Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.
Indonesia sebagai negara kepulauan menghadapi tantangan distribusi fasilitas, tenaga, dan kualitas antara kota besar dan daerah terpencil. Sekolah di pelosok sering kekurangan buku, laboratorium, dan guru berkualifikasi, sehingga akses pendidikan bermutu masih favorit kota. Menangani ini memerlukan strategi distribusi guru (insentif penempatan), pembelajaran jarak jauh yang bermutu, serta penguatan infrastruktur digital yang merata.
4. Anggaran, program besar, dan risiko implementasi yang timpang
Pemerintah telah meluncurkan program-program sosial besar---sebagaimana yang terlihat dalam anggaran prioritas---yang dapat berdampak positif pada anak (misalnya program gizi/makanan sekolah). Namun, pelaksanaan program berskala besar membawa risiko logistik, pengawasan, dan keselamatan. Kasus gangguan pada program makanan sekolah mencontohkan betapa cepatnya niat baik dapat menimbulkan masalah ketika tata kelola, mutu bahan, dan rantai pasok tidak diawasi ketat. Pemerintah perlu kombinasi desentralisasi implementasi dan mekanisme audit yang transparan agar program bermanfaat bagi pendidikan tanpa mencederai kepercayaan publik. (Reuters)
Omjay menegaskan: "Program sosial untuk anak seperti makanan sekolah adalah langkah tepat, tapi harus ditemani standar keamanan, pelatihan penyedia, dan monitoring independen. Tanpa itu, efeknya bisa merusak ---bukan membangun---kepercayaan masyarakat."
5. Reformasi kurikulum vs kemampuan guru mengimplementasikan
Mengganti kurikulum tanpa mempersiapkan guru adalah kesalahan klasik. Reformasi kurikulum yang mengedepankan literasi, numerasi, kompetensi abad 21, dan karakter memerlukan program pengembangan profesional berkelanjutan, materi ajar yang relevan, serta dukungan teknologi. Karena itu, kebijakan harus sinergis: kurikulum, asesmen, dan program pelatihan guru harus berjalan paralel.
6. Data pendidikan, monitoring, dan kebijakan berbasis bukti
Pengambilan kebijakan yang efektif bergantung pada data yang akurat---mulai dari kehadiran guru, capaian belajar, hingga pemanfaatan dana BOS. Perbaikan dapodik, pelaporan yang lebih sederhana namun akuntabel, dan penggunaan data untuk intervensi lokal akan membantu mengatasi kebocoran anggaran dan fokus pada sekolah bermasalah.
7. Tantangan pendidikan inklusif dan keberagaman kebutuhan siswa
Pendidikan bermutu untuk semua juga berarti meninggalkan satu model "satu kurikulum untuk semua" yang kaku. Diperlukan pendekatan diferensiasi, layanan inklusif bagi siswa berkebutuhan khusus, serta program remedial dan akselerasi. Ini memerlukan kebijakan sumber daya manusia di tingkat sekolah: guru dengan pelatihan inklusi, tenaga konseling, dan dana untuk penyesuaian sarana.
8. Politik pendidikan dan hubungan pusat ke daerah