Pelatihan Budidaya Mangrove Pulau Buluh
Hari yang dinanti itu tiba, pejuang mangrove Abdul Latief datang ke pulau Buluh yang berjarak 1 kilometer dari Batam. Saya tidak pernah menyangka antusias warga mengikuti pelatihan ini begitu besar.
Sebelum pelatihan dimulai peserta diajak menyusuri hutan mangrove di Pantai Ketapang untuk mengenal aneka tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai produk olahan.
Kapal yang kami tumpangi merapat di salah satu sisi pantai, dengan cekatan Abdul Latief memungutip buah pidada.
“Buah ini hanya bisa masak ketika sudah jatuh ke tanah”, ujarnya seraya menunjukan buah berkelopak lima.
Sonneratia caseolaris atau pidada salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling mudah ditemukan di pantai pesisir Indonesia. Bentuknya hampir mirip buah delima dengan kelopak besar mencuat di bawahnya. Rasa kelat dan asam membuat buah ini tidak terlalu diminati untuk dikonsumsi langsung.
“Wah sayang di sini nggak ada daun api-api lanang (Avicennia marina), kalau ada kita bisa buat urap. Tapi nggak apa nanti kita buat peyek dari ini”, Abdul Latief mengutip beberapa pucuk daun api-api.
“Beberapa species tumbuhan mangrove di sini berbeda dengan yang ada kampung saya tapi tetap mangrove di sini bisa dimanfaatkan”, urai Abdul Latief.
Bagai anak-anak yang akan bermain masak-masakan, kami kembali ke pulau buluh dengan aneka buah dan daun tumbuhan mangrove.
Sesi pertama, Abdul Latief mengajarkan bagaimana membuat peyek dari tumbuhan mangrove. Pucuk muda daun api-api yang sudah dicuci dibalurkan ke dalam adonan tepung dan telur yang sudah dibumbui lalu digoreng. Cara pembuatannya tidak berbeda jauh dengan cara membuat peyek kacang atau kedelai.
Berikutnya buah Rhizophora yang kaya akan zat tepung direbus di air panas. Setelah direndam air panas dan kulitnya dikupas maka buah ini dapat dimanfaatkan untuk membuat tape dan kek.