Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.
Guru Harus Dilindungi dalam Menegakkan Disiplin Siswa
Oleh: Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Omjay)
Kasus seorang kepala sekolah yang menampar siswanya karena merokok dan berbohong, namun justru dilaporkan ke polisi oleh orang tuanya, kembali membuka mata kita tentang rapuhnya perlindungan hukum terhadap guru dan kepala sekolah di Indonesia.
Di satu sisi, guru dan kepala sekolah menjalankan tugasnya untuk mendidik dan menegakkan disiplin. Namun di sisi lain, tindakan mereka seringkali ditafsirkan sebagai bentuk kekerasan, padahal niatnya adalah mendidik.
Dalam dunia pendidikan, tindakan tegas terkadang diperlukan untuk memberikan efek jera dan pembelajaran moral bagi siswa. Seorang guru atau kepala sekolah tentu tidak boleh melakukan kekerasan, tetapi juga tidak bisa dibiarkan kehilangan wibawa di hadapan siswa.
Bila seorang siswa berbohong dan melanggar aturan seperti merokok di lingkungan sekolah, maka guru wajib memberikan pembinaan agar siswa tidak mengulangi kesalahannya.
Masalahnya, banyak pihak terlalu cepat menilai tindakan guru tanpa memahami konteksnya. Guru bukan pelaku kejahatan. Ia adalah pendidik yang bekerja dengan hati, berlandaskan nilai-nilai moral dan tujuan pendidikan nasional.
Jika tidak ditemukan mens rea --- atau niat jahat --- dalam tindakan seorang guru, maka ia tidak seharusnya diperlakukan seperti pelaku kriminal. Mengacu pada Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1554/2013, guru yang melakukan tindakan disiplin dengan tujuan mendidik harus dibebaskan dari segala bentuk dakwaan hukum.
Lebih jauh lagi, sejak tahun 2023, telah ada Nota Kesepahaman antara PGRI dan Polri yang menegaskan bahwa aparat kepolisian tidak boleh langsung memproses laporan terhadap guru atau kepala sekolah tanpa terlebih dahulu berkoordinasi dengan organisasi profesi guru.
Tujuannya jelas --- agar penyelesaian persoalan pendidikan dilakukan secara bijaksana, proporsional, dan berkeadilan. Pendidikan bukan ranah hukum pidana; ia adalah ranah pembinaan karakter dan moralitas.
Selain itu, pemerintah daerah atau yayasan pendidikan pun tidak boleh gegabah menjatuhkan sanksi terhadap guru terkait persoalan etika atau disiplin tanpa meminta pertimbangan organisasi profesi guru. Dalam hal ini, PGRI sebagai organisasi profesi guru memiliki peran strategis untuk melindungi, mendampingi, dan menegakkan kode etik profesi guru.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 juncto PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, menegaskan bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
Organisasi profesi guru adalah lembaga berbadan hukum, independen, dan memiliki perangkat kode etik serta dewan kehormatan guru. Di sinilah peran PGRI, IGI, dan organisasi profesi lainnya menjadi sangat penting: memastikan guru tidak berjalan sendirian ketika menghadapi masalah hukum atau etik.
Apabila terjadi persoalan antara guru dan siswa, penyelesaian seharusnya dilakukan melalui jalur non-litigasi, yakni pendekatan restorative justice. Pendekatan ini lebih menekankan pada pemulihan hubungan antara pihak yang berselisih, bukan pada penghukuman. Dengan demikian, nilai-nilai pendidikan tetap dijunjung tinggi, dan proses pembelajaran moral tetap berjalan dengan baik.
Namun, ketika guru sudah terlanjur terseret ke ranah hukum, PGRI hadir dan bertindak nyata. Dalam banyak kasus di berbagai daerah, PGRI turun langsung memberikan bantuan hukum, pendampingan psikologis, hingga advokasi publik bagi guru yang mengalami kriminalisasi dalam menjalankan tugasnya.
Melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PGRI, organisasi ini menyediakan kuasa hukum untuk mendampingi guru selama proses pemeriksaan di kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. Tidak hanya itu, PGRI juga aktif berkoordinasi dengan pemerintah daerah, dinas pendidikan, dan pihak kepolisian untuk memastikan proses hukum berjalan adil dan tidak merugikan guru.
Beberapa kasus yang sempat mencuat memperlihatkan komitmen kuat PGRI dalam membela guru. Di sejumlah provinsi, PGRI berhasil membantu guru mendapatkan keadilan melalui mediasi dan pendekatan restorative justice, sehingga proses hukum tidak dilanjutkan dan hubungan antara guru, siswa, serta orang tua dapat dipulihkan dengan baik. Inilah bukti nyata bahwa PGRI bukan sekadar organisasi profesi, melainkan juga rumah perlindungan bagi para pendidik Indonesia.
Guru adalah pelita bagi bangsa. Jika pelita itu terus dipadamkan dengan ketakutan dan tekanan hukum, maka generasi penerus akan kehilangan arah. Bayangkan jika setiap guru takut menegur atau mendisiplinkan siswanya karena khawatir dilaporkan ke polisi --- sekolah akan kehilangan fungsinya sebagai tempat pembentukan karakter.
Sudah saatnya masyarakat dan aparat hukum memahami peran guru secara proporsional. Guru tidak boleh dilemahkan, apalagi dikriminalisasi. Perlindungan terhadap guru adalah bentuk penghargaan terhadap perjuangan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam kesempatan terpisah, Dr. Sumardiansyah Perdana Kusuma, Ketua Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis (APKS) PGRI sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal PB PGRI, menegaskan bahwa perlindungan guru adalah amanat konstitusi dan wujud penghargaan negara terhadap profesi pendidik.
"Guru dalam menjalankan tugasnya tidak bisa disamakan dengan profesi lain. Mereka bekerja dengan niat mendidik, bukan melukai. Karena itu, setiap tindakan disiplin guru harus ditempatkan dalam konteks pendidikan, bukan dalam kacamata pidana. PGRI berkomitmen penuh untuk memberikan pendampingan dan perlindungan hukum kepada seluruh guru di Indonesia," ujar Dr. Sumardiansyah.
Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa organisasi profesi guru harus dilibatkan secara aktif dalam setiap proses penyelesaian masalah hukum atau etik yang menimpa guru. Tanpa perlindungan tersebut, dunia pendidikan akan berjalan dalam ketakutan dan kehilangan roh pembinaan karakter.
https://www.instagram.com/reel/DP0l2iYkR9X/?igsh=ZjFkYzMzMDQzZg==
Guru bukan musuh hukum --- guru adalah pejuang moral bangsa. Mari kita jaga mereka, agar mereka terus bisa menjaga masa depan Indonesia.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay/Kakek Jay