Penulis buku, The Purple Ribbon. Buku tentang kelainan neurologis akibat cacat kongenital tengkorak, diterbitkan oleh Pustaka Obor Indonesia, 2024.
Dalam artikel ini, aku menyertakan video rangkuman singkat wisata di Amsterdam pada pekan terakhir di bulan Agustus.
Video dimulai saat kereta memasuki kota Amsterdam, disusul pemandangan pelabuhan dan kanal-kanal beserta perahu-perahu cantiknya yang berhias bebungaan, Rijksmuseum, kuliner Indonesia, dan berkeliling pusat kota menggunakan tram menuju Stasiun Kereta Amsterdam Centraal.
Semoga video wisata ini bisa menghibur di tengah-tengah berita sedih yang aku dengar mengenai situasi di Indonesia dengan harapan kondisi di sana bisa membaik.
Indonesia dan Belanda memiliki hubungan emosional yang terletak pada sejarah panjang kolonialisme, pergerakan kemerdekaan, dan interaksi budaya yang terus berlanjut sampai sekarang.
Banyak orang Indonesia merasa bernostalgia terhadap pengaruh Belanda misalnya dalam bahasa, arsitektur, musik, dan kuliner. Bagi masyarakat Belanda sendiri mereka menghargai keberagaman budaya Indonesia, musik, pakaian tradisional misalnya batik, dan kuliner nusantara.
Di akhir pekan kemarin, kereta cepat Jerman ICE membawaku dari stuttgart ke Station Amsterdam Centraal. Aku memulai perjalanan pada pukul 8 pagi dan tiba pada pukul 2 siang, dengan waktu transit sekitar 30 menit di Stasiun kereta Koeln (Cologne).
Sebelum memasuki stasiun Amsterdam, dari balik jendela kereta, aku melihat keramaian di Pelabuhan Amsterdam karena hari itu bertepatan dengan minggu perayaan Sail Amsterdam 2025. Sail Amsterdam adalah perayaan besar kemaritiman yang menampilkan parade kapal layar berukuran raksasa, life- music, kembang api, dan aktivitas keluarga.
Ini adalah kali ketiga bagiku berwisata di kota yang terkenal dengan kanal-kanal cantiknya ini. Kunjungan terakhir kemarin yaitu sebelum masa pandemi korona. Saat itu aku datang bersama keluarga.
Sedang wisata kali ini, akan kuhabiskan bersama dua sahabatku, Ika yang sudah tinggal di sini sejak 20 tahun yang lalu dan Lona yang tinggal di Jerman, hanya saja berbeda kota denganku. Aku di Selatan sedangkan dia di Utara.
Stasiun kereta Amsterdam Centraal termasuk salah satu stasiun yang paling sibuk di Eropa. Banyaknya kerumunan penumpang yang berseliweran di dalam stasiun membuat aku dan sahabatku kesulitan untuk mencari satu sama lain, padahal ponsel dalam genggaman masing-masing, sampai akhirnya aku mengatakan "Ku tunggu di depan Stand Informasi".
Ini adalah titik pertemuan yang paling mudah dan praktis. Mudahnya karena terletak dekat gerbang utama stasiun sedangkan praktisnya karena jika masih memiliki pertanyaan seputar Amsterdam, bisa langsung ditanyakan pada petugas di loket.
Angin dingin di musim panas yang berasal dari North Sea menyergap saat kami keluar meninggalkan stasiun. Hal ini membuatku harus melingkarkan syal di leherku.
Hal baru menggunakan tram
Sebelum menuju hotel, kami singgah untuk membeli tiket di GVB Service and Tickets yang gedungnya terletak pas di depan stasiun kereta. Tiket ini bisa digunakan untuk seluruh jenis transportasi publik kota: tram, metro, dan bus. Tentu saja layanan pembelian tiket juga bisa diakses lewat aplikasi.
Ada hal baru dalam penggunaan tiket. Jika menggunakan transportasi tram maka jangan lupa untuk selalu men-scan tiket tersebut saat memasuki dan saat keluar tram, jika tidak, bisa saja penumpang mendapat masalah saat menaiki transport berikut.
Amsterdam benar-benar multi-kultur and I love it.
Tapi, bukan karena itu saja.
Mengapa Amsterdam begitu menarik?
Kanal-kanal dan rumah tua yang bisa dinikmati dengan berperahu atau berjalan-jalan santai saja di sepanjang kanal.
Distrik Jordan dengan area butik, kafe, dan pasar.
Vondelpark, yaitu taman kota besar, cocok untuk jalan-jalan, bersepada, atau piknik dengan sekeranjang anggur dan roti berlapis keju.
Museumplein, yaitu alun-alun dengan pemandangan area museum dan arsitektur.
Bloemanmarkt dan Albert Cuyp Markt, yaitu pasar bunga besar dan pasar jalanan.
Tour sepeda atau menjelajahi kota dengan bersepeda. Ini juga sangat asyik, kita bisa bertemu nenek-nenek dan kakek-kakek Belanda yang masih fit, mereka mungkin saja masih bisa mengalahkan kebugaran Gen Z.
Hehe...becanda. Ntar dikomplein nih sama yang muda-muda.
Oke, masih banyak lagi tempat yang bisa dikunjungi, tapi kali ini kami hanya akan mengunjungi Rijskmuseum dan berwisata kuliner Indonesia.
Rijskmuseum
Rijskmuseum adalah museum seni dan sejarah Belanda yang sangat kaya. Di sana tersimpan koleksi seniman-seniman mulai abad ke-17 seperti van Gogh, Rembrandt, Vermeer, dan masih banyak lagi.
Lukisan-lukisan tentang sejarah Belanda tentang adegan perang dan potret para bangsawan. Misalnya lukisan terkenal selebar dinding museum "Night Watch" karya Rembrand, awal mula lukisan-lukisan Self-Portrait yang berkembang pada tahun 1930-an.
Ada anjungan dan dekorasi interior ruang-ruang bersejarah, termasuk Hall of Honour (De Eregalerij) dengan patung-patung bangsawan dan The Netherland Overseas yaitu sejarah perniagaan Belanda VOC pada tahun 1600-an. Koleksi seni dekoratif, keramik, mebel antik, dan tekstil dari berbagai periode.
Setiap ruangan diberi nama yang memudahkan pengunjung menelaah informasi. Aku sendiri memberi waktu cukup lama pada ruangan yang menampilkan sejarah Belanda: perdagangan, pelayaran, kolonial, budaya, dan kehidupan sehari-hari di masa lampau.
Terdapat juga ruang perpustakaan, hanya sayang sekali saya tidak punya waktu banyak untuk ke situ. Saya berjanji pada diri sendiri untuk ke sana lagi di lain waktu.
Ada hal yang sangat menarik juga di Rijksmuseum ini, yaitu ditampilkannya budaya Indonesia.
Di salah satu ruangan terdapat lukisan-lukisan pakaian tradisional suku Jawa dan replika dalam kotak kaca mengenai kehidupan masyarakat Indonesia di masa kolonial. Aku merasa sangat terharu memandang semua itu, ditambah lagi saat melihat betapa antusias pengunjung-pengunjung museum mengaguminya.
Kuliner Nusantara
Di samping Rijksmuseum, menikmati hidangan nusantara adalah yang pasti semua orang Indonesia ingin lakukan di kota ini. Hal ini karenakan apa yang disajikan oleh warung atau restoran Indonesia di sini sangatlah autentik.
Bumbu dan bahan-bahan dapur Indonesia lebih mudah di jumpai di kota ini dibandingkan di negara Eropa lainnya, bahkan mereka memproduksi sendiri. Misalnya, tempe dan tahu yang beredar di hampir seluruh Eropa adalah Made in Netherland.
Kami mencoba Soto Betawi di salah satu Warung Indonesia yang terletak di pusat kota. Di hari lain, kami menikmati Nasi Padang di Rumah Makan Minang yang terletak agak sedikit keluar dari pusat kota. Kami betul-betul menikmati hidangan selera nusantara tersebut.
"Thanks God, nikmat manalagi yang kau dustakan."
Semoga video ini bisa menghibur dan memberi gambaran kecil akan kota Amsterdam.
Sekali lagi, doa dan harapan terbaik bagi kondisi tanah-air.
Salam manis,
Meike Juliana Matthes