Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja Makan😅)
Kak Ara menganggu, pelan.
Cerita ini, adalah potret kehidupan Mama remaja. Nanti..., ketika Mama terbangun di malam-malam hari akan Mama tulisankan malam ini juga.
***
Begini ceritanya;Â
Perempuan itu membanting pintu depan. Berdebam. Menyisakan rasa takut gadis remaja yang sekarang sudah hampir berusia empat puluh tiga tahun. Gadis remaja itu, adalah Mama SMA kelas satu, Kak Ara!
"Kenangan apa yang Mama ingat?"
"Tidak ada dipan gratis. Kau kira menampungmu di rumah ini biayanya murah? Nasi yang kau makan, sayur, lauk, itu tidak gratis."
Mama terdiam, membawa piring kotor ke dapur. Mama tidak berani menatap wajah perempuan itu. Kemudian, Mama mendorong kain pel perlahan. Lalu, Mama termangu menatap pintu dapur yang terbuka lebar. Teras depan lengang. Sebenarnya Mama ingin sekali menangis, Kak Ara. Mata mama mulai berkaca-kaca, padahal Mama sudah habis-habisan mencegah air mata itu tumpah, kadang Mama menggigit bibir. Mama menunduk semakin dalam, sambil menyeka keringat di kening. Pe eR Mama banyak, banyak sekali. Dan cita-cita Mama tentu selalu ingin menjadi Juara Kelas, dimanapun Mama sekolah. Karena itulah, Mama sering sekali lambat tidur. Tapi perihal Mama ga bisa tidur cepat ini, sebenarnya sudah sejak SMP. Karena Mama sebelum tidur terbiasa mendengar dongeng, membaca komik, dan menulis. Kadang, Mama juga suka menulis, mencatat hal-hal yang perlu untuk dikenang. Entah itu buruk ataupun baik, hanya untuk sebagai pelajaran hidup. Iya, pelajaran hidup.
Selama kelas Satu SMA itu, bulan-bulan berlalu seperti merangkak, Kak Ara! Apakah sabar mendengarkan orang-orang yang senang berkata buruk itu ada batasnya? Dulu sebelum Mama pergi merantau, Datukmu dan Datuk Mama menyuruh agar Mama menjadi wanita yang kuat dan sabar. Mama sudah berjanji, tidak akan pernah menangis demi apa-apa yang Mama cita-citakan. Dulu Mama ga punya hape untuk menelepon dari kejauhan, kecuali hanya bisa menulis surat pada Datukmu.
Beruntung sekali seminggu Datuk Unyangmu selalu datang melihat Mama, Datukmu juga berkunjung sekali sebulan, karena wajib datang ke Pekanbaru untuk mengirim bulanan abang tertua Mama yang kuliah di Bogor waktu itu. Tempat kita ini kan ga ada Bank BCA dari dulu kak Ara, pun klo pake pos agak lama. Saat mereka datang secara bergantian, Mama riang bukan kepalang. Dan kami akan berkeliling kota bersama supir pribadi Datuk, sambil jalan kami akan bercerita panjang lebar, tentang banyak hal.
"Aku bukan pembantu, Datuk!".Â