Pegiat Literasi Publik, Pro Life Indonesia, Digital Journalism, Pengelola Jakarta News dan Ruang Biblika Kompasiana

When the sun begins to weary of greeting the world,
and shadows stretch long across the earth,
I sit in silence by the old doorstep,
counting the pulse of time as it slows.
Many footprints are left behind---
some washed away by rain, some etched into the stone.
Of a love that once burned bright,
of a grief that once weighed heavy on the heart.
Life is not merely a sum of growing numbers,
but how much direction we have given.
For at the end of a day turning dim,
only peace is carried into the Last Night.
Ketika mentari mulai lelah menyapa dunia,
dan bayang-bayang memanjang di atas tanah,
aku duduk terdiam di ambang pintu tua,
menghitung detak waktu yang kian melambat.
Ada banyak jejak yang tertinggal di belakang,
sebagian terhapus hujan, sebagian terpatri di karang.
Tentang cinta yang pernah membara,
tentang duka yang sempat menyesakkan dada.
Hidup bukanlah sekadar angka yang bertambah,
namun, seberapa banyak kita memberi arah.
Sebab di penghujung hari yang mulai temaram,
hanya damai yang dibawa ke dalam Malam Terakhir
Life is not merely a sum of growing numbers,
but how much direction we have given.
For at the end of a day turning dim,
only peace is carried into the Last Night.
"The Last Night" karya Opa Jappy
Secara keseluruhan, puisi ini bertema tentang kontemplasi seseorang di masa senja atau akhir hayatnya.
Metafora waktu (matahari terbenam dan malam) untuk menggambarkan fase akhir kehidupan manusia [01:30].
Fokus bukanlah kematian yang menakutkan, melainkan pada pencarian makna dan kedamaian batin.
“When the sun begins to weary of greeting the world...” [00:14]. Penggunaan kata "matahari yang lelah" dan "bayang-bayang memanjang" secara visual menggambarkan usia tua. Ia, mungkin juga Anda dan Saya, duduk diam di "ambang pintu tua," simbol pembatas antara dunia luar (masa lalu) dan rumah (akhir hayat) [07:49].
“Many footprints are left behind...” [00:42] melambangkan perjalanan hidup.
Ada kenangan yang hilang ("terhapus hujan") dan ada yang sangat membekas ("terpatri di batu").
Inilah spektrum emosi manusia, cinta yang membara dan duka yang menyesakkan dada [02:41].
“Life is not merely a sum of growing numbers...” [01:13]. Inti filosofis dari puisi. Menegaskan bahwa nilai hidup seseorang tidak diukur dari usia (angka), melainkan dari "arah" atau dampak yang telah diberikan [09:20].
Matahari (The Sun). Melambangkan vitalitas dan waktu hidup yang mulai habis.
Malam Terakhir (The Last Night); Simbol peristirahatan terakhir atau kematian [10:44].
Damai (Peace), Merupakan satu-satunya "bekal" yang berharga untuk dibawa saat seseorang meninggalkan dunia ini [03:20].
Puisi ini mengajak pembaca untuk tidak hanya fokus pada kuantitas hidup, tetapi pada kualitas kontribusi dan arah yang kita ambil.
Di penghujung hari, pencapaian materi tidak akan dibawa; yang tersisa hanyalah kedamaian hati setelah melewati segala suka dan duka kehidupan [06:58].
Melalui liriknya yang dibawakan dalam dua bahasa (Inggris dan Indonesia), Opa Jappy memberikan pesan universal yang menenangkan tentang penerimaan diri dan kebijaksanaan dalam menghadapi masa tua.
Puisi nada yang melankolis namun penuh harapan (hopeful), menekankan bahwa kedamaian adalah tujuan akhir yang paling utama [09:46].
(dr. Antonius Tan | Opa Jappy Official)