Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah
Indonesia memiliki ragam jenis kopi serta namanya. Bahkan dibalik penamaan kopi khas, mengandung cerita sejarah dan maknanya. Untuk nama-nama kopi, selalu diberikan sesuai nama daerahnya. Misalnya Kopi Sigi Toratima, adalah kopi robusta khas Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.
Awalnya kopi Toratima hanya dikonsumsi masyarakat setempat untuk disuguhkan kepada tamu atau dalam kegiatan adat. Seiring berjalannya waktu, kopi Toratima kemudian menjadi sajian khas yang dijual ke pelbagai daerah di Sulawesi Tengah, seperti di Kota Palu. Bahkan, saat ini telah tersedia di Bandara Sis al Jufri Palu dalam bentuk kemasan atau bisa langsung dinikmati.
Kopi Toratima berasal dari dataran tinggi Desa Gempu, Kecamatan Pipikoro, Kabupaten Sigi. Di desa itu, hampir semua warga menanam kopi serta mengolahkan menjadi kopi siap dikonsumsi.
Di daerah dataran tinggi Gempu, terdapat banyak kuskus kerdil yang memiliki peran serupa sebagaimana luwak dalam pembuatan kopi luwak. Bedanya, kuskus kerdil tidak memakan biji kopi, melainkan melepehkannya. Karena kuskus kerdil hanya memilih buah kopi matang terbaik, kopi pilihan kuskus kerdil ini dipercaya memiliki cita rasa yang istimewa.
Dalam catatan sejarahnya, Kecamatan Pipikoro merupakan kawasan pengembangan komoditi kopi terbesar di Kabupaten Sigi dan telah berlangsung lama. Menurut Direktur Yayasan Kemitraan Alexander Mering, pada tahun 1820-an masyarakat Sulawesi Tengah mulai bertani kopi mengikuti tradisi tanam yang diperkenalkan Belanda di Minahasa, Sulawesi Utara.
Namun ketika itu, Belanda melarang warga lokal untuk menikmati buah kopi yang mereka tanam. Walhasil, warga pun mencari cara lain menikmati kopi dari kebun mereka. Yakni dengan mengolah biji kopi muntahan mamalia hutan yang berceceran di tanah perkebunan. Ternyata kopi muntahan mamalia hutan seperti, kuskus dan tarsius, menjadi asal muasal biji-biji Toratima yang berkualitas.
Saat ini, para petani masih memanfaatkan kopi untuk dipasarkan ke seluruh daerah di Indonesia. Sedangkan untuk pengolaannya masih dilakukan secara manual agar rasa khas dari kopi tersebut tetap terjaga. Karena rasanya yang beda, akhirnya Kopi Toratima mulai diperkenalkan secara luas melalui Karsa Institute yang merupakanLembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Palu pada Maret 2016 lalu.
Tidak lupa pula para pecinta kopi turut mencicipi kopi khas asal Kabupaten Sigi itu. Alhasil, tidak kurang dari 3500 pengunjung hadir dan boleh mencicipi kopi Toratima dari 19 desa yang mengikuti acara festival tersebut.
Kini pemerintah daerah terus mendorong para petani untuk mengembangkan tanaman perkebunan itu dengan memanfaatkan lahan-lahan yang ada.