
Proyeksi nilai Rp51,82 triliun untuk memulihkan Sumatera. Angka itu dipaparkan oleh BNPB berdasarkan kompilasi perhitungan Kementerian PUPR---suara meja rapat yang gemilang, berderet nol, dan bergulir diulang berbagai media. Sementara itu, di desa-desa dan permukiman yang luluh lantak, Ibu-ibu masih mengantre air bersih, anak-anak tidur di tenda amburadul, dan pengungsi bertanya: "Rp51,82 triliun itu untuk siapa dan kapan sampai ke kami?"
Di kamp pengungsian, percakapan sehari-hari bukan tentang angka, tetapi tentang hal paling dasar: makanan, sanitasi, obat, dan papan. Seorang bapak pengungsi di Tapteng berkata, "Kami lihat alat berat datang, tapi rumah belum bersih, dokumen kepemilikan rumah hilang --- bagaimana mau bangun ulang kalau identitas tanah tak jelas?" Narasi ini selalu sama: surat kabar mencetak satu baris angka besar, warga mencetak bekal untuk sehari-hari.
Berkaca pada Angka Rp40 triliun yang pernah disebut untuk pemulihan Sulawesi Tengah setelah gempa besar juga pernah menggetarkan headline --- sebuah estimasi yang memetakan kerusakan, kebutuhan stimulan, dan rekonstruksi. Namun pada kenyataannya, realitas lapangan menunjukkan banyak kebutuhan kecil yang tak masuk ke dalam kalkulator besar itu: akses jalan kecil yang putus, sumur yang tercemar, fasilitas pendidikan yang rusak, trauma psikologis anak-anak yang jarang dihitung dalam anggaran publik.
---
Mengapa angka besar terasa hampa bagi warga?
1. Angka dibuat cepat untuk membuka ruang anggaran, bukan berdasarkan data lapangan yang sudah tuntas diverifikasi.
2. Komunikasi tak sinkron: pejabat bicara triliunan, warga masih berebut logistik dasar.
3. Masalah administratif: dokumen kepemilikan yang hilang menghambat bantuan stimulan.
4. Dana besar distribusi cepat. Desa terpencil tetap menunggu lebih lama.
---
Sudut pandang warga: bukan angka, tapi kepastian
Yang diminta warga sederhana:
jadwal perbaikan jalan, akses air bersih dalam 30 hari, daftar bantuan yang transparan, dan audit publik yang jujur.
Mereka tidak menolak angka besar --- mereka menuntut realisasi nyata.
---
Pesan untuk pembuat kebijakan
Jelaskan metodologi estimasi: jika Rp51,82 triliun berasal dari PUPR dan BNPB, buka rinciannya.
Prioritaskan kebutuhan dasar yang menyelamatkan hidup.
Permudah verifikasi penerima bantuan, terutama bagi yang kehilangan dokumen.
Buka data anggaran per kecamatan, bukan hanya total provinsi.
---
Angka triliunan hanya berguna bila berubah menjadi tindakan: rumah yang kembali berdiri, sekolah kembali dibuka, air bersih mengalir, dan warga bisa bekerja lagi. Tanpa itu, angka besar hanya menjadi simbol, sementara rakyat tetap memulihkan diri dengan empati, gotong royong, dan tenaga sendiri.
oleh: Supriadi Syarif --- Pemerhati Kebijakan Publik
2025|SS-PUB-2025-001