Mantan jurnalis; videografer Media Asing New Tang Dinasty Television (NTDTV). Blogger lifestyle, suka menulis isu lingkungan, seni budaya, traveling, kuliner dan fiksi. Kompasiana Next Top Content Creator 2024 || Peraih Brst in Fiction Kompasiana 2014. Tinggal di Bogor. IG @rachmatpy Tiktok @rachmat_py
Kawasan historis Gondangdia -- Cikini, Jakarta Pusat menyimpan kekayaan khasanah kuliner legendaris. Di antaranya lahir pada zaman pendudukan Belanda.
Saya menyusuri kawasan historis Gondangdia - Cikini, bareng 50an peserta jellajah kuliner, pada Sabtu 27 Juli 2024. Tepatnya saat mengikuti ajang Jelajah Kuliner bareng Komunitas Traveler Kompasiana (Koteka(, Country Choice dan Wisata Kreatif Jakarta (WKJ).
Jelajah mengeksplor 4 kuliner legendaris yang sudah eksis puluhan tahun.
Ceritanya ada dalam video youtube di atas. Tonton ya, karena saya rasa berguna buat teman-teman yang bingung spot wisata kuliner lejen, atau ingin tahu rute walking tour kawasan historis Cikini - Gondangdia. Khususnya bagi teman-teman domisili luar Jakarta. Lokasinya gak jauh dari akses Commuterline Jaboetabek. Jadi sangat mudah dijangkau.
Start mulai dari Museum Joeang 45 kaawasan Menteng, Jakarta Pusat. Sejarah museum, dulunya adalah hotel mewah bernama Hotel Shcromper tempat para elit zaman kolonial Belanda menginap.
Lokasi ini memang cocok banget untuk area titik kumpul. Ikonik dan luas, nampung banyak orang.
Setiaknya rombongan melewati soto legenaris Cut Meutia yang berdiri sejak tahun 1970 bernama Soto Semesta. Perubahan nama, konon inspirasi dari seorang Menteri yang menyebutnya Soto Cut Meutia.
Lewati juga Tugu Kunstring dan Masjid ikonik Cut Meutia.
Bersebelahan dengan Pasar Gondangdia, seberang stasiun ada toko roti lejen, Toko Roti Lauw. Tokonya sederhana, gak terlalu gede. Didirikan oleh Lau Tjoan To pada tahun 1940.
Memproduksi roti jadul beraneka ragam varian dengan kemasan sederhana. Mulai roti varian kelapa, srikaya, coklat, keju, nanas, gambang dan lain-lain. Kerennya lagi produk roti tidak menggunakan bahan pengawet.