agus hendrawan
agus hendrawan Guru

Guru di SMAN 9 Kota Bekasi yang tertarik menulis di Kompasiana. Penulis reflektif, dan pengamat kehidupan sosial sehari-hari. Menulis bagi saya adalah cara merekam jejak, menjaga kenangan, sekaligus mengolah ulang pengalaman menjadi gagasan yang lebih jernih. Saya tumbuh dari kisah pasar tradisional, sawah, dan gunung yang menjadi latar masa kecil di Cisalak-Subang. Kini, keseharian sebagai guru membuat saya dekat dengan cerita murid, dunia pendidikan, serta perubahan sosial yang terjadi di sekitar kita. Di Kompasiana, saya banyak menulis tentang: pendidikan yang manusiawi, dinamika sosial budaya, kenangan kecil yang membentuk cara pandang, serta fenomena keseharian seperti kafe, pasar, hujan, dan keluarga. Saya punya prinsip tulisan yang baik bukan hanya menyampaikan pendapat, tetapi juga mengajak pembaca berhenti sejenak untuk merenung, tersenyum, atau tergerak untuk berubah.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Melepaskan Tanah untuk Pelestarian Situs Eyang Rangga Marta Yuda: Langkah Mendukung Warisan Leluhur

20 Oktober 2024   16:51 Diperbarui: 20 Oktober 2024   21:27 1343 8 4


Dokumen Waglo Gubuk Apung
Dokumen Waglo Gubuk Apung

Pengantar

Dalam setiap perjalanan hidup, kita sering kali dihadapkan pada pilihan penting yang bukan hanya berpengaruh pada diri sendiri, tetapi juga pada masyarakat dan sejarah. Begitu pula dengan pengalaman keluarga kami yang memiliki sebidang tanah di Cisalak, Subang, Jawa Barat, yang berbatasan dengan pemakaman Eyang Rangga Marta Yuda, tokoh besar pada masa kolonial Belanda. 

Pilihan untuk melepaskan tanah tersebut demi pelestarian situs sejarah tidaklah mudah. Namun, demi menjaga warisan leluhur dan mendukung nilai budaya, saya menilai harus dilakukan dengan prosedur yang benar.

Tanah disamping makam Eyang Rangga kami jadikan makam keluarga (dokpri)
Tanah disamping makam Eyang Rangga kami jadikan makam keluarga (dokpri)

Siapakah Eyang Rangga Marta Yuda?

Berdasarkan penuturan dari keturunan ahli waris, Eyang Rangga Marta Yuda merupakan seorang abdi dalem pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan memiliki peran penting di wilayah Cisalak-Subang. Bahkan, dokumentasi sejarah mencatat keterlibatan beliau di bawah Tuan Hofland, seorang pejabat kolonial pada masa itu. Eyang Marta Yuda juga dikenal karena mewakafkan kompleks di mana beliau dimakamkan sebagai pemakaman umum bagi masyarakat setempat.

Menurut penjelasan ahli waris, catatan tertulis mengenai wakaf ini tersimpan dengan baik dalam arsip Belanda dan diterjemahkan dari naskah beraksara Palawa. Informasi ini diperkuat melalui wawancara dengan pihak keturunan Eyang Rangga Marta Yuda yang dilakukan di depan situs makam Eyang Rangga Marta Yuda, yang menunjukkan betapa pentingnya beliau bagi sejarah dan kebudayaan setempat.

Dilema Pemilik Tanah: Antara Kepentingan Pribadi dan Pelestarian

Ketika tanah keluarga kami diklaim masuk dalam area pemakaman Eyang Rangga Marta Yuda, muncul dilema besar. Di satu sisi, kami telah memiliki sertifikat tanah yang sah dan legal dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun di sisi lain, kami menyadari bahwa tanah tersebut memiliki nilai historis dan budaya yang jauh lebih besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3