Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.
Pemerintah Vietnam menyadari bahwa kualitas sumber daya manusia adalah kunci kebangkitan bangsa.
Reformasi pendidikan di Vietnam mencakup beberapa hal:
1. Pembaruan kurikulum yang menekankan literasi, numerasi, dan keterampilan abad ke-21.
2. Peningkatan pelatihan guru agar mereka siap menghadapi perubahan zaman.
3. Peningkatan kesejahteraan guru melalui gaji dan tunjangan yang lebih layak.
4. Penguatan infrastruktur sekolah, khususnya di daerah terpencil.
Langkah-langkah itu membuat Vietnam melesat. Pada PISA 2022, Vietnam mencatat skor rata-rata math 483, reading 462, science 485 dan jauh lebih tinggi dibanding rata-rata Indonesia (math 366, reading 371, science 383).
Skor ini mendekati negara-negara maju, padahal Vietnam termasuk negara berpendapatan menengah.
Indonesia: Masih Tertinggal, Tapi Berpotensi
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia punya jumlah guru dan siswa yang jauh lebih besar dibanding Vietnam. Namun, masalah mendasar masih menjerat yaitu:
Pertama Gaji guru honorer rendah. Banyak guru hanya mendapat Rp300 ribu--Rp1 juta per bulan, jauh dari cukup untuk hidup layak.
Kedua Status tidak jelas. Meski ada program PPPK, masih banyak guru honorer yang menunggu kepastian.
Ketiga Beban administrasi tinggi. Guru lebih banyak mengisi laporan daripada fokus mengajar.
Keempat Infrastruktur pendidikan tidak merata. Sekolah di perkotaan jauh lebih maju dibanding di pelosok.
Disamping itu. Skor PISA Indonesia masih rendah, menandakan kualitas pendidikan yang belum optimal. Namun, bukan berarti harapan itu hilang.
Dengan penduduk muda yang besar dan komitmen anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN, peluang untuk memperbaiki sistem masih terbuka lebar.