Pande Temmo, Tradisi Khatam Quran Masyarakat Bugis-Makassar di Maumere Pulau Flores
Oleh: Sultani
Mystery Challenge kali ini Saya akan menceritakan tentang sebuah tradisi yang cukup populer di kalangan masyarakat peranakan Bugis-Makassar di kampung tempat saya lahir dan tumbuh menjadi remaja. Nama kampungnya Geliting, di Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Tradisinya adalah Pande Temmo atau khatam Qur'an untuk anak-anak.
Sebelumnya Saya mau menyatakan disclaimer tentang artikel dan tayangan Youtube-nya. Pertama, cerita tentang tradisi Pande Temmo dan video Youtube adalah asli. Kedua rekaman video Youtube tidak diambil dalam momen puasa atau Ramadan, tetapi dalam acara Pande Temmo di luar bulan puasa tahun 2012. Video hanya ilustrasi untuk menggambarkan prosesi tradisi khatam Qur'an beserta cerita dan pernak-perniknya.
Mungkin nama Sikka kurang populer buat pembaca, saya akan sebut clue lagu yang pernah tenar beberapa tahun lalu, yang kemudian dikreasikan menjadi tarian dan senam. Judul lagunya Gemu Fa Mi Re, atau yang populer dengan sebutan "Goyang Maumere". Maumere yang menjadi rujukan nama goyang dari dendang lagu Gemu Fa Mi Re tersebut mengacu pada bahasa, dan asal penyanyinya dari Maumere, sebuah kota kecil yang terletan di bagian tengah Pulau Flores. Maumere ini adalah nama ibukota Kabupaten Sikka, di mana kampung masa kecil Saya menginduk.
Perlu Saya gambarkan secara singkat saja bahwa Kami merupakan masyarakat pendatang yang sudah mendiami kawasan pesisir di kampung Geliting sejak akhir abad ke-18. Nenek moyang kami berasal dari Sulawesi Selatan, tepatnya dari Makassar dan Bone, dan tiba pertama kali di daratan Flores ini sekitar akhir tahun 1800-an.
Melalui dialog dan diplomasi dengan penguasa lokal, nenek moyang kami diberi konsesi lahan di beberapa lokasi, karena dinilai loyal dalam membantu mereka mengusir musuh bebuyutan dari wilayah kekuasaannya. Namun, konsentrasi permukinannya lebih banyak di pesisir pantai. Merekalah yang membawa bahasa dan tradisi budaya Bugis-Makassar ke tempat baru ini, kemudian diwariskan kepada anak-cucunya kelak.
Tradisi-tradisi tersebut lebih banyak berputar di sekitar siklus hidup manusia, misalnya kelahiran (makulawi), khitan (sunak), pernikahan (pebotting), hingga meninggal dunia. Selain itu ada juga tradisi yang terkait dengan momentum hidup, terutama dalam belajar agama seperti mengaji (cera basa), khatam Quran (pande temmo). Sementara tradisi berkaitan dengan waktu lebih banyak fokus pada tradisi menyambut Ramadan, puasa, dan lebaran. Tradisi-tradisi ini dalam perjalanannya banyak yang hilang, sehingga yang tersisa hanyalah tradisi-tradisi yang populer di dalam masyarakat saja.
Dalam Ramadan bercerita edisi kali ini tradisi unik yang akan saya ceritakan di sini adalah Pande Temmo. Tradisi ini menjadi momen penting dalam perjalanan hidup seorang anak yang dianggap sudah menunaikan salah satu kewajiban agamanya, yaitu menyelesaikan masa belajar Quran hingga 30 jus. Pande Temmo sendiri memiliki makna sebagai akan tambah pandai pemahaman agama Islamnya setelah tamat al Quran.
Biasanya acaranya akan dilaksanakan secara besar-besaran berupa pesta yang berlangsung selama berhari-hari. Pande Temmo ini sebetulnya bukan tradisi asli yang benar-benar unik dalam bulan Ramadan. Tradisi ini sifatnya netral, tetapi bisa digabungkan menjadi satu dengan beberapa tradisi yang berupa siklus hidup atau di dalam Ramadan.