya minta, mengundurkan diri saja setelah sebulan kerja. Begitulah, ada yang bilang susah mencari kerja tapi kok saya malah bilang lain, saya susah mencari pekerja.
Saya merasakannya sendiri waktu dimulai dari saya menjalankan usaha swalayan dan membutuhkan karyawan yang ngurusin inventory, mencek persediaan barang, dan menentukan harga barang ke sistem hingga mengorder barang ke supplier. Saya mencari karyawan lagi, karena baru saja ditinggal resign karyawan lama sebab ia menikah. Saya sadar dirilah hanya bisa menggaji sesuai UMR waktu itu. Tapi karena saya bekerja, tentu saya perlu orang meskipun dapatnya yang tidak berpengalaman pun, nantinya kan bisa akan saya didik. Saya menyebar info lowongan di lingkungan terbatas saja. Singkat kata, beberapa menyatakan bersedia bekerja di tempat saya. Mereka sudah saya kasih tau juga job desc seperti apa, dan mereka bilang, "Sanggup, Kakaak!". Ternyata..., rata-rata mereka hanya tahan satu minggu dua minggu. Mereka mengaku nggak kuat harus duduk seharian di depan komputer melakukan pekerjaan cek barang dan editing harga barang, padahal ya nggak seharian juga, jam kerja standarlah 7--8 jam sehari, itupun fleksibel. "Saya nggak kuat duduk, kakaak," begitu rata-rata pengakuan mereka. "Lebih baik saya disuruh muter-muter seharian di luar. Jalan". Kek-kek gitu lah, kayak yang manja gitu, padahal cemeen. "Segitunya sulit cipta lapangan kerja tu, ga semudah yang dibilang bapak-bapak motivator itu".
Bukan perkara mental memulai bisnis lagi. Tapi perkara sulitnya mencari pekerja yang pas. Saya cipta lapangan kerja tu ya, bukan untuk saya sendiri yang kerja. Buat apa? Saya dan suami punya pekerjaan lain. Tapi kami berdua tetap senang dengan dunia usaha. Tiada pernah rasanya kami ingin berhenti berusaha hingga sekarang untuk mencoba usaha ini dan usaha itu. Pokoknya, yang namanya pejuang mimpi itu harus tetap fight, lanjut teruus!
Dan saat ini, saya kalau rekrut yang ga terlalu banyak syaratlah, jujur, rajin dan sopan juga seni. Dahlah tuh. Saya percayakan kepada beberapa orang yang benar-benar punya kemauan di bidang yang saya jalani sekarang. Yang kreatif inovatif sebagai pihak yang ngurus KS Garden, ya terserah dia lah berkreasi, dia bisa nyari sendiri koq yang cocok kerja secara personal. Alhamdulillah sejauh ini ga ada yang aneh-aneh, karena yang aneh-anehnya udah kefilter dulu sama beliau.
Btw on the busway, dari cerita saya diatas, sulit mana? Mencari kerja atau cipta lapangan kerja? Kayaknya tema ini adalah persoalan menarik, ya cuk. Mencari kerja sulit.., cipta lapangan kerja juga ga kalah, jauh lebih sulit. Apapun itu, keduanya sama-sama menjadi persoalan bangsa kita yang dilematis.
Dalam mengambil keputusan, manusia secara umum memang akan mengambil keputusan yang paling aman bagi dirinya atau keluarganya apalagi berkaitan dengan finansial. Menjadi karyawan, memang resikonya rendah dan pendapatannya pasti pulak walaupun tidak sebesar atau jauh lebih besar dari seorang pemilik usaha. Sehingga untuk mengukur kebutuhan setiap bulan orang yang berprofesi sebagai karyawan tidak butuh "pengeluaran ekstra" diluar rencana dia. Bila ada pun tidak signifikan, tergantung dari cara orang tersebut mengatur keuangannya. Setidaknya untuk kehidupan sehari-hari, aman. Pola pikirnya seperti itu, mau gimana lagi. Manusia bebas menentukan pilihan nya.
Menjadi pemilik usaha resikonya besar dan pendapatannya tidak pasti, bahkan Loss nya bisa luar biasa bila tidak dihandle secara professional. Namun, bila dijalankan secara serius, akan mendapatkan profit yang jauh lebih besar dibandingkan seorang pegawai. Sisi positifnya setelah pendapatannya fantastis apapun bisa diperoleh dan dilakukan dengan mudah. Why not both?
Now, ada pula pertanyaan baru :).
*Mengapa kebanyakan orang di Indonesia lebih memilih bekerja dari pada menjadi pengusaha?*
Fakta membuktikan. Jawabannya seringkali begine. "Ya eya lha..! Eenakan jadi pegawai (asal kagak dipecat) daripada jadi pengusaha. Kalo dipecat namanya bukan pegawai tapi pengangguran. So my premise is not wrong.
Lu gak liat apa pegawai, bisa santai santai di rumah, tetap dapet gaji, biarpun sedikit khawatir ama masa depan. Sedangkan pengusaha, adalah dia yang lagi pusing tujuh keliling mikirin omzet yang super duper turun, gaji karyawan, bayar sewa kios, harga stok yang melambung, mana mau Rhamadan lagi, musti mikir THR, jadwal cuti/bayar duit lembur dan kawan kawan-nya.
Intinya kehidupan pegawai itu lebih comfort, cuk. Sedangkan kehidupan pengusaha itu jauh dari comfort, alias emang musti keluar dari comfort zone kalo mau jadi pengusaha.
Apalagi di saat krisis kayak begini !! Sangat-sangat..., __tidak comfort.
Apalagi yang pegang kebijakan adalah yang gak ngerti makroekonomi, tarif listrik tiap bulan naik, bikin kebijakan harga pangan seenak jidat, bikin kebijakan hari ini A, siangnya direvisi ama stafnya. Mangkanya saya suka cringe kalo denger orang keluar dari kerjaan mau jadi pengusaha di era 2014--2024 ini. Cringe tapi gak ngomong apa-apa..., karena saya menghargai pilihan masing masing individu. BUT. The good news bad news-nya adalah : begitu krisis ini hit the bottom semua orang wajib jadi pengusaha. Karena gaji-gaji bakal tergerus inflasi.
Moral of the story is : Jadi pegawai itu enak, jangan dilepas, kalo mau jadi pengusaha yach monggo. Tapi jangan karena lu benci kerja trus nekad terjun bebas ke dunia usaha. Karena dunia usaha itu jauh lebih kejam daripada dunia kerja. Mulai aja usaha kecil-kecil tanpa modal sambil bekerja. Kalau kata motivator "dig your well before you get thirsty". Karena lebih enak buka usaha/belajar menjual saat lu masih punya fondasi income yang stabil daripada saat lu lagi miskin suriskin.
Banyak orang lebih suka jadi karyawan dari pada membangun usaha sendiri/wirausaha. Sebenarnya bukan karena faktor tertariknya. Tetapi adalah faktor kebutuhan dan faktor keumuman di masyarakat. Klo membangun usaha sendiri, umumnya harus butuh modal. Dan untuk mendapatkan modal, itu tidak mudah, apalagi bagi yang masih memulai start dari tidak memiliki apa-apa.
Yang saya sampaikan ini yang umum-umum aja lho ya, barangkali di luar sana ada yang emang jago dan mentalitasnya kuat sebagai pengusaha ya beda lagi. Mendapatkan modal di bank juga harus ada jaminannya. Mendapatkan modal ke teman/saudara juga kudu ada kepercayaan. Dan yang terpenting ada pertanyaan yang kudu dijawab oleh pelaku usaha ini sendiri yaitu : Mampukah? Benarkah akan fight nantinya? Ini perlu perenungan agak lama. Ndak bisa dijawab seketika. Karena manusia ada memiliki sifat anget-anget tahi ayam.
Di awal-awal semangat banget. Kemudian begitu menemui hambatan sedikit, langsung lemees dan mundur. Ini sudah sering saya jumpai di kalangan teman-teman saya, bahkan saya sendiri sering merasa begitu. Belum lagi untuk urusan kebutuhan yang terus ada. Biaya hidup ini seperti argo. Seakan kita naik taxi yang kita menghasilkan atau tidak menghasilkan, argonya tetap berjalan. Dan jalan paling gampang untuk membayar argo adalah dengan mendapatkan pendapatan rutin bulanan. Dan tentu saja konsekuensinya adalah dengan bekerja.
Jadi atas pertimbangan yang masuk akal tersebut, kebanyakan orang lebih memilih untuk bekerja. Dan emang sudah sunnatullah-nya seperti itu. Yang menjadi pengusaha sedikit. Jadi saya rasa klo memang kita merasa belum levelnya pengusaha secara mentality kesiapan, jangan coba-coba, lebih baik jadi karyawan. Tapi jadi karyawan juga bisa lho disambi menjadi pebisnis. Dan ini tidak butuh modal sebenarnya. Tinggal sepinter-pinternya kita melihat peluang di lingkungan tempat kita bekerja.
Untuk mendapatkan peluang ini, tentu kita perlu ada ilmunya. Ya kan?
#KSStory #KSGarden #KSMotivasi
#PejuangMimpi #Episode33 #SulitMana?
#CariKerjaAtauCiptaLapanganKerja?
#Fbpro #fyp #vod #pertanian #Berkebun