Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.
Sumber: https://www.youtube.com/@gnafanu
Hanya sedikit dari banyak peminum kopi yang mampu membedakan, mana kopi berkualitas dan mana yang tidak. Mereka yang mampu membedakan kualitas kopi ini, adalah para penikmat si bubuk hitam yang satu ini,
Sementara, peminum kopi lainnya tidak terlalu peduli jenis kopi apa, bagaimana proses panen, perlakuan pasca panen, cara mengolah kopi dan menyajikannya.
Bagi mereka coffee is coffee, yang mana hanya komplain jika kopinya kurang manis bagi yang suka manis, atau terlalu manis jika yang bersangkutan kurang suka akan sesuatu yang terlalu manis.
Saat ini, terdapat banyak sumber untuk memperoleh bubuk kopi agar diolah menjadi minuman kopi hitam atau dicampur dengan berbagai tambahan produk lain semisal susu, es, dan buah.
Banyaknya permintaan akan kopi, menciptakan peluang untuk dijadikan sebagai usaha. Tak hanya didominasi oleh pabrik kopi dengan skala besar.
Di daerah-daerah penghasil kopi, bermunculan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang mencoba menawarkan produk kopi buatan mereka dengan ciri tertentu.
Salah satu kopi UMKM buatan Ibu Rumah Tangga (IRT) yang usahanya dilakukan di rumah adalah kopi WayKan yang dikelola oleh Ibu Sarinem, Ibu Susi, dan Ibu Santi.
Lokasi usaha mereka ada di RT 03 (Belida), Dusun 07 (Bukit Jambi), Kampung Gunung Katun, Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan, Lampung.
Usaha trio IRT ini penuh perjuangan. Awalnya, diremehkan dan dianggap hanya buang-buang waktu saja untuk mengikuti pendampingan dan pelatihan.