“Ya Allah dengan safa’at Nabi Muhammad SAW, kekasih Engkau, tolong jangan siksa kedua orangtua kami ya Allah.” Semoga dikabulkan ya Allah. Do’a tersebut memakai bahasa Indonesia sebagaimana sering saya praktikan sehari-hari.
Lebaran tahun ini kami memutuskan untuk berkunjung ke makam keluarga di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Babakan Semboja Kota Tangerang, di mana buyut, moyang, kakek dan nenek, ibu dan bapak, serta kerabat dekat dikuburkan.
Diantara mereka yang meninggalkan kami lebih dahulu, sang Ibu adalah yang terakhir wafat.
Diusianya yang memasuki 79 tahun ibu kami dipanggil kehadirat Allah SWT pada 23 Januari 2022. Sementara bapak kami telah meninggalkan kami lebih dahulu sejak 5 tahun lalu.
Ya, perpisahan dengan kedua orangtua telah menitipkan sepi dan luka yang mendalam lantaran keduanya adalah orang-orang yang menjadi penyangga hidup dan pelabuhan hati kami, anak-anaknya sedari masih kecil.
Jadi, tahun ini adalah lebaran ketiga, keluarga kami berhari raya tanpa kehadiran kedua orangtua, Eyangnya anak-anak yang telah berpulang lebih dahulu kehadirat Allah SWT.
Di tengah suasana sukacita merayakan Lebaran, kami tentu merasa sedih karena tidak bisa merayakan hari istimewa ini bersama kedua orangtua yang telah meninggal dunia.
Namun demikian, saya selalu mengingatkan diantara keluarga kami untuk saling mendo’akan mereka agar bahagia di alam sana.
Kesempatan ziarah kubur kali ini, Rabu 10 April 2024 selain untuk mendo’akan mereka, juga untuk mengobati rasa rindu kami pada keduanya yang tak terhingga setelah tahun kemarin keluarga kami tak menziarahi mereka.
Kerinduan itu yang membuat kami bergegas berangkat ke Kota Tangerang usai melaksanakan shalat Id dan halal bihalal dengan mertua di Pandeglang.
Sekira pukul 10.00 kami segera melakukan perjalanan untuk menziarahi kuburan mereka dan tiba di lokasi sekira pukul 11.30 Wib.
Sesampai di makam orangtua saya menangis tersedu-sedu. Betapa kami amat rindu, bagaimana mungkin kami tak merindukan sosok orangtua terbaik yang telah mendidik anak-anaknya, yang telah menjadikannya kami, anak, dan cucunya seperti sekarang ini.
Nah, di hadapan makam, kami berdo’a yang terbaik untuk mereka sesuai keyakinan yang kami miliki sebagaimana diajarkan oleh para guru-guru kami seperti do’a untuk kedua orangtua, lalu do’a untuk kedua orangtua yang sudah meninggal, selanjutnya doa untuk seluruh umat Islam yang telah meninggal dunia, kemudian amalan-amalan dengan membaca Al-Qur’an dan lain-lain.
Lain itu, saya mengajarkan do’a terbaik bagi kedua orangtua kepada keluarga saya yang paling mudah diucapkan hingga berkali-kali:
“Ya Allah dengan safa’at Nabi Muhammad SAW, kekasih Engkau, tolong jangan siksa kedua orangtua kami ya Allah.” Semoga dikabulkan ya Allah. Do’a tersebut memakai bahasa Indonesia sebagaimana sering saya praktikan sehari-hari.
Saya sendiri memahami, semua mereka yang di kubur baik keluarga, kerabat dan para orangtua, meskipun Insya Allah, pasti sudah diberikan tempat terbaik bagi mereka, tetapi dengan do’a yang dipanjatkan menunjukkan bahwa kita merupakan anak-anak saleh yang tidak melupakan orangtua yang sudah meninggalkan kita.
Tak lupa saya juga mengenang jasa-jasa mereka yang sudah dimakamkan dan menceritakan kepada anak-anak kami bagaimana mereka telah memberikan teladan baik semasa hidupnya.
Harapannya, tentu agar kami, para anak dan cucunya yang masih hidup bisa mengikuti jejak langkah kebaikannya hingga dapat meneruskan amal-amal yang mereka wariskan. Amin ya Rabbal Alamin.
Salam Literasi
Ade Setiawan, 13.04.2024