KS Story
KS Story Petani

Don't forget to smile today🙂!

Selanjutnya

Tutup

Video

Pejuang Mimpi Episode 46 Semua Hanya tentang Waktu

18 November 2024   23:02 Diperbarui: 18 November 2024   23:31 108 0 0

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi



Pejuang Mimpi Episode 46
  Semua Hanya Tentang Waktu

Semua hanya tentang waktu,
Intinya fokus kerja saja dulu..., soal pegal-pegal di badan, nanti akan terbayarkan dengan pencapaian. Hidup bukan tentang siapa yang terbaik, tapi siapa yang berbuat baik. Dan tidak berpura-pura baik. Semua hanya tentang waktu. Tetap sabar dan berdoa..., jangan berubah..., apalagi menyerah.

Semua hanya tentang waktu, kuq. Apakah kita akan menjadi penonton dalam hidup kita sendiri..., atau kita akan mengambil peran aktif sebagai sutradara yang menentukan jalan cerita?

Ketika saya mulai beranjak remaja, saya belajar dari pelaku-pelaku hidup. Walaupun itu tidak pernah diajarkan di sekolah, tetapi saya tahu bahwa hidup cuma sekali. Tidak ada yang pasti di dunia ini, kecuali satu yaitu setiap makhluk hidup suatu saat akan mati. Karena itulah, saya harus belajar kapan saja dan di mana saja, dari setiap kejadian alam. Bahkan dari kejadian yang kelihatan kecil dan sepertinya sepele sekalipun, namun bisa saya petik pesan moral yang terkandung di dalamnya untuk saya terapkan guna mengubah hidup saya kelak agar menjadi lebih baik.

Mendewasa bersama waktu. Selulus SMA saya kuliah ke S1 Teknik Industri, jauh dari orang tua, anak perempuan. Modal nekad. Itulah perjalanan. Konon kabarnya, proses lebih penting dari hasil. Dan ngomong-ngomong soal proses, saya jadi teringat ada sebuah kutipan yang secara tegas menyatakan bahwa perjalanan atau proses menuju tujuan akhir..., jauh lebih berharga daripada tujuan itu sendiri. Nah lho. Begitulah katanya, setiap langkah yang kita ambil..., setiap tantangan yang kita hadapi, dan setiap pelajaran yang kita dapatkan selama perjalanan itu, ___akan membentuk siapa kita.

Dan dari alkisah masa silam itu tercatat. Saya pernah membuat keputusan yang kurang populer pada masa itu, yaitu resign dari pekerjaan berpenghasilan tetap. Sepuluh tahun setelah saya, disusul oleh suami saya yang juga resign dari pekerjaan berpenghasilan tetapnya. Saya dibilang belagu. Dan suami saya, dikira apa ada masalah dipekerjakaannya ya? Kek gitu-gitu saat itu. Jadi muncul pertanyaan kritis saya. Lha Emangnya ga boleh..., kalo kita membuat keputusan sendiri dalam hidup? Rumus dari mana? Ini hidup pribadi lho..., duuuh gimana sih netizen.

Saya dan keluarga kecil saya waktu itu sedang memilih jalan hidup, maka itu adalah hak saya sebagai manusia bebas. Tapi seiring dengan pilihan saya..., maka ada tanggung jawab di pundak saya. Ya kan? Bukan hanya terhadap diri pribadi, ya. Tetapi saya juga bertanggung jawab terhadap nasib keluarga saya dan lingkungan di mana saya akan hidup. Saya juga bertanggung jawab atas kebahagiaan orang tua saya yang sudah susah payah menyekolahkan saya hingga jadi sarjana. Begitu pula, dia.

Memilih jalan hidup yang seperti itu ketika itu bukan keputusan yang mudah, netizen sayang. Masih ingat saya tuh, sekelompok orang pernah berkata : "Belagu pula kau KS, KS...., lah bagus-bagus kerja nak berhenti..., jadi tukang masak ja lah kau tu ntar seumur hidup". Awak ketawa-ketawa aja dalam hati, yo sakarepmulah, hidup-hidup gue..., hh.

Sejak saat caci maki dan teriakan-teriakan itu, saya pun mulai tekun bekerja dan hidup melawan arus. Dan mungkin sebagian dari mereka menunggu saat-saat saya jatuh. Akhirnya yo jatuh. Namanya juga jatuh, pasti meninggalkan rasa sakit. Namun teruntuk saya 'the real person', jika saya merasa perasaan saya hancur, maka bersabarlah karena ini semua hanya tentang waktu. Iya, ini semua hanya tentang waktu, kuq. Memang berat..., melelahkan, dan menyakitkan. Tapi saya waktu itu tetap saja yakin bahwa akan ada pelangi setelah hujan..., cahaya setelah gelap..., kebahagiaan setelah penderitaan. Dengan syarat, saya tidak akan menghancurkan hidup dan tujuan saya sendiri sebagai dalih pelampiasan rasa kecewa.

Sepotong kisah hidup KS ini, hanya sekedar melukiskan bagaimana saya dan keluarga kecil saya belajar tentang arti dan makna  falsafah hidup. Mau mengikuti arus atau melawan arus. Manusia bebas menentukan pilihan hidupnya. Caci-maki itu akhirnya berubah juga..., menjadi berkat dalam hidup saya. Karena waktu itu, kan saya hanya ingin melakukan apa yang saya ingin lakukan. Ga yang neko-neko. Ya, meski saya tidak menjadi orang yang sukses, tapi setidaknya untuk ukuran seorang perempuan yang baru menikah, umur masih belum sampai 26 tahun,  saya sudah bisa memberikan kehidupan bagi orang lain waktu itu.

Saya sarjana, iya. Saya di rumah ajah, itupun juga iya, tapi saya tidak sedikitpun mau berdiam diri. Alhamdulillah, semakin semakin dan lumayan banyak saya mencoba. Semakin banyak mencoba, semakin banyak proses pendewasaan diri. Jatuh bangun dalam dunia usaha itu, biasa. Gonta-ganti bidang usahapun, itu juga ga pa-paa. Yang penting, saya tidak meminta belas kasihan siapapun.

Hari bertambah, bulan berganti, dan tahun demi tahun saya jalani dengan rasa percaya diri. Yah, meski ada lah pula sesekali teriakan itu hingga kini masih sering terngiang. Dan itu layak untuk diceritakan. Pernah ada, ya. Disaat saya jatuh, orang-orang yang biasanya sangat baik kepada saya tiba-tiba ia berubah wajah. Ia mulai menceritakan hidup saya. Itu KS, yang pernah buat usaha swalayan bangkrut dalam 5 tahun. Yee, buka usaha saumel cuma 5 tahun pula, caww. Buka usaha batu pecah, 5 tahun nya, langsung Ka-O. Hah, abistu buat lak resto 5 tahun yang dalam sekejap tumbang. Eng ing eeeng, 5 tahun kok sekejap, wkwka. Cak lu hitung, 5+5+5+5, 20 tahun kan? Itu artinya dalam 20 tahun belakangan saya sudah buat ini buat itu. Kan lumayan dari pada elu yang cuman ngomong doang dan enggak pernah berbuat sama sekali. Jangankan tercatat. Hah. Ngapain aja lu selama 20 tahun? Mimpii...?

Lucu...,
Saya sebenarnya ingin sekali melupakan kata-kata orang itu. Tapi nemu catatan lagi, ya jadi ingat lagi. Saya pindah lagi ke laman KS Motivasi.

Ada sebuah catatan yang saya temukan lagi akhir-akhir ini. Begini catatan saya, tempoe doeloe;

"Dan..., buat kamu yang dulunya terlanjur menilai saya. Saya ga minta makan ya sama kamu. Kenal dekat pun, kita juga, __enggak. Memilih, adalah hak setiap orang. Terakhir keputusan saya memboyong anak-anak  saya ke kampus S2, dan bahkan saya harus memilih meninggalkan anak-anak saya yang masih kecil bersama suami saja. What's wrong? Kenapa kamu bilang, saya terlalu ngikutin ego? Ada apa dengan kamu?".

Di keluarga saya, saya tidak merasa bahwa saya kehilangan suara saya. Tapi kamu diluar sana tidak yakin apakah ungkapan cinta saya pada keluarga masih relevan dengan perasaan yang saya miliki. Suami saya melihat saya sebagai pendukung baginya, tapi kan saya juga sebagai sosok yang juga memiliki aspirasi dan suara sendiri.

Dalam hubungan yang sehat, pasangan harus saling mendengarkan, bukan sekadar dengan telinga, tetapi dengan hati. Pernikahan seringkali membutuhkan 'ruang bicara', di mana kita dapat mengungkapkan rasa frustrasi atau keinginan tanpa takut akan penghakiman. You know that?

Komunikasi terbuka adalah kuncinya. Saya memberanikan diri untuk berbicara jujur pada pasangan, tidak hanya tentang perasaan saya tetapi juga tentang persepsi saya akan perasaannya. Saya akan tanyakan lebih dalam, "bagaimana perasaanmu?" atau "apa yang kamu harapkan dari semua ini?". Sesederhana ituuuw saya dan dia, tetapi bisa berdampak besar buat saya dan keluarga.

Mendengarkan sebagai rutinitas saya. Sering kali, ketika pasangan saya mengeluh, saya tidak terlalu cepat mencari solusi. Kan, kadang-kadang dia hanya butuh didengar. Saya enggak terburu-buru menghakimi atau merasionalisasi perasaannya dalam menjalani hidup.

Seringkali ya, kamu menempatkan kehidupan pribadi saya ke dalam kotak / label-label yang bisa saja sebenarnya tidak benar. Sebenarnya kamu kenapa? Apakah dengan segala kesibukan saya, kamu menempatkan kehidupan pribadi saya ke dalam lonely marriage?  Ada apa dengan kamu? Kamu membentuk asumsi tentang saya dan pasangan yang seolah-olah satu sama lain tanpa berdialog.

Saya menghindari 'Kotak Persepsi' yang menyesatkan itu. Saya tidak merasa terperangkap..., karena sementara saya merasa sudah memberi yang terbaik untuk keluarga saya. Komunikasi terbuka adalah kuncinya. Kami berbicara jujur, tidak hanya tentang perasaan kami tetapi juga tentang persepsi kami akan perasaan pasangan. Tanpa disadari, saya mungkin berpikir bahwa pasangan saya puas dengan keadaan yang ada. Saya mengira, "Dia bahagia kok," atau "Ini hanya masa sulit," meski di baliknya ada kepedihan yang terus terpendam karena ga setiap langkah kami sesuai harapan. Selalu saya tanyakan kepada diri sendiri, apakah persepsi ia benar?

Apa yang ia kira, bukanlah kebenaran mutlak.
Saya dan suami  tidak membiarkan kesibukan menggantikan kehangatan. Iya bener, saya dan suami sama-sama sibuk, kamu bilang kami sama-sama ambisius, eww. Tetapi kesibukan kami kan, tidak pernah menggeser kedekatan emosional. Kami selalu berbicara, berbicara dengan hati. Di era serba sibuk seperti sekarang, sangat mudah memang untuk menjadikan penilaian tentang kesibukan sebagai alasan. Bekerja, mengurus anak, mengurus rumah, semuanya menyita waktu hingga disinyalir tak ada yang tersisa untuk satu sama lain.

Hidup ga melulu kerja kerja kerja, __tipes. Kan, bisa luangkan waktu khusus. Saya meluangkan waktu khusus untuk sekadar berbicara dan menikmati kebersamaan tanpa gangguan. Bisa itu malam jumatan sederhana di rumah kebun, atau waktu untuk makan malam bersama tanpa gadget. Anggap ini sebagai 'ritual kebersamaan' yang memperkuat ikatan emosional.

Kita mengenali kebutuhan bahagia yang berbeda. Saya KS, ingin lebih dari sekadar mendukung suami dan anak dimasa depan. Kebahagiaan bagi saya adalah kebebasan, identitas, dan ruang untuk tumbuh. Pasangan saya, di sisi lain, merasa bahwa kebahagiaan itu adalah keluarga yang harmonis. Kami adalah dua orang yang memiliki definisi kebahagiaan yang tak jauh berbeda dan untuk itu kami selalu membicarakannya. Saya memberanikan diri untuk berbicara tentang kebahagiaan kita masing-masing, dan kami menemukan kompromi yang sehat.

Setahu saya. Pernikahan yang bahagia bukanlah pernikahan yang ideal tanpa konflik, tetapi pernikahan yang dapat beradaptasi dengan perubahan kebutuhan dan keinginan kedua belah pihak. Jadi, kunci dari pernikahan saya yang masih harmonis hingga sekarang bukanlah ketiadaan masalah, tetapi kesediaan saya dan pasangan untuk terus mencoba memahami, menghargai, dan berkompromi.

Pernah ada cerita lagi oleh yang lainnya, bukan kamu, tapi dia. Katanya, kisah KS dan RF adalah pasangan yang sedang mencoba menyelamatkan atau mungkin mengakhiri pernikahan, wkwkka. Ngarep banget dia ya. Pandai kali dia menggosip. Kata dia yang lain lagi, malah gini. Di balik senyum ramah dan canda ringan yang KS tampilkan, terletak konflik, kegetiran, dan kelelahan batin yang kerap muncul. KS dan RF adalah dua orang yang hanya pernah saling mencinta, namun terjebak dalam hubungan yang terasa seperti penjara. Ahahaha, kayak di filem-filem aja.

Allow haters,
Ancaak kamu bayangkan lagi, sebuah malam hari yang tenang. Bayangkan, kamu dan pasanganmu duduk bersama di sofa ruang tamu. Mata kalian terpaku pada layar televisi, tersihir oleh kisah Nicole dan Charlie dalam film "Marriage Story." Dalam film ini, kamu mungkin akan melihat KS sebagai Nicole, seorang wanita yang, meski terlihat kuat, merasakan kekosongan dalam dirinya. RF sebagai Charlie, sosok suami yang di permukaan tampak sempurna: sukses, sayang anak, serta penuh bakat kala itu. Dan banyak wanita menginginkannya, wkwkka. KS yang terlupakan. KS tidak hanya seorang istri dan ibu. Ia adalah seorang wanita yang ingin merasa berdaya, dihargai, dan bebas untuk mengejar mimpinya. Konflik dalam film Marriage Story itu, mengajarkan bahwa hilangnya identitas pribadi bisa menjadi akar dari lonely marriage.

Ohya. Saya dan dia tidak sedang kehilangan identitas pribadi, ya. Dalam pernikahan, mungkin sangat mudah terlihat sepertinya seseorang akan terjebak pada peran-peran yang kadang mengaburkan diri sejatinya. Saya, yang terus menerima dukungan pasangan dalam karier, tak mungkin tak paham dengan pola pikir bahwa 'kebahagiaannya' adalah kebahagiaan saya. Sebagai pasangan, penting untuk memberi ruang bagi satu sama lain untuk tumbuh. Pernikahan bukan hanya soal "kita," tetapi juga soal "saya dan dia, kami".

Tahukah kamu?
Kami memberi ruang untuk saling tumbuh. Kami mencoba untuk saling bertanya, "Apa yang bisa saya lakukan agar kamu merasa lebih dihargai sebagai individu?". Ini bisa berarti memberi ruang pasangan untuk mengejar hobi atau karier, atau bahkan menyisihkan waktu untuk merenung tanpa distraksi. Dan saya, saya menemukan "suara" sendiri di tengah hiruk pikuknya pernikahan.

Dan buat orang -orang yang pernah mengira, akan ada jurang dalam komunikasi dan perasaan yang gagal KS jembatani. Itu pikiran mereka. Mau mereka berpikir, oh KS dan RF adalah representasi dari lonely marriage sebuah kondisi di mana dua orang bersama secara fisik tetapi terpisah secara emosional. Itu juga pikiran mereka. Manusia bebas menilai, tapi saya juga bebas untuk abai.

Den sampai kini sakik hati bila teringat komentar pihak sebelah sono. Saya dulu kuliah S2 pas anak masih kecil-kecil. Apo keceknyo, di rumah saja sudah. Dan kecek nan surang lai, eh ngapain perempuan ngorbanin anak..., ngorbanin ini itu hanya untuk gelar? Hh. Proses belajar tidak hanya sebatas mengejar nilai yang bagus atau gelar akademik tinggi, tetapi juga tentang mengembangkan keterampilan, kompetensi, ilmu dan kemampuan berpikir kritis. You know that? Dengan menikmati proses belajar, kita akan menjadi individu yang lebih berpengetahuan dan berwawasan luas.

Banyak orang lebih mementingkan gelar daripada ilmu. Sedangkan sejatinya ilmu lebih penting daripada gelar. Saya telah belajar banyak pada professor yang ketika itu saya kuliah di S2 Ilmu Pemerintahan. Oleh karena ketika saya kuliah itu yang diajarkan adalah  ilmu pengetahuan, maka yang namanya pelajaran ilmu hidup hanya dapat saya serap dari pelaku hidup itu sendiri. Dan pada akhirnya, dapat saya simpulkan bahwa hidup memang bukan tentang menunggu waktu berlalu..., tetapi tentang bagaimana kita memanfaatkan waktu tersebut.

Bukan hanya gelar saja yang penting, tapi ilmu kita. Tentu saja idealnya kita memiliki gelar akademik master sesuatu yang wow untuk ukuran ibu rumah tangga. Namun jangan lupa prosesnya harus dilalui dengan baik dan benar. Kita harus benar-benar belajar dan berjuang untuk mendapatkannya. Unsur terpenting yang harus kita dapatkan sejatinya adalah ilmunya. Jadi idealnya kita memiliki keduanya, gelar master dan ilmunya, tanpa kita lupa sebagai perempuan bahwa di rumah kita hanya ibu rumah tangga biasa.

Bukan hanya gelar saja yang penting, tapi ilmu kita. Sebab ilmu, kompetensi, keterampilan itulah yang nanti akan bisa dimanfaatkan untuk memecahkan banyak masalah. Idealnya memecahkan masalah sosial..., masalah masyarakat dan masalah kenegaraan yang dihadapi banyak orang. Jadi ilmu, bukan gelar, yang akan memberikan kontribusi positif buat masyarakat dan negara. Bagi sebagian orang, hidup adalah sebuah perjalanan yang dipenuhi oleh kesempatan untuk meraih mimpi dan mencapai tujuan.

Inilah pentingnya perjalanan.
Karena.., ada kepuasan yang lebih besar di setiap langkah. Ketika kita fokus pada proses, kita akan merasakan kepuasan yang lebih besar sebab telah memberikan yang terbaik dalam setiap langkah. Ada pertumbuhan yang berkelanjutan, di setiap langkah. Dengan memahami pentingnya langkah dan proses..., kita akan terus termotivasi untuk mencapai potensi penuh untuk diri. Ada pembelajaran yang berkelanjutan, di setiap langkah. Selama perjalanan..., kita terus belajar dan mengembangkan diri.

Proses ini tidak pernah berhenti, bahkan setelah mencapai tujuan. Ada ketahanan mental disana. Entah itu dalam menghadapi tantangan..., maupun kegagalan selama perjalanan. Itu akan melatih kita untuk menjadi lebih tangguh dan tahan banting. Ada pertumbuhan pribadi juga, disana. Perjalanan spiritual dan pribadi juga melibatkan proses yang panjang dan berkelanjutan. Melalui ibadah..., refleksi diri, dan pengalaman berjuang menghadapi tantangan kehidupan..., kita dapat terus tumbuh dan berkembang menjadi versi terbaik dari diri kita. Ada pembentukan karakter, disana. Melalui perjalanan atau proses itulah, kita dihadapkan pada berbagai situasi yang menuntut kita untuk beradaptasi, belajar, berjuang dan tumbuh. Pengalaman-pengalaman inilah yang kemudian membentuk karakter, kepribadian, keterampilan dan nilai-nilai hidup kita.

Semua hanya tentang waktu. Dalam pandangan ini, hidup bisa terasa seperti penantian yang penuh ketidakpastian, di mana setiap hari hanyalah pengulangan dari hari-hari sebelumnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa waktu memainkan peran sentral dalam hidup kita. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana kita memaknai waktu tersebut.
Apakah kita akan membiarkannya berlalu begitu saja, atau kita akan mengisinya dengan hal-hal yang bernilai?

Dahlah, pokoknya den lah maleh berdebat soal ilmu kini, titik. Mari kita berkebun. Sekarang adalah kesempatan untuk menciptakan kenangan indah. Kita bisa membangun hubungan yang bermakna..., dan mencapai tujuan-tujuan yang kita impikan. Hidup ini adalah hadiah, dan setiap detiknya adalah kesempatan untuk menjadikan dunia ini tempat yang lebih baik.

Alih-alih terpaku pada tujuan akhir yang seringkali bersifat sementara, saya diajak suami untuk menikmati setiap momen dalam perjalanan. Katanya, kesadaran akan pentingnya proses akan membuat kita lebih menghargai keindahan dan makna dalam setiap langkah yang kita ambil. Setiap detik yang kita miliki adalah anugerah.
 
Kita yang melihat waktu sebagai aset berharga adalah kita yang manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Setiap detik, menit, dan jam yang berlalu adalah peluang untuk belajar, bertumbuh, dan memberikan dampak positif bagi diri sendiri maupun orang lain. Pandangan ini mendorong kita untuk hidup dengan penuh semangat dan antusiasme, memanfaatkan setiap momen untuk hal-hal yang berarti.

Kita yang juga melihat hidup dari sudut pandang yang lebih melankolis adalah kita yang mungkin merasa bahwa hidup adalah rangkaian penantian yang panjang, menunggu momen-momen penting yang akan menentukan arah masa depan kita. Ehehe. Menunggu. Waktu bisa terasa seperti musuh yang tak terlihat, yang terus berjalan tanpa henti dan meninggalkan jejak berupa kenangan yang kadang menyakitkan.

Mari aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan karier. Dalam dunia kerja, fokus semata-mata pada pencapaian jabatan tertinggi atau gaji yang besar seringkali membuat kita melupakan proses pembelajaran dan pengembangan diri. Padahal..., perjalanan karier yang penuh tantangan dan pembelajaran akan menjadikan kita profesional yang lebih kompeten dan berdaya saing.

Mari kita nikmati setiap langkah dalam perjalanan hidup kita, karena perjalanan itu sendiri adalah anugerah yang besar sekali. Mari kita isi setiap momen dengan tindakan yang positif dan bermakna, sehingga ketika kita menengok ke belakang..., kita bisa merasa bangga dengan perjalanan yang telah kita lalui.

Semua hanya tentang waktu, tentang perjalanan mengingatkan kita bahwa tujuan akhir hanyalah satu bagian kecil dari keseluruhan cerita. Proses yang kita lalui..., dengan segala suka dan duka, kegagalan dan keberhasilan, adalah yang benar-benar membentuk kita menjadi individu yang utuh dan bermakna.  Bermakna tidak hanya untuk diri kita dan keluarga, tapi juga untuk masyarakat dan negara.

Kita sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan dan dilema yang membuat kita merenung tentang arti sebenarnya dari keberadaan kita di dunia ini. Lalu, apa yang bisa kamu pelajari dari perjalanan hidup kamu? Dan dalam episode ini, jadi apa yang membuat sebuah hubungan bertahan, atau sebaliknya, runtuh?

Mungkin, kisah KS tidak jauh beda dengan banyak pasangan di dunia nyata.

#KSStory #KSGarden #KSMotivasi
#KSLifestyle #KSFamily
#PejuangMimpi #Episode46
#SemuaHanyaTentangWaktu
#Pertanian #Berkebun
#Reels #Fbpro #fyp #vod