Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Jurnalis

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Kopi Toratima, Kopi Luwaknya Sulawesi Tengah

7 Agustus 2020   04:28 Diperbarui: 7 Agustus 2020   04:47 1776 1 1


Indonesia memiliki ragam jenis kopi serta namanya. Bahkan dibalik penamaan kopi khas, mengandung cerita sejarah dan maknanya. Untuk nama-nama kopi, selalu diberikan sesuai nama daerahnya. Misalnya Kopi Sigi Toratima, adalah kopi robusta khas Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. 

dok.pri
dok.pri
Tidak jauh berbeda dengan kopi yang lain, keunikan kopi Toratima terletak pada cara pemilihan biji kopinya. Biji kopi diambil dari lepehan binatang nokturnal yang memakan buah kopi di malam hari, seperti tarsius, kelelawar, tangali, dan lain-lain. Biji kopi yang tertinggal di permukaan tanah, kemudian diolah dan dijadikan kopi Toratima.

Awalnya kopi Toratima hanya dikonsumsi masyarakat setempat untuk disuguhkan kepada tamu atau dalam kegiatan adat. Seiring berjalannya waktu, kopi Toratima kemudian menjadi sajian khas yang dijual ke pelbagai daerah di Sulawesi Tengah, seperti di Kota Palu. Bahkan, saat ini telah tersedia di Bandara Sis al Jufri Palu dalam bentuk kemasan atau bisa langsung dinikmati. 

Fermentator organik Kopi Toratima. Dok Karsa Institute 
Fermentator organik Kopi Toratima. Dok Karsa Institute 

Kopi Toratima berasal dari dataran tinggi Desa Gempu, Kecamatan Pipikoro, Kabupaten Sigi. Di desa itu, hampir semua warga menanam kopi serta mengolahkan menjadi kopi siap dikonsumsi. 

Di daerah dataran tinggi Gempu, terdapat banyak kuskus kerdil yang memiliki peran serupa sebagaimana luwak dalam pembuatan kopi luwak. Bedanya, kuskus kerdil tidak memakan biji kopi, melainkan melepehkannya. Karena kuskus kerdil hanya memilih buah kopi matang terbaik, kopi pilihan kuskus kerdil ini dipercaya memiliki cita rasa yang istimewa.

Dalam catatan sejarahnya, Kecamatan Pipikoro merupakan kawasan pengembangan komoditi kopi terbesar di Kabupaten Sigi dan telah berlangsung lama. Menurut Direktur Yayasan Kemitraan Alexander Mering, pada tahun 1820-an masyarakat Sulawesi Tengah mulai bertani kopi mengikuti tradisi tanam yang diperkenalkan Belanda di Minahasa, Sulawesi Utara.

Namun ketika itu, Belanda melarang warga lokal untuk menikmati buah kopi yang mereka tanam. Walhasil, warga pun mencari cara lain menikmati kopi dari kebun mereka. Yakni dengan mengolah biji kopi muntahan mamalia hutan yang berceceran di tanah perkebunan. Ternyata kopi muntahan mamalia hutan seperti, kuskus dan tarsius, menjadi asal muasal  biji-biji Toratima yang berkualitas.

Saat ini, para petani masih memanfaatkan kopi untuk dipasarkan ke seluruh daerah di Indonesia. Sedangkan untuk pengolaannya masih dilakukan secara manual agar rasa khas dari kopi tersebut tetap terjaga. Karena rasanya yang beda, akhirnya Kopi Toratima mulai diperkenalkan secara luas melalui Karsa Institute yang merupakanLembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Palu pada Maret 2016 lalu.  

FOTO: ANTARA/Irwansyah Putra
FOTO: ANTARA/Irwansyah Putra
Karta Institut memperkenalkan Kopi Toratima dalam sebuah festival kopi yang dihadiri kepala daerah Sigi, jajaran petinggi satuan kerja perangkat daerah, DPRD Kabupaten dan Provinsi dan para anggota DPR RI dari daerah pemilihan Sulteng.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2