Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.
Dari Bandara Kunjungi Empat Objek Wisata sebelum Pulang ke Rumah Ibunda di Klaten
Empat anggota Keluarga Trah Sastro Martoyo terlihat cukup senang saat menjemput kedatangan kami di bandara YIA Kulon Progo (14/6/2024). Adik Nanik, Adik Tarti, keponakan Nurul, dan keponakan Isma yang menjemput saya dan istri tercinta itu. Semua wanita. Mobil carteran segera membawa kami meninggalkan bandara.
Sebenarnya saya diminta makan lebih dahulu. Namun, saya ingin makan di objek wisata yang akan kami kunjungi pertama setelah keluar dari bandara. Perjalanan menuju rumah ibunda di Klaten tertunda karena kami ingin berwisata lebih dahulu.
Objek Wisata Hutan Pinus Pengger
Sesuai rencana, kami akan singgah ke beberapa objek wisata. Untuk yang pertama, kami mengunjungi Hutan Pinus Pengger. Setelah mobil yang dikemudikan oleh Mas Thofik diparkir, kami segera turun dan berjalan menuju pintu masuk objek wisata itu.
Begitu masuk lokasi, jalan yang menanjak harus kami lewati. Dengan semangat empat lima, kami berjalan perlahan-lahan mengingat usia yang tidak muda lagi.
Saya dan istri tercinta mencari tempat yang nyaman untuk menyantap makanan yang dibawa adik-adik kami dari Klaten. Satu nasi kotak segera saya buka setelah tiba di sebuah bangku panjang yang nyaman untuk menikmati makan siang.
Kami sangat menikmati lingkungan yang dikelilingi pohon pinus. Udara terasa sejuk. Belum banyak orang lalu lalang di sekitar tempat kami duduk menikmati nasi dengan lauk yang cukup enak itu.
Setelah selesai menyantap makanan dengan lahap, saya pun segera membersihkan diri, cuci tangan dan buang hajat. Lokasi toilet sedikit agak jauh. Jalan menuju ke sana juga tidak rata. Ada tanjakan dan turunan.
Selanjutnya, saya berkeliling menuju lokasi yang menarik untuk pengambilan gambar baik swafoto maupun berfoto dengan membayar kepada petugas yang memang menyediakan jasa pemotretan.
Ada dua lokasi yang cukup fenomenal di Objek Wisata Hutan Pinus Pengger, yaitu instalasi berupa telapak tangan dan instalasi berupa jari jempol. Untuk membuat kenang-kenangan, saya pun berfoto di dua tempat tersebut.
Objek Wisata Heha Sky View
Tidak jauh dari hutan pinus, ada objek wisata modern Heha Sky View. Objek wisata buatan yang dikemas secara modern, seperti memasuki kawasan pusat perbelanjaan. Berbagai spot serba berbayar. Untuk memasuki pintu utama tiket sudah cukup mahal. Pada saat memasuki Objek Wisata Hutan Pinus Pengger, tiket hanya Rp 7.000 (tujuh ribu rupiah).
Untuk tiket masuk pintu utama Heha Sky View setiap pengunjung dikenai biaya Rp 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah). Kemudian pada spot tertentu untuk masuk lokasi saja bayar Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah). Kemudian jika ingin berfoto (difotokan, pengunjung diberi file-nya harga per gambar Rp 5.000/lima ribu rupiah).
Tentu saja kami lebih suka berfoto sendiri daripada harus difotokan berbayar. Namun, demi memuaskan rasa penasaran, kami juga sempat minta difotokan pada spot baru yang cukup artistik panoramanya.
Objek Wisata Panggung Sendratari Roro Jonggrang
Setiap hari Jumat malam, pertunjukan yang digelar di kawasan candi Prambanan Yogyakarta adalah sendratari Roro Jonggrang. Legenda Roro Jonggrang yang terkenal itu dipentaskan sepekan sekali. Kemudian, setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu di kawasan candi Prambanan tersebut dipentaskan sendratari Ramayana.
Setelah kami cukup puas berada di kawasan Heha Sky View selanjutnya kami mencari makan yang praktis. Mas Thofik sudah kami beri tahu bahwa kami ingin makanan yang bisa dibungkus. Warung yang cepat menyajikan nasi bungkus adalah warung Padang. Untuk itu, kami diajak sang driver menuju warung atau rumah makan yang cukup mudah ditemukan di Yogyakarta.
Sebuah warung yang murah meriah kami dapatkan. Kami tidak menunggu terlalu lama untuk memperoleh nasi bungkus dengan harga bersahabat. Kami segera menuju objek wisata yang berada di dekat candi Prambanan guna menikmati nasi bungkus sebelum menyaksikan pertunjukan sendratari Roro Jonggrang.
Tiket masuk untuk menyaksikan sendratari berdurasi 40 (empat puluh) menit saya pilih yang paling bersahabat, yaitu Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) per orang. Harga mempengaruhi posisi tempat duduk. Seperti ketika menyaksikan sepak bola, posisi tempat duduk sesuai dengan harga tiket yang dibayarkan.
Berhubung tiket yang kami beli dengan harga paling murah, posisi tempat duduk kami berada pada sisi sebelah kanan panggung. Kami tidak merasa kecewa karena panggung tidak terlalu luas. Di mana pun posisi duduk tetap dapat melihat para pemain dengan jelas.
Pada saat kami baru duduk di dalam gedung, ternyata pembawa acara sudah berdiri di tengah-tengah panggung. Itu berarti pertunjukan akan segera dimulai. Konsentrasi harus benar-benar diatur karena cerita berlangsung sangat cepat. Ada tulisan di layar yang cepat hilang atau berganti dengan permainan lampu yang membuat silau mata.
Adegan demi adegan berlangsung dengan lancar. Pada sebuah adegan ada empat penari yang tiba-tiba mendatangi empat penonton yang duduk pada kursi kelas VIP (Khusus). Keempat penari tersebut mengajak para penonton itu untuk menari bersama di tengah panggung.
Hal itu membuat daya tarik tertentu. Para penonton lain ikut gembira menyaksikan orang-orang yang dipilih ikut menari tersebut. Suasana menjadi meriah. Namun hal itu hanya berlangsung beberapa detik. Silakan menyaksikan penampilan mereka dalam video yang disertakan pada bagian awal tulisan ini.
Objek Wisata Kuliner di Klaten
Pertunjukan sendratari Roro Jonggrang berlangsung dengan lancar. Setelah usai, kami segera keluar gedung dan menuju mobil tempat Mas Thofik menunggu. Malam belum larut. Saya mengajak rombongan menuju objek wisata kuliner di Klaten, tepatnya di Jalan Bhali.
Ada minuman hangat yang ingin kami nikmati (lagi), yaitu wedang ronde. Kebetulan besan Nanik berjualan wedang ronde yang cukup enak di sana. Mobil yang dikemudikan Mas Thofik langsung menuju lokasi objek wisata kuliner tersebut.
Satu mangkok wedang ronde dibanderol dengan harga Rp 8.000 (delapan ribu rupiah, kalau tidak keliru, lho!). Mangkok berukuran cukup besar. Kami menikmati dengan santai sambil beristirahat setelah mengunjungi tiga objek wisata yang sangat mengesankan hanya dalam satu hari. Itu pun perjalanan dimulai setelah pukul dua siang dari bandara YIA Kulon Progo.
Setelah puas menikmati wedang ronde barulah mobil yang dikemudikan Mas Thofik menuju rumah ibunda di Dukuh Ketinggen, Desa Karanglo, Kecamatan Klaten Selatan. Ibunda sudah tidur malam itu. Kami pun langsung ikut berlayar di pulau kapuk.***
Penajam Paser Utara, 7 Juli 2024