Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selama dua hari saya omjay berkantor di perpustakaan labschool UNJ. Saya membaca sebuah buku best seller karya Abbas As Siisiy dari Mesir. Buku ini sudah dicetak 25 tahun lalu. Namun pesannya masih relevan hingga hari ini.

Buku yang berjudul bagaimana menyentuh hati kiat-kiat memikat objek dakwah yang diterbitkan intermedia ini sangat menarik dan membuat Omjay tertarik untuk membacanya sampai habis.

Buku setebal 279 halaman ini mengajak pembaca untuk menentukan arah hidup seseorang yang lebih baik. Seperti kereta api yang pindah dari rel yang satu ke rel yang Lain untuk mencapai tujuan.
INILAH resensi buku Bagaimana Menulis yang Menyentuh Hati. RESENSI yang semangaja ditulis Oleh: Wijaya Kusumah (Omjay), Guru Blogger Indonesia.
Menulis adalah seni berbicara dengan hati. Banyak orang bisa menulis, tapi tidak semua tulisan bisa menyentuh hati pembacanya. Tulisan yang menyentuh hati bukan sekadar deretan kata, melainkan pancaran rasa yang keluar dari kejujuran dan pengalaman penulisnya. Tulisan seperti itu mampu membuat pembaca berhenti sejenak, merenung, bahkan meneteskan air mata.
1. Tulis dengan Kejujuran
Kunci utama tulisan yang menyentuh hati adalah kejujuran. Pembaca bisa merasakan apakah penulis benar-benar mengalami, memahami, atau hanya sekadar menulis demi formalitas. Saat kita menulis dari hati, kata-kata mengalir dengan alami, tidak dibuat-buat.
“Tulislah apa yang kamu rasakan, bukan hanya apa yang kamu pikirkan,” ujar Omjay suatu ketika dalam pelatihan menulis untuk guru.
Kejujuran membuat tulisan menjadi hidup. Bahkan kisah sederhana seperti perjuangan seorang ibu, kegigihan murid, atau rasa syukur atas hal kecil pun bisa menjadi luar biasa jika ditulis dengan hati yang tulus.
2. Hadirkan Emosi dalam Cerita
Tulisan yang menyentuh hati harus mengandung emosi — bisa sedih, bahagia, haru, marah, atau rindu. Gunakan kata-kata yang menggugah imajinasi pembaca. Misalnya, daripada menulis “saya sedih,” coba tulis,
“Air mata itu jatuh begitu saja ketika aku melihat anak-anak berlari tanpa alas kaki menuju sekolah.”
Dengan menghadirkan gambar nyata dari emosi, pembaca akan merasa seolah-olah ikut berada di dalam cerita.
3. Gunakan Bahasa yang Sederhana
Kata-kata sederhana seringkali lebih mengena daripada kalimat yang rumit. Tulisan yang menyentuh hati tidak perlu berisi diksi tinggi atau kalimat berbelit. Justru kesederhanaan membuat pembaca merasa dekat.
Tulislah seperti kamu sedang bercerita kepada sahabat. Bahasa yang mengalir apa adanya akan lebih mudah dicerna dan dirasakan.
4. Sertakan Nilai Kemanusiaan
Tulisan yang menyentuh hati biasanya memiliki pesan moral atau nilai kemanusiaan. Misalnya tentang kasih sayang, pengorbanan, keikhlasan, atau perjuangan. Nilai-nilai itu bersifat universal, dapat dirasakan oleh siapa pun tanpa memandang usia, profesi, atau latar belakang.
Contohnya, ketika menulis kisah seorang guru di pelosok negeri, kita tidak hanya bercerita tentang perjalanan mengajar, tetapi juga tentang cinta dan pengabdian. Di situlah pembaca akan merasakan nilai kemanusiaan yang sesungguhnya.
5. Jadilah Bagian dari Cerita
Tulisan yang menyentuh hati seringkali lahir dari pengalaman pribadi. Ketika penulis menempatkan dirinya sebagai bagian dari cerita — bukan sekadar pengamat — tulisan menjadi lebih hangat dan jujur.
Omjay sering mengatakan,
“Tulisan terbaik adalah tulisan yang membuat penulisnya ikut menangis saat menulisnya.”
Jika kamu menulis dengan rasa, pembaca pun akan merasakannya.
6. Tutup dengan Refleksi
Akhiri tulisan dengan renungan atau pesan mendalam. Ajak pembaca berpikir, bukan sekadar membaca. Sebuah paragraf penutup yang kuat bisa meninggalkan jejak dalam hati pembaca.
Misalnya:
“Kita sering lupa bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari hal besar. Kadang, senyum kecil dari murid di pagi hari sudah cukup membuat seorang guru merasa hidupnya berarti.”
Penutup
Menulis yang menyentuh hati bukanlah soal teknik semata, tetapi soal ketulusan. Setiap kata yang keluar dari hati akan menemukan jalannya menuju hati orang lain. Maka, jangan takut menulis apa adanya. Biarkan hatimu berbicara melalui pena.
Karena sesungguhnya, tulisan yang menyentuh hati akan abadi — bukan karena indahnya kata, tetapi karena tulusnya rasa.
Demikianlah kisah Omjay kali ini tentang buku bagaimana menyentuh hati kaya Abbas ulama mesir yang baik hati. Semoga bermnafaat buat pembaca.
Salam blogger persahabatan
Omjay/kakek Jay
Guru blogger indonesia
