Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja Makan😅)
Pejuang Mimpi Episode 92
Pola Asuh Masa Kecil Dan Pengaruhnya Bagi Citra Diri
Banyak kasus orang bermasalah citra dirinya karena sebab yang sangat dekat dengan kehidupannya sehari-hari. Apapun ceritanya seseorang dimasa kini, ia adalah produk dari pola asuh orang tuanya di masa kecil. Iyaaa. Bagaimanapun, pola asuh masa kecil tetap memiliki pengaruh besar terhadap citra diri individu. Citra diri yang positif, ditandai dengan rasa percaya diri, harga diri yang baik, dan penerimaan diri. Seseorang yang memiliki citra diri yang positif, ia cenderung terbentuk melalui pola asuh yang hangat, mendukung, dan memberikan kebebasan bertanggung jawab. Sebaliknya, pola asuh yang kurang baik, seperti otoriter atau abai, juga berdampak pada citra diri yang negatif, seperti rendahnya kepercayaan diri..., kecemasan..., dan kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat.
Ya. Ada keterkaitan erat antara pola asuh masa kecil dengan citra diri seseorang. Ini adalah tentang pentingnya orang tua untuk memiliki pendidikan karakter yang tepat, guna menumbuhkan citra diri positif pada diri anak-anaknya. *Bagaimana pola asuh masa kecil dan pengaruhnya bagi citra diri?* Let me tell you, my story!
*Pengalaman Pribadi;*
Di episode ini saya ingin berbagi pengalaman masa kanak-kanak saya sendiri, yang sangat mempengaruhi citra diri saya sekarang. Tentang bagaimana saya menjalani hari-hari di masa kecil..., tentang bagaimana orang tua saya mengatasi masalah..., dan juga tentang banyak hal. Ada, beberapa poin penting yang saya tangkap terkait hubungan antara pola asuh masa kecil dan citra diri ini. Ada, kejadian-kejadian khusus yang pernah saya alami dan membuat citra diri saya seperti ini. Ada pula, peristiwa-peristiwa yang memicu semangat saya untuk mengamati dan mempelajari perilaku manusia. Dan akhirnya, menjadi bahan pembelajaran yang sangat kaya bagi pengembangan diri pribadi dan profesi saya saat ini.
Keluarga saya menggunakan cerita sebagai alat pendidikan. KS kecil terbiasa mendengarkan dongeng orang tua, juga dongeng Kakek-Nenek. Lewat dongeng, saya belajar nilai-nilai penting seperti kejujuran..., kesabaran..., dan kerja sama. Hari minggu kemaren, saya juga sudah menceritakan pengalaman masa kecil saya pada anak laki-laki saya. Kalau saya ingin anak saya terbuka, saya juga harus belajar terbuka. Baru kali ini, saya sempat menuliskannya.
*Dari mana kita memulai dongeng ini?*
Here we go. Saya masih ingat ketika saya duduk di kelas 3 SD, saya selalu diajak Ayah-Ibu untuk berdagang pakaian. Berdagang pakaian merupakan salah satu dagangan Ayah dan Ibu saya waktu itu. Padahal Ayah juga PNS, tetapi di sela-sela waktunya Ayah tetap ikut berdagang. Dan bahkan dihari-harinya sepulang ia mengajar di tingkat sekolah dasar, Ayah menjemput langganannya dari pasar-pasar. Saya ingat dulu, Ayah punya Toyota kijang merah untuk menjemput dagangan orang-orang di pasar. Zaman dulu kan, belum mudah lah pedagang untuk punya kendaraan pribadi dalam berjualan. Sehingga Ayah menangkap peluang itu. Dan dari hasil Kijang merah itu, bisa beranak menjadi mobil L300 angkutan umum. "Kijang..., memang tiada duanya!"
Saya juga sudah ikut berdagang sejak kecil. Sehingga apa? Berdagang juga sudah menjadi hobi saya sejak kecil dulu. Hobi berdagang itu, kemudian saya jalani terus sampai masa tua sekarang. Saat itu, yang saya pahami adalah oh saya diajak orang tua untuk membantunya menyusun barang dagangan, itu saja. Tetapi setelah saya beranjak besar, saya sadar ada pembelajaran dari sana. Semua itu tidak ada di pelajaran sekolah..., tidak ada. Tetapi bisa dipelajari meskipun usia saya waktu tu masih kecil.
Ternyata sampai sekarang, para keluarga keturunan Nenek CA masih melibatkan anak-anaknya dalam bisnis. Di mobil, apakah kamu tahu dulu, Ji? Nenek CA selalu bilang apa? Dulu Nenek CA selalu bilang gini sama KS; "KS, kalo mimpinya besar..., usahanya ga boleh kecil....". Gituuu. Kayak yang Ji lakukan sekarang sama Mama KS. Terus kan, Nenekmu juga bilang gini dulu; "Bagaimana rasanya? Menjadi anak yang dipundaknya ditaruh banyak harapan orang tua. Bagaimana rasanya? Dihadapkan pada kenyataan hidup..., yang ternyata ga semudah yang dibayangkan. Bagaimana badannya? Masih sehat? Bagaimana mentalnya? Masih kuat? Dan bagaimana hatinya? Apa masih betah? Jangan lupa istirahat yaaaa! Syeeemangat!".
Seorang anak dapat mencapai kesuksesan berkat didikan dan kasih sayang orang tua. Maka, wajib bagi seorang anak menghormati dan menyayangi kedua orang tuanya dengan setulus hati serta tidak segan membantu orang tua. Sabar adalah rahasia utama. Dengan membantu orang tua, KS kecil jadi tahu cara dapat untung. Otomatis, karena saya dengar berapa harga pokok dan berapa harga jualnya. Ada berapa macam jenis barangnya..., barang apa saja yang sering laku dan tidak laku. Bagaimana proses pembayarannya? Bagaimana menjual kepada pembeli langsung, dan sebagainya. Secara tidak langsung, saya sejak kecil juga belajar filosofi dagang dengan terlibat membantu orang tua.
Orang tua saya juga menerapkan hidup sederhana, dan berhemat dalam kehidupan sehari-hari. Tidak membuang-buang makanan..., dan barang-barang secara percuma. Ha segalanya diperhitungkan tu. Mungkin karena merasakan kerasnya kerja untuk mendapatkan uang..., sehingga dinilai oleh sebagian orang bahwa kalo keturunan Nenek CA itu perhitungan, cerewet atau apa ahahaha. Kayak yang misalnya ya, saya. Saya dibilang tu, alah pembokat tiap bulan ganti, terus ujung-ujungnya ga mau pake pembokat. Mungkin ini..., mungkin itu. Jangan-jangan cerewet, perhitungan atau apa. Hahaha, bukan itu.
Saya terlalu perfeksionis mungkin orangnya. Lagian, buat apa dirumah pake pembokat kalo keadaan rumah saya ga jauh lebih baik dibandingkan dengan enggak ada pembokat. Emangnya saya mau gituu...? Kalo misalnya pembokat nyapu rumah saya, terus nyapunya ke arah bawah lemari gituuu. Ya, saya ga maulah pasti. Ngapain juga kan, gaji orang yang kerjanya makan tidur makan tidur dirumah kita. Suami, sama orang tua saya aja ga suka makan masakan pembokat. Buat apa juga, kan? Rumah disapu rumah ga bersih, masakan dibuat masakan ga enak. Kan percuma. Sudah lebih dari 20 orang saya bawa, dirumah saya itu ga ada yang doyan masakan pembokat huahaha. Ga ada yang mau pake baju kalo setrikaannya pembokat. Ya kadang, kan ga beres gitu lipatannya. Bukan perhitungan atau apa..., saya tu lebih suka aja mengajak anak-anak kerja sama. Supaya apa? Supaya anak-anak saya juga tau apa artinya kerjasama, lebih mandiri..., dan yang paling penting supaya mereka tahu tentang arti bagaimana pentingnya membagi waktu dengan baik. Tolong kau catat ini baik-baik ya, biang rumpi!
Ini tentang pentingnya pola asuh masa kecil dan pengaruhnya bagi citra diri anak-anak saya. Dengan mengerjakan tugasnya dalam rumah, anak saya belajar bagaimana merawat diri sendiri, menjaga kebersihan rumah..., dan memahami peran mereka dalam keluarga. Aktivitas sederhana seperti menyusun mainannya..., membantu saya memasak..., atau menyiram tanaman dapat menanamkan nilai-nilai tanggung jawab dan kemandirian. Selain itu, anak saya juga bisa memperoleh keterampilan hidup yang akan mereka butuhkan saat dewasa. Seperti mengatur waktu..., kapan ia harus belajar, dan kapan ia harus membersihkan rumah, memasak, dan bahkan berkebun. Ini bukan soal tak mau menggaji pembokat ya gaeees ya.
Tak hanya itu, pekerjaan rumah juga menjadi sarana bagi anak saya kelak, untuk mengembangkan keterampilan sosial. Saat bekerja bersama anggota keluarga lainnya..., mereka belajar berkomunikasi dengan baik, dan juga belajar tentang bekerja sama..., bernegosiasi, dan menyelesaikan tugas dalam tim. Hal ini, tentu akan bermanfaat bagi mereka saat berinteraksi di lingkungan sosial yang lebih luas.
Ketika anak saya berkontribusi dalam tugas rumah tangga, mereka juga akan merasa lebih dihargai dan kompeten. Meskipun mereka mungkin tidak selalu menikmati tugas yang saya berikan, menyelesaikan pekerjaan rumah bisa memberikan kepuasan tersendiri. Selain itu, pembagian tugas rumah tangga yang adil dapat membantu mengurangi stres dalam keluarga. Dengan adanya bantuan dari anak-anak, pekerjaan rumah bisa selesai lebih cepat, sehingga saya memiliki lebih banyak waktu untuk beristirahat atau menikmati momen bersama keluarga.
*Bagaimana melibatkan anak dalam pekerjaan rumah?*
Melibatkan anak dalam pekerjaan rumah tentu memerlukan pendekatan yang tepat. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah memilih tugas yang sesuai dengan usia dan kemampuan mereka. Jika tugas yang diberikan terlalu sulit, anak bisa merasa frustrasi atau bahkan mengalami risiko cedera. Sebaliknya, jika tugas terlalu mudah, mereka bisa merasa bosan dan kurang tertantang. Bahkan anak-anak yang masih kecil pun bisa mulai diajarkan untuk membantu dalam pekerjaan rumah. Misalnya, pada saat usia anak laki-laki saya balita, ia dapat mencoba belajar merapikan mainannya sendiri atau membantu meletakkan pakaian kotor di dalam keranjang cucian. Tugas-tugas sederhana seperti itu tidak hanya melatih keterampilan motorik anak, tetapi juga mengajarkan bahwa setiap kontribusi si anak, sekecil apa pun, memiliki nilai bagi keluarga.
Selain itu, penting bagi orang tua untuk memilih tugas yang melibatkan anak dalam merawat seluruh keluarga, bukan hanya dirinya sendiri. Misalnya, saya mengajak anak perempuan saya membantu menata meja makan atau membersihkan meja setelah makan akan membuat mereka merasa menjadi bagian dari keluarga yang memiliki peran penting. Dengan cara ini, mereka akan lebih memahami bahwa rumah yang rapi dan nyaman adalah hasil kerja sama semua anggota keluarga.
Bagi anak yang lebih besar, saya bisa mengadakan diskusi keluarga untuk menentukan pembagian tugas rumah tangga. Hal ini akan membantu anak-anak saya memahami bahwa pekerjaan rumah bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi seluruh anggota keluarga. Anak-anak yang sudah berusia enam tahun ke atas bahkan bisa diberi kesempatan untuk memilih tugas yang ingin mereka kerjakan. Dengan begitu, mereka akan lebih termotivasi untuk menjalankan tugasnya dengan baik.
Agar anak-anak saya semakin semangat dalam mengerjakan tugas rumah, saya bisa menggunakan beberapa strategi. Seperti mengerjakan tugas bersama hingga anak bisa melakukannya sendiri, menjelaskan tugas harian atau mingguan dengan jelas..., serta memberikan apresiasi atas usaha mereka. Saya menunjukkan ketertarikan pada hasil kerja anak, saya berikan mereka pujian..., __saat mereka menyelesaikan tugas tanpa diminta. Dan saya menggunakan sistem penghargaan sederhana itu, itu menjadi cara efektif untuk meningkatkan motivasi mereka.
Saya berkaca pada pola asuh KS di masa kecil. Orang tua saya sudah mengajak saya sedari dini untuk membantu pekerjaan rumah sederhana yang dapat saya gunakan dalam kehidupan dewasa. Misalnya membantu menyiapkan makanan..., membersihkan dapur, mengatur meja makan, dan memelihara kebersihan rumah. Membantu orang tua adalah salah satu wujud rasa hormat saya kepada orang tua. Kesadaran untuk membantu orang tua dapat dibentuk oleh pola asuh yang baik sedari kecil. Pola asuh itu semacam pola interaksi yang terjadi antara orang tua dengan anak. Satu hal yang sudah ditanamkan sejak saya masih kecil adalah membantu orang tua bukanlah beban..., akan tetapi sebuah tugas yang kelak akan bermanfaat untuk hidup saya, yaitu mandiri.
*Lantas, bagaimana pola asuh masa kecil dan pengaruhnya bagi citra diri?*
Membiarkan anak membantu pekerjaan rumah akan melatih anak untuk mengerjakan hal-hal yang bermanfaat ketika sudah dewasa kelak. Ini melatih keterampilan hidup mandiri. Membantu pekerjaan orang tua membuat saya lebih sering berkomunikasi dengan orang tua. Komunikasi yang terjalin antara anak dengan orang tua itulah yang membuat saya nyaman dan lebih terbuka kepada Ayah dan Ibu. Ini memperbaiki komunikasi antara ibu dan anak. Anak jadi bertanggung jawab..., pekerjaan juga cepat selesai.
Kontribusi saya sebagai anak pada pekerjaan rumah membuat saya merasa berkompeten dan bertanggung jawab. Dengan melakukan pekerjaan tersebut saya merasa bangga ketika saya dapat menyelesaikannya. Ini juga melatih rasa percaya diri saya. Ketika saya mendapatkan penghargaan dan dukungan atas apa yang saya kerjakan..., rasa bangga serta percaya diri saya seketika meningkat. Saya merasa berkontribusi dalam keluarga dan dari situlah tumbuh rasa sayang saya kepada keluarga. Selain bertanggung jawab, pekerjaan juga cepat selesai. Pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama tentu akan lebih cepat selesai dibandingkan sendirian. Dengan begitu, akan lebih banyak waktu yang saya habiskan bersama keluarga saya. Dan kita akan mendongeng...
Saya juga mau cerita bagaimana dongeng orang tua saya. Tentang bagaimana keturunan Nenek CA yang terkenal pekerja keras..., dan kenapa awal mulanya ia bersikap begitu. Jadi gini, ya gaess. Ni Jus yang kalian kenal sebagai seorang pedagang pakaian legendaris di ujung los pasar lama itu, ia adalah putri satu-satunya Nenek CA. Ha. Uni Jus itu, ibu saya. Dulu ia juga bercerita pada saya, bagaimana ia menjalani hidup nomaden yang dikarenakan oleh ibunya adalah orang yang kadang hidup di perantauan. Masa kecilnya dihabiskan dengan berdagang keliling bersama adiknya sambil bersekolah. Mereka pernah berjualan keliling di Parit 11...,Tembilahan, dan dimana ia tinggal bersama orang tuanya. Kadang, di Kuansing. Mereka berpindah-pindah tempat karena mengikuti orang tuanya yang berdagang hingga kemana-mana. Dengan pekerjaan mereka yang berdagang itu, resiko merugi dan bangkrut tentu bisa saja terjadi. Jadi, mempunyai persediaan uang adalah mutlak untuk bisa bangkit dari kegagalan secara mandiri. Di perantauan mereka tidak bisa mengandalkan bantuan orang lain. Ya kan?
Anak-anaknya Nenek CA, sudah diajari menabung sejak kecil. Karena itu juga sudah menjadi kebiasaan dari orang tuanya. Dari penjelasan ibu saya juga, ia mengatakan bahwa tabungan diperlukan bukan hanya untuk kebutuhan mendadak, tetapi juga sebagai cadangan keuangan dalam berspekulasi bisnis. Di kala ada kesempatan, tabungan bisa digunakan untuk membeli barang-barang untuk berbisnis. Peluang bisnis tidak tentu datangnya. Sehingga adanya tabungan sangatlah penting..., tabungan mereka bisa tidak selalu berbentuk uang, mereka lebih suka menginvestasikan dalam bentuk tanah, emas, dan rumah.
Sampai zaman sekarang KS perhatikan, meskipun mereka juga banyak yang berinvestasi di dagang, tetapi tabungan dalam bentuk emas, tanah dan rumah masih menjadi tabungan yang lebih menguntungkan. Tapi, mereka lebih suka tidak memperlihatkan itu semua dan mengumbar sikap komsumtifnya, mereka lebih suka mewariskan kepada keturunannya. Orang keturunan Nenek CA tu memang lebih banyak berkecimpung dalam bisnis, baik skala kecil sampai besar. Cuma saya dan kakak saya yang pegawai. Meskipun PNS, saya dan kakak saya tetap hobi berdagang. Kita mempunyai pengalaman berbisnis secara turun-temurun, hehehe.
Oleh sebab itu, anak-anak dari keturunan Nenek CA diarahkan untuk tidak jadi pegawai. Kalaupun jadi pegawai jangan lama-lama, katanya ha-ha-ha. Itulah kenapa saya dulu kerja Bank, ujung-ujungnya berhenti. Adik saya juga, cuma betah kerja kantoran di Bank sampai 5 tahun. Padahal udah pegawai BUMN itu di KTP. Tapi dia enggak peduli itu. Kakak ipar saya, juga di Bank dulu, itu cuma sampai 4 tahun. Cuma suami saya yang lumayan agak lama bekerja kantoran di Bank, sampai 10 tahun. Dari kisah keturunan Nenek CA ini, KS cuma mau bilang. Memang harus diakui bahwa bisnis lebih memberi peluang orang untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar dan kesempatan mengelola perputaran uang dalam jumlah besar pula.
Memang setelah lulus kuliah anak-anak Ni Jus masih diberi kesempatan oleh Ayahnya untuk bekerja sesuai minatnya. Tetapi sebagian besar akhirnya diarahkan untuk membisniskan bidang yang ia tekuni menjadi bisnis pribadi. Di kalangan keturunan Nenek CA, bekerja secara mandiri masih dipandang lebih sukses daripada menjadi pegawai ahhaha. Katanya, pada orang tua yang memang sudah bekerja kantoran dan menjadi pegawai, anak-anaknya cenderung juga begitu. Sebaliknya juga gitu, orang tua yang aslinya memang sudah berdagang, anak-anaknya juga cenderung begitu.
Sekarang saya sudah jadi orang tua. Sebagai orang tua, saya tentu ingin juga anak saya tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab. Namun, dalam proses mendidik mereka, kadang kala muncul pertanyaan, kapan waktu yang tepat untuk mulai melibatkan anak dalam kewirausahaan? Apakah terlalu dini, apa saya akan membuat anak-anak terbebani, atau justru lebih baik jika anak-anak saya biasakan sejak kecil? Seperti halnya saya dulu. Ha, kek gitu-gitu.
***
Banyak orang tua tu ya, ragu saat ingin mengajarkan kewirausahaan kepada anak. Ada yang khawatir tugas membantu usaha orang tua akan mengganggu masa kanak-kanak mereka. Tapi saya percaya, bahwa melatih kemandirian anak sejak dini adalah kunci membentuk karakter yang kuat. Faktanya, banyak penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang sejak kecil terbiasa membantu usaha orang tuanya cenderung lebih bertanggung jawab, disiplin..., dan memiliki keterampilan hidup yang lebih baik di masa depan. Namun, tentu saja, memberikan tugas membantu usaha orang tua kepada anak bukan sekadar menyuruh mereka bekerja. Ada tahapan dan cara yang perlu diperhatikan agar mereka bisa melakukannya dengan senang hati, bukan sebagai beban.
*Lalu, di usia berapa sebaiknya anak mulai dilibatkan dalam usaha orang tua? Dan bagaimana cara menyesuaikan tugas dari orang tua dengan perkembangan mereka?*
Membiasakan anak membantu usaha orang tua bisa memberikan banyak manfaat, baik bagi mereka maupun bagi keluarga secara keseluruhan. Mungkin beberapa orang tua masih ragu untuk melibatkan anak dalam usaha keluarga karena khawatir mereka akan merasa terbebani. Namun, pada kenyataannya, mengajarkan anak untuk berkontribusi dalam usaha keluarganya sejak dini justru bisa membantu mereka mengembangkan keterampilan penting yang berguna di masa depan.
Saya juga mau ndongeng tentang bagaimana saya dan adik-adik sepupu saya disaat liburan. Saat liburan dan disela-sela waktu kami, kami yang sudah usia remaja dapat tugas jaga los pasar lama. Juga pada bisnis yang lain, kami juga akan dilibatkan sesuai kemampuan. Terutama di bidang menyusun barang, sehingga kami bisa membantu orang tua dan Nenek kami. Membantu orang tua adalah bentuk bakti kami kepada orang tua dan disisi lain Datuk dan Nenek kami mengenalkan konsep bekerja kepada anak-anak cucunya. Bukan hanya skill berdagang, tetapi yang lebih penting adalah filosofi dagang ingin diturunkan.
Selain filosofi bisnis, Nenek saya dulu juga mewariskan filosofi kehidupan secara turun-temurun kepada anak-cucunya. Filosofi ini sangat penting dan berguna dalam menjalani hidup dan ada pengaruhnya bagi kelangsungan bisnis kami. Saya pun masih mengalaminya. Kakek dan Nenek saya menanamkan kepada anak-cucunya untuk tidak membelanjakan uang melebihi pendapatan. Sebagian dari pendapatan harus ditambahkan ke modal usaha, sehingga dari waktu ke waktu bisnis kita akan makin mengembang.
Keluarga kami banyak belajar berdagang pada orang Minang dan orang Cina. Mereka tu terkenal suka bekerja keras dan tidak ada batasan waktu. Selagi ada peluang, mereka kuat untuk terus bekerja. Tak jarang mereka juga mau direpoti pelanggannya diluar jam kerja. Untung sedikit sudah dihargainya, karena kelanjutan hubungan bisnis dan pembelian kembali jauh lebih penting dan menguntungkan. Bukan hanya sekedar kerja keras, tetapi mereka juga punya strategi agar efisien dan efektif mendapatkan keuntungan dari hasil kerjanya.
Orang Minang juga dididik untuk tidak pilih-pilih pekerjaan, sehingga ia sanggup melakukan pekerjaan dari level bawah sampai atas. Apa yang menjadi tanggung jawabnya akan dikerjakan, tidak merasa gengsi. Nenek moyang mereka juga bilang, kenapa malu wong tidak mencuri. Oleh sebab itu pegawai yang bekerja pada orang Minang harus siap kerja serabutan, karena bosnya juga tak segan untuk turun tangan sendiri.
Dalam pergaulan, saya juga meniru pola itu. Saya harus juga mudah menyesuaikan diri, terutama karena saya yang bergerak di perdagangan sejak kecil. Kata Nenek saya dulu, membangun relasi dengan siapapun itu sangat penting. Sehingga saya harus punya sikap yang fleksibel. Sikap inilah yang memudahkan saya mendapatkan barang, sehingga kalaupun saya tidak punya barang yang dibutuhkan pelanggan, saya tahu tempat barang yang dibutuhkan. Menjadi penyambung/makelar sering saya lakoni untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggan setia saya selain juga dapat untung. Hehehe. Dan tak jarang cara ini menjadi peluang baru bisnis saya.
Selain keluwesan saya dengan suplier, saya tentu juga harus sangat piawai dengan pelanggan. Saya harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang hebat dengan siapapun. Tak jarang saya juga memakai bahasa daerah setempat untuk lebih dekat dengan pelanggan atau pun supplier. Karena saya belajar banyak bahasa daerah dari hidup yang berpindah-pindah. Sehingga logatnya daerah itu, saya bisa sedikit. Saya fasih bahasa Minang, sehingga kadang saya sering dikira orang Minang. Uda toke buah import ko, awalnya juga mengira saya orang Minang ahaha. Tapi setelah mengerti sejarah, rupanya saya cucunya Nenek CA yang ia kenal, karena kerabatnya sesama Minang tinggal di rumah Nenek saya. Saya bisa sedikit bahasa Jawa, sehingga karena muka saya agak Jawa gitu manisnya, dikira juga orang Jawa ha-ha. Iya, kayak Raden Ajeng Kartini. Kadang saya juga ada logat Sundanya, kan? Kadang lunak..., kadang lah keras pulak kayak logat Batak huahaha. Ya, itu karena sehari-hari ada banyak suku yang pernah bekerja pada keluarga saya. Ada Batak, Sunda, Jawa, Lombok, Lampung dan sebagainya. Setidaknya pahamlah, meski tidak lancar-lancar banget.
Orang Minang yang di sebelah kiri kanannya rumah Ibu saya, itu orang-orangnya yang mengaku jadi anak angkatnya Kakek dan Nenek saya. Cerita kakek, mereka bermula hanya mencari tempat tinggal dan hidup dengan berdagang seadanya. Apa yang ada, itu yang di dagangkannya. Mereka berusaha memenuhi keinginannya pasar. Disini, mereka berjuang dan bekerja keras tanpa kenal lelah di perantauan. Akhirnya, berkat rasa percaya dan kerja kerasnya itu, __mereka semua hidup berkembang dengan berdagang. Padahal, dahulu nya mereka datang dengan hanya mengontrak rumah Kakek dan Nenek saya. Di sebelah rumah Ibu. Peralatan rumah seadanya. Sekarang mereka sudah punya rumah sendiri..., dan bahkan sudah punya mobil sendiri. Ada juga yang anaknya sudah jadi toke pinanglah, dan pedagang buah. Dahulunya mereka jualan telor tu. Mereka sangat piawai memutar uang.
Selain orang Pribumi, Kakek juga ndongengin saya tentang relasinya yang orang-orang Cina. Setiap malam sebelum tidur, Kakek dan Nenek saya cerita sama saya tentang relasinya yang orang Cina itu. Orang Cina juga terkenal dengan kepiawaiannya memutar uang, sehingga mereka selalu punya akal untuk mengatur keuangan agar perputarannya lancar dan menambah keuntungan. Oleh sebab itu bisnisnya lancar, tak perlu waktu lama untuk menuai sukses. Kepiawaian memutar uang mereka, didukung oleh kemampuan menghitung yang cepat dan akurat. Hal inilah yang sangat menentukan dalam pengambilan keputusan dalam berbisnis.
Bagi orang Cina tu, kejujuran adalah harga mati. Kejujuran lah yang menjamin hubungan baik dengan pihak lain dan menjaga nama baik yang harus dijaganya dalam berbisnis. Anak-anak mereka dididik untuk jujur sejak kecil. Memang kejujuran memegang peranan penting dalan membangun kepercayaan kepada relasi. Bermodal kejujuran bisnis, akan berlanjut jangka panjang dan nama baik akan dikenal di mana-mana dan mendatangkan pelanggan baru. Hal-hal itulah yang juga diajarkan oleh orang tua saya kepada anaknya dengan melibatkan saya sejak kegil dalam bisnis dan mengikutsertakan saya dalam pekerjaan yang saat itu ditekuninya. Bukan dalam bentuk teori, tetapi terlibat langsung, melihat, mengalami.
Melalui cara dongeng itu pula, anak-anak dari Kakek dan Nenek belajar filosofi dagang atau bisnis dari orang tuanya. Sehingga pada saatnya kami dewasa, pada anak-anak yang memang mampu mengelola bisnis orang tuanya, akan diberi kesempatan untuk mengembangkan bisnis tersebut dengan masih dalam pengawasan orang tuanya. Diberikan penambahan modal dan dibukakan usaha sebagai penerus. Sampai pada tahap usaha itu berjalan dengan baik, secara bertahap orang tua kami akan mundur dan menyerahkan sepenuhnya bisnis itu dikelola oleh anaknya. Sementara bagi anak-anak yang dianggap oleh orang tua kami kurang mampu mengelola bisnis, mereka cenderung hanya dibatasi sebagai pelaksana. Modal cukup sekian, dan terimakasih. Tidak ada lagi penambahan modal, tidak ada. Kebijakan dan pengambilan keputusan tetap ditangan orang tua, tak jarang justru menantu yang diberi wewenang kalau memang dianggap mampu mengelola. Bisnis keluarga masih mendominasi pada keluarga saya.
Ada beberapa poin penting yang saya tangkap terkait hubungan antara pola asuh dan citra diri ini. *Pola asuh dan kepercayaan diri.* Pola asuh yang baik, seperti demokratis atau otoritatif, dapat meningkatkan kepercayaan diri si anak. Orang tua yang memberikan dukungan, kehangatan, dan kebebasan bertanggung jawab membantu anak merasa aman, dihargai, dan mampu menghadapi tantangan. Sebaliknya, pola asuh otoriter atau abai dapat menghambat perkembangan kepercayaan diri si anak, membuat mereka merasa cemas, tidak aman, dan kurang mampu. *Pola asuh dan harga diri.* Pola asuh yang positif juga berkontribusi pada pembentukan harga diri yang sehat. Ketika anak merasa diterima, dicintai, dan dihargai oleh orang tua, mereka cenderung mengembangkan rasa harga diri yang positif. Pola asuh yang terlalu ketat atau terlalu permisif dapat mengganggu perkembangan harga diri anak, menyebabkan mereka merasa tidak mampu atau tidak berharga.
*Pola asuh dan citra tubuh.* Pola asuh juga dapat mempengaruhi bagaimana anak memandang tubuh mereka. Misalnya saya yang ga cantik-cantik amat, tapi selalu dipuji orang tua, "Ga papa item, yang penting ga jerawatan wkwk. Ga papa kuyuus, yang penting hebat matematika hahaha. Ga papa kutilang dara, yang penting ngangenin, awuwooo". Sebaliknya, umpan balik penampilan yang negatif. Misalnya, "kamu jelex item kurus", tanpa ada tambahan nilai dari sisi lainnya, itu dapat berdampak pada citra tubuh yang negatif. Terutama selama masa remaja ketika penampilan menjadi lebih penting. *Pola asuh dan kesehatan mental.* Pola asuh yang buruk, terutama yang melibatkan trauma masa kecil, dapat memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan mental anak. Anak-anak yang mengalami pola asuh otoriter atau abai mungkin mengalami kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya di kemudian hari. Trauma masa kecil, seperti pengabaian atau kekerasan, dapat menyebabkan masalah kepribadian, kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat, dan masalah psikologis lainnya.
Tentang pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, ada yang menerapkan pola asuh otoriter..., otoritatif, permisif, atau abai. Pola asuh inilah yang dapat membentuk bagaimana seorang anak itu memandang dirinya sendiri, baik secara positif maupun negatif. Pola asuh adalah tentang banyak hal yang berkaitan dengan cara penerapan aturan..., nilai, norma, perhatian, kasih sayang, dan sikap dari orang tua untuk dijadikan panutan oleh anaknya.
Jadi ada rahasia mendidik anak ala nenek moyang saya. Keluarga saya menggunakan cerita sebagai alat pendidikan. Keluarga kami terbiasa mendengarkan dongeng. Lewat dongenglah, kami belajar tentang nilai-nilai penting seperti kejujuran..., kesabaran..., dan kerja sama. Kita banyak bercanda tanpa marah..., belajar cukup dengan kasih sayang..., komunikasi yang hangat..., dan disiplin yang menyenangkan agar anak nurut dan percaya.
Sejak menjadi orang tua, saya rasa penting menyediakan waktu bermain bersama anak tanpa gangguan gadget. Seperti dalam Videoklip episode ini. Inilah yang bikin anak merasa dekat dengan keluarganya. Anak akan merasa dihargai saat kita benar-benar hadir untuknya, bukan sekadar bersama secara fisik.
Yuk, mulai dari diri sendiri dan terus belajar jadi orang tua yang lebih baik. *Pola Asuh Otoriter.* Ditandai dengan aturan yang ketat, hukuman yang keras, dan komunikasi satu arah. Anak cenderung merasa takut, kurang percaya diri, dan kurang inisiatif. *Pola asuh otoritatif.* Ditandai dengan aturan yang jelas, tetapi juga dengan kehangatan, dukungan, dan komunikasi dua arah. Anak cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi, mandiri, dan mampu bertanggung jawab. *Pola Asuh Permisif.* Ditandai dengan sedikit aturan dan kontrol, serta kehangatan dan dukungan yang berlebihan. Anak cenderung sulit mengatur diri sendiri, kurang bertanggung jawab, dan mungkin mengalami masalah dalam hubungan sosial. *Pola Asuh Abai.* Ditandai dengan kurangnya perhatian, dukungan, dan aturan. Anak cenderung merasa kurang dicintai, tidak aman, dan rentan terhadap masalah kesehatan mental.
Nah. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua saat masa kecil itulah yang memiliki dampak signifikan pada perkembangan citra diri anak. Orang tua perlu memahami berbagai jenis pola asuh ini dan bagaimana dampaknya agar dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak yang sehat, positif, dan berdaya.
Mendidik anak itu proses panjang, tidak instan. Tapi dengan pola asuh yang tepat, anak bisa tumbuh jadi pribadi mandiri, percaya diri, dan punya empati. Itu kunci dari nenek moyang saya! Ingat pesan Nenek...; *"Kalo mimpinya besaar....., usahanya ga boleh keciil....!"*
Happy reading dear...!
#KSStory #KSMotivasi #KSLifestyle #PejuangMimpi #Episode92
#PolaAsuhMasaKecil
#DanPengaruhnyaBagiCitraDiri